webnovel

Pertemuan Pertama

Nama ku Rebecca Yuniar, aku wanita berusia 19 tahun.

Kesibukan ku sehari-hari hanya membantu Ibu ku di rumah, sesekali aku pergi jalan dengan teman-teman ku juga.

Seperti hari ini, aku diajak Hans salah satu teman ku untuk pergi nonton.

Tentu saja aku setuju, karena aku juga mulai bosan dengan kegiatan rumah.

Hans menjemputku jam 7 malam, setelah berpamitan pada Ibu, kami berangakat dengan menggunakan mobil Hans.

Aku memang berasal dari keluarga tidak punya, Ibu ku hanya seorang pedagang kopi keliling, ayah ku seorang buruh bangunan.

Tapi teman-teman ku semua berasal dari keluarga kaya raya, aku beruntung memiliki mereka dalam hidup ku.

"Bagaimana Ca, kamu sudah dapat pekerjaan sekarang ?"

"Tidak Hans, aku masih menunggu panggilan sampai sekarang, bahkan entah sampai kapan"

Hans mengangguk, aku memang akrab disapa Eca, mungkin mereka merasa kalau nama Rebecca terlalu mewah untuk orang susah seperti ku.

Tapi aku tidak pernah mempermasalahkan semua itu, meski aku susah tapi mereka yang berteman dengan ku adalah orang-orang baik.

"Mau aku kenalkan pada teman ku, dia seorang pengusaha, mungkin saja dia mau membantu memberi mu pekerjaan"

"Benarkah ?"

"Tentu saja, kalau kamu mau biar aku telepon dia sekarang, rumahnya tidak jauh dari lokasi kita nonton, dia bisa nyusul kesana nanti"

"Boleh saja, aku mau"

Hans kembali mengangguk dan mengeluarkan ponselnya, Hans benar menghubungi temannya disana dan memintanya untuk datang ke tempat yang mereka tuju sekarang.

Setelah cukup berbincang, Hans menutup sambungannya dan kembali fokus menyetir.

"Bagaimana ?"

"Dia mau kok, tapi katanya minta dikabari saja kalau kita selesai nonton"

"Teman kamu baik kan, aku tidak mau nanti dipandang berbeda"

"Menurut mu aku baik atau tidak ?"

"Ya baiklah"

"Ya sudah pasti teman ku juga baik, tenang saja dia pengusaha yang rendah hati"

Senyuman begitu indah terukir dibibir ku, aku senang mendengarnya, karena dengan begitu aku tidak perlu takut ketika nanti bertemu dengannya.

Mobil telah terparkir dengan baik, keduanya keluar dna memasuki tempat tujuannya.

Mereka membeli tiket dan juga bekal cemilan untuk selama menonton.

Rebecca memang tidak bekerja, tapi kedua orang tuanya selalu memberi Rebecca uang jajan, dan itu cukup untuk sekali jalan Rebecca seperti saat ini.

Keduanya memasuki area bioskop, memilih tempat duduk yang memang menjadi pilihannya.

Ini bukan kali pertamanya dua anak manusia itu pergi nonton berdua, Hans memang suka jika pergi nonton bareng Rebecca, orangnya santai dan bisa diajak kompromi.

"Kapan mulai ?"

"5 menit lagi, sabar"

Rebecca tersenyum dan menikmati minumannya, tontonan mereka kali ini adalah horor.

Hans menuruti keinginan Rebecca untuk memilih film horor kali ini, tentu saja Rebecca senang dengan hal itu.

"Banyak juga ya orang yang nonton"

"Iyalah, horor itu seru tahu, kamu sih kalau diajak nonton horor kebanyakannya nolak"

"Aku kan lelaki penyayang, jadi aku sukanya yang manis-manis romatis"

"Lebay"

Hans sedikit tertawa dengan ucapan Rebecca, memang benar kalau Hans lebih suka tontonan mellow yang terkesan romantis.

Hans selalu mendapat inspirasi untuk memperlakukan pasangannya dengan hal yang manis, iya .... Hans memang telah memiliki pasangan.

Rebecca juga mengenalnya, dan pasangan Hans tidak pernah bermasalah dengan kedekatan mereka berdua, Rebecca jadi bisa tenang setiap kali pergi berdua dengan Hans, kapan pun dan kemana pun juga.

Keduanya mulai diam dan memfokuskan diri untuk menonton film yang telah dimulai, Rebecca begitu serius memperhatikannya, sedangkan Hans malah serius memperhatikan Rebecca.

Hans tidak terlalu suka dengan tontonan horor seperti ini, jadi Hans tidak begitu menikmatinya.

Hans hanya ingin pergi saja karena merasa bosan di rumah, dikarenakan kekasihnya yang tidak bisa diajak pergi makanya Hans memilih Rebecca untuk bisa diajak pergi.

Rebecca menjitak Hans begitu saja, rupanya Rebecca menyadari kalau sejak tadi Hans justru menontonnya bukan menonton filmnya.

"Jangan memancing perselingkuhan"

Hans tertawa mendengar kalimat Rebecca, tawanya membuat semua orang disana menegurnya.

"Tutup mulut mu"

"Kamu kalau ngomong asal sih"

"Ya lagian, layar bioskopnya kan disana, ngapain lihatnya kesini terus, siapa yang aneh kalau seperti itu ?"

"Aku sih"

"Makanya"

Hans tersenyum dan berpindah pada filmya, tidak masalah jika kali ini Hans berusaha menikamti tontonannya.

Tidak setiap hari juga seperti ini, Hans menikamti popcorn ditangannya, filmya tidak terlalu seram.

Penonton juga sepertinya kecewa dengan tayangan film itu, mereka tidak merasa tegang sedikit pun.

Entah apa maksud dari film ini, yang jelas meski temanya horor tapi ceritanya tidak ada seram sedikit pun.

Lama berselang, tontonan mereka telah usai.

Rebecca dan Hans keluar dari ruangan, Hans memukul pelan Rebecca, merasa kecewa dengan tontonan yang dipilih Rebecca.

"Maaf kali, aku kan gak tahu kalau tidak seru"

"Makanya aku kan sudah bilang, memang film pilihan aku yang selalu seru"

"Iya, lain kali aku ikut kamu saja"

"Bagus, memang harus"

"Terus sekarang, kita pulang saja ?"

"Gimana pulang, teman aku sudah nunggu di tempat makan"

Rebecca terdiam, benar juga .... Rebecca ternyata lupa dengan itu, keduanya lantas melangkah menuju tempat makan.

"Dimana dia ?"

"Tidak tahu, sebentar aku sedang mencari"

Rebecca mengangguk, sosok teman Hans memang tidak Rebecca ketahui.

Jadi biarkan saja Hans yang mencarinya

"Selamat malam"

Keduanya berbalik bersamaan, Hans menyambut hangat kehadiran temannya itu.

"Ada apa nih ?"

"Sabar, kenalan dulu .... ini ayo"

Rebecca tersenyum dan mengulurkan tangannya.

"Eca"

"Rian"

Ucapnya seraya menjabat tangan Rebecca sekilas, Hans lantas mengajak mereka untuk memilih tempat.

Hans fikir kalau Rian sudah memilih tempat, tapi ternyata belum.

Mereka mendahulukan memesan makan, sampai akhirnya mereka berbincang.

Hans mengenalkan Rebecca dengan lebih jelas lagi, Rian mengangguk paham dengan semua kalimat Hans.

"Jadi ada apa, Ca ?"

"Aku butuh pekerjaan sekarang, Hans bilang kalau kamu mungkin bisa memberi aku pekerjaan"

"Pekerjaan apa yang kamu mau ?"

"Aku .... apa saja terserah yang adanya apa"

"Eca ini tidak pernah pilih-pilih, selagi dia mampu pasti akan dikerjakan"

Rian mengangguk, sepertinya memang ada yang bisa Rian berikan pada Rebecca sekarang.

"Bagaimana, bisa kan ?"

"Ada, tapi bukan jabatan tinggi"

Hans melirik Rebecca yang tersenyum padanya, itu bukan masalah bagi Rebecca, apa pun itu selagi memang mampu untuk dikerjakannya sudah pasti akan Rebecca jalani.

Pesanan mereka telah datang, kini mereka harus mengurangi percakapannya untuk bisa menikmati makanannya terlebih dahulu.

Apa yang akan mereka bahas berikutnya, biar mereka selesaikan dulu makannya saat ini, bukankah masih banyak waktu untuk sekedar berbincang, meski tidak malam ini.

Rian berulang kali melirik Rebecca, memperhatikan sosok itu dengan seksama, benar cocok atau tidak.