webnovel

Cinta Kontrak Kerjasama (LoCC)

Alyssa, wanita cantik yang harus berjuang keras mempertahankan perusahaan ayahnya yang meninggal karena kecelakaan dan meninggalkan trauma untuk Alyssa. Namun, apa jadinya jika Mommy-nya menjodohkannya dengan anak dari teman lamanya? Haruskah Alyssa menerima dan melupakan lelaki yang sudah pergi meninggalkannya tanpa kabar.

Siskafriestianii · Urban
Not enough ratings
417 Chs

Pingsan

Written by : Siska Friestiani

LoCC : 2014

Re-publish Web Novel : 29 Oktober 2020

*siskahaling*

Sivia tengah berbelanja di sekitar Clovist Park salah satu wisata belanja milik Clovist Company. Matanya menyipit memperjelas pandangannya saat matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Senyumnya mengembang, gadis itu setengah berlari menghampiri sosok tersebut.

"Alvin?!" Sivia setengah berteriak untuk mendapat perhatian Alvin yang hampir menghilang di balik pintu kaca menuju Silver Diamond tempat menjual berbagai perhiasan. Surga bagi para wanita.

Alvin membalikkan tubuhnya merasa suara yang cukup ia kenal memanggil namanya. Alvin berbalik lalu menemukan Sivia yang kini setengah berlari sembari melambaikan tangannya. Pria itu tersenyum tipis.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Yah, Alvin dan Sivia memang sudah saling mengenal saat Sivia yang sering mengunjungi rumah sakit pasca Alyssa di rawat karena kecelakaannya dulu. Dan entah sejak kapan keduanya semakin dekat saat Sivia merasa Alvin pria yang humoris dan asyik diajak bicara.

"Aku hanya kebetulan lewat dan ingin melihat-lihat disini"

Sivia memicingkan matanya, tidak percaya dengan jawaban Alvin barusan. Walaupun belum lama mengenal Alvin ia tahu jika pria dihadapannya ini tengah berbohong.

"Aku tidak percaya jika kau disini hanya untuk melihat-lihat" Sivia memalingkan wajahnya menuju kotak kaca yang didalamnya menyimpan berbagai macam kalung berlian dan kawan-kawannya.

Alvin menggaruk bagian belakang kepalanya. Ternyata susah untuk berbohong dengan wanita jika di tempat seperti ini.

"Aku ingin melamar Kanaya" jawab Alvin seadanya, memang ia kesini ingin mencari cincin untuk Kanaya.

Sivia terbelalak tak percaya. "Sungguh? Kau sudah mengungkapkan perasaan mu kepada Kanaya? Lalu kenapa kau tidak menceritakan padaku jika kau telah bersama Kanaya, kejamnya" Sivia berucap hanya dalam satu tarikan nafas.

Wahhh wanita memang makhluk multitasking. Hebat dalam segala hal, bahkan dalam hal berbicara panjang hanya dengan satu tarikan nafas. Alvin membatin.

"Aku belum memberitahu Kanaya jika aku mencintainya" kini, Sivia dibuat terkejut kembali oleh Alvin. Dasar Alvin sinting! Jika belum memberi tahu Kanaya kenapa berniat ingin melamar. Ingin membuat anak gadis orang spot jantung sepertinya. Menerima lamaran dadakan siapa yang tidak membuat orang spot jantung.

"Kau gila? Kau ingin melamar Kanaya tanpa memberi pernyataan cinta terlebih dahulu" Alvin lagi-lagi menggaruk bagian belakang kepalanya, kenapa Sivia harus seheboh itu mengetahuinya.

"Aku hanya ingin memberi Kanaya kejutan" Alvin membela diri.

"Kau tidak hanya memberi Kanaya kejutan, tapi kau juga membuat Kanaya Mati muda karena ide konyolmu" Sivia berucap kesal, nada bicaranya naik tiga oktaf.

"Kau berlebihan, lebih baik kau menemaniku mencarikan cincin yang bagus untuk aku melamar Kanaya"

Alvin baru saja ingin menarik tangan Sivia namun tertahan saat ada tangan lain yang menarik Sivia dari sisi yang berbeda.

"Sivia akan pergi bersama ku"

Itu suara Oliver, batin Sivia berteriak. Sivia mengalihkan tatapannya kesamping dan benar, Oliver kini menggenggam erat tangan kirinya sembari menatap Alvin tajam.

"Bisa untuk mengantri bung? Aku ada keperluan penting dengan Sivia, kau bisa bersamanya nanti setelah keperluan ku dengan Sivia selesai"

Alvin ingin tertawa rasanya saat melihat raut wajah Oliver kini memerah menahan amarah. Alvin tentu saja kenal dengan pria yang ada di depannya ini, Sivia banyak cerita mengenai Oliver. Dan Alvin hanya ingin menggoda Oliver tentu saja, ia ingin melihat sendiri seberapa over protectif-nya Oliver dengan Sivia. Dan sepertinya ia hanya bisa berdoa setelah ini ia masih bisa untuk melihat matahari terbit esok hari.

"Bisa, tetapi setelah kau berhasil mebunuh ku" ucap Oliver begitu dingin. Alvin terkekeh lalu menepuk pundak Sivia pelan.

"Sepertinya hari ini kau tidak bisa menemaniku Sivia. Sayang sekali" Alvin memasang wajah lesunya. Seolah-olah ia benar-benar kecewa.

Oliver dengan refleks merengkuh pinggang ramping Sivia dan memeluknya dengan erat. Sivia ingin tertawa rasanya, namun diam-diam Sivia hanya bisa tersenyum.

"Mungkin lain kali" Sivia membuka suara setelah dari tadi memilih diam.

Oliver menatap Sivia kesal, tidak peka kah wanita yang berada di rengkuhannya ini jika ia tidak menyukai Sivia dekat dengan pria lain?

"Ya, semoga saja akan ada lain kali" Alvin tersenyum manis menatap Sivia membuat Oliver semakin geram.

"Baiklah kalau begitu, aku duluan" pamit Alvin, melangkah meninggalkan Sivia dan Oliver yang masih berdiri disana.

Oliver memilih diam, menunggu Sivia bicara untuk menjelaskan semuanya.

"Aku dan Alvin hanya kebetulan bertemu tadi" Sivia membuka pembicaraan, ia tahu Oliver pasti tidak akan bicara sebelum ia yang memulai.

"Dari semua kebetulan yang terjadi di dunia ini, kenapa harus Alvin yang bertemu dengan mu" Oliver masih berbicara datar, belum puas dengan penjelasan Sivia barusan

"Cemburu eh?" Sivia menaik turunkan alisnya menggoda Oliver. Namun pria itu masih berusaha memasang wajah datarnya. Lagi pula pertanyaan bodoh macam itu, tentu saja ia cemburu melihat Sivia bersama pria lain.

"Hahaha, kau lucu Oli. Tentu saja aku dan Alvin tadi hanya kebetulan bertemu karena Alvin ingin mencari cincin untuk melamar Kanaya"

Hahhh.....

Oliver begitu lega ketika mendengar penjelasan Sivia barusan. Baguslah jika pria itu sudah memiliki pasangan, ia tidak perlu lagi meresahkan Sivia di rebut oleh Alvin.

"Kau masih cemburu setelah mendengar penjelasanku?" Sivia menatap Oliver dengan tatapan polosnya, membuat Oliver tidak tahan untuk menerkam Sivia sekarang juga.

"Aku tidak cemburu" bantah Oliver tegas, Sivia mengerucutkan bibirnya kesal. Kenapa susah sekali Oliver mengaku jika sebenarnya ia cemburu. Dasar pria bergengsi tinggi.

"Oh, kau tidak cemburu? Baiklah tidak masalah berarti jika aku mencari pria lain untuk ku ajak kencan buta" Sivia melenggang pergi meninggalkan Oliver. Pria itu terdiam sejenak, mencoba meresapi kata-kata dari ucapan Sivia barusan.

"Yakkkk!! Aku bunuh pria-pria itu jika kau berani melakukannya" Oliver langsung berlari mengejar Sivia begitu ia memahami arti dari perkataan Sivia. Sedangkan Sivia tak memperdulikan Oliver yang berteriak kesal di belakanganya. Sivia hanya tersenyum tipis, ia baru saja berhasil memahaminya sekarang.

*siskahaling*

Rapat baru saja berakhir dan Mario masih duduk menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya diatas meja. Louis, pria itu pun juga tidak beranjak dari posisinya. Masih duduk di kursi yang berada di sisi kanan Mario.

"Kita pulang" Mario menegakkan posisi duduknya. Kepalanya masih terasa pusing dan perutnya juga masih terasa mual. Lebih baik ia pulang sekarang, lagi pula memang ia harus pulang sebelum jam makan siang seperti yang sudah di pesankan tadi pagi oleh istrinya.

"Memang lebih baik anda pulang Tuan, anda terlihat sedang tidak baik saat ini"

Mario mengangguk, kali ini ia membenarkan ucapan Louis. Tubuhnya memang dalam keadaan tidak sehat. Louis mempersilahkan Mario untuk terlebih dahulu keluar dari ruang rapat. Namun, baru beberapa langkah pandangannya mengabur, tubuh tegap itu oleng yang dengan sigap Louis tahan agar tidak terjatuh.

"Peter!" teriak Louis memanggil salah satu bodyguard yang berada di depan pintu ruang rapat.

Pintu terbuka, Peter datang dan tanpa diperintah dua kali, Peter membantu Louis membopong Mario.

Suasana seketika ricuh, Louis dan Peter membopong Mario membawa ke mobil. Teddy pergi menyiapkan mobil, dan beberapa bodyguard mengamankan situasi dari beberapa karyawan yang mendekat ingin tahu apa yang terjadi. Apalagi CEO mereka di bopong dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Mereka sampai di mobil, Louis mendudukan Mario di kursi penumpang dan Louis duduk disebelah Mario untuk berjaga. Peter memutari mobil, duduk di kursi kemudi mengambil alih tugas Louis.

"Ke rumah sakit, Peter" ucap Louis tergesa

"Tidak perlu" suara lemah milik Mario menyela. Louis segera membantah.

"Tapi, Tuan, anda sedang...."

"Aku tidak papa. Kita langsung pulang" Mario menjeda ucapannya. Mengernyit ketika rasa mual kembali menyerang.

"Alyssa.... Istriku.... dia sedang menungguku di mansion" lanjut Mario membuat Louis menghela napas pasrah.

***

Hallo, Aku datang lagi dan kembali menyapa kalian.

Semoga kalian tidak bosan dengan kehadiranku. Wkwkwk.

Ayo, kita main tebak-tebakan. Mario kenapa sebenernya. Wkwkwk.

Jangan lupa, Vote, Comment sama Reviewnya yaaaa.

Biar aku makin semangat ngelanjutin cerita Mario dan Alyssa.