webnovel

Cinta ini tumbuh demi kalian.

" Pergilah. Sebab aku tak pernah memaksamu untuk tetap di sisiku." Kata Lita sambil menunduk dan menyeka air matanya yang jatuh bebas. "Baik, jika itu maumu. Kamu pikir siapa kamu bisa berkata seperti itu kepadaku hah!" Bentak Robby sambil meremas jasnya yang sedang di genggamnya. "Susah payah aku datang kesini, hanya untuk mendengar penilaian sepihakmu ini?" "Bersenang senanglah dengan opinimu sendiri!" Kata Robby dengan nada marah lalu pergi keluar kamar rawat. Pertengkaran itu selalu terjadi, Lita sudah tidak tau lagi apa yang harus di lakukannya untuk saat ini. Semua hanya demi ibunya demi menyambung nyawa ibunya hingga kita rela melakukan semua kepalsuan dalam pernikahan yang tak pernah diharapkan. Lita hanya bisa terbaring lemah dan menangis pilu seorang diri. Nafasnya mulai tersengal menahan kesedihan mana kala dia mengingat statusnya sebagai istri sah Robby Alfiansyah. Robby seorang CEO kaya dan ketampanan yang paripurna. Sedang Lita hanya gadis biasa yang hidup serba pas Pasan. Tidak ada yang istimewa dari dalam diri Lita Kartika. Lita hanyalah anak yatim yang hanya hidup bersama dengan sang ibu yang sekarang sudah sering sakit sakitan. Tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah, membuat Lita membulatkan tekad untuk bertahan sekuat mungkin hingga nafas terakhir demi keutuhan rumah tangganya demi kebahagiaan putra putri kembarnya.

mei_30 · Teen
Not enough ratings
46 Chs

25. Berfikir ulang

Lita tetap tenang meski Robby tiba tiba mengecup bibirnya. wajahnya terlihat biasa saja namun siapa yang tau jika hatinya sudah bergejolak tidak karuan. Apa yang ada di kepalanya adalah wajar jika suami istri saling berciuman walaupun tanpa ada rasa cinta di dalamnya.

Cinta? apa itu cinta? Lita masih jauh dari mengerti akan ungkapan itu. Menelisik fakta bahwa Robby yang dulu adalah seorang penakluk wanita. Banyak wanita yang dengan suka rela akan memberikan kehormatan dan harga dirinya. Demi uang yang di miliki Robby.

Ya, semua karena uang yang di miliki Robby. Lita menepis jauh jauh pikiran jika Robby memiliki perasaan kepadanya. Lita mengabaikannya dan beranggapan jika itu hanyalah nafsu dan sebatas kebutuhan batin laki laki saja.

Menengok kebelakang membuat Lita berfikir ulang akan apa yang lakukan Robby terhadapnya. Semuanya menjadi semakin rumit ketika perasaan tak sejalan dengan logika. Lita tidak yakin dengan maksud dan sikap baik Robby terhadapnya. Lita masih menimbang dengan perlahan, masih segar di dalam ingatan jika Robby memiliki hubungan yang dalam dan lama dengan Sabrina.

*Dasar laki laki, otaknya hanya mesum saja* Batin Lita sambil tersenyum tipis dan menatap Robby lekat.

*Kenapa dia tidak menghindar, marah, atau malu? Ekspresi apa ini?* Batin Robby yang bingung dengan balasan Lita.

"Aku tau kamu masih ragu." Kata Robby sambil melepaskan pelukannya.

"Mas, semua butuh proses." Jawab Lita santai.

"Mas, sudah berapa hari ini tidak masuk kerja?" Tanya Lita mengalihkan pembicaraan.

"Jangan alihkan pembicaraan!" Seru Robby dengan nada naik dua oktaf.

Lita menelan ludah dan menunduk perlahan lalu mundur satu langkah sambil melirik suaminya.

"Mau kemana kamu?" Tanya Robby yang melihat Lita mundur satu langkah.

"Ti... tidak mas. Aku hanya haus, akan mengambil minum." Jawab Lita berbohong.

"Hhhh, aku juga haus. Aku akan minum dengan teman temanku." Kata Robby seraya berbalik dan menuju ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil.

Robby sungguh kesal dan jadi marah sendiri melihat Lita yang sengaja mencari alasan untuk menghindar dari topik pembicaraan.

"Mas, tapi kan minum bisa di rumah saja. Aku bisa buatkan." Kata Lita polos sambil berdiri di dekat pintu kamar.

Robby tertawa di balik kemarahannya. Begitu polosnya istrinya itu yang sama sekali tidak mengerti makna lain dari kata " Minum".

*Sumpah, istriku ini wanita edisi kapan? kenapa dia tidak mengerti juga apa maksudku. Aku jadi ingin tertawa keras disini.* Batin Robby yang berusaha keras menahan tawa karena kepolosan Lita.

"Kamu tidurlah. Aku akan keluar sebentar. Jangan tunggu aku." Kata Robby sambil berjalan.

Sampai Robby di pintu apartemen dan hendak keluar, Lita menyusulnya lalu mengingatkan Robby akan satu hal.

"Mas!" Panggil Lita sambil berlari menghampiri Robby.

"Apa lagi? kamu mau membuatkan ku minum?" Kata Robby kesal.

"Sini, ada yang lupa." Kata Lita sambil meraih tangan Robby lalu mencium punggung tangan suaminya.

"Hati hati ya mas." Ucap Lita berpesan diiringi senyum manisnya.

*Astaga! kamu kenapa semakin gemesin gini Lita?! Aku ini mau nongkrong sama temen temenku, Bukanya mau kerja.* Pikir Robby yang hanya menurut ketika tangannya di cium oleh Lita.

Robby melaju santai sambil menikmati indah gemerlap lampu jalanan. Robby masih tersenyum senyum mengingat kejadian yang baru saja di alaminya.

Sesampainya di cafe.

"Wah, ada apa ini. pengantin baru sudah ngajakin kita nongkrong. Cerita dong!" Kata Rian.

"Iya, bukannya lagi panas panasnya ya?" Ledek Devan.

"Hem..." Dengus Robby dengan wajah kesal sambil melempar kunci mobil di meja.

"Kenapa, lempar lempar segala. Berantem?" Kata Devan lagi.

"Ga Taulah!"

"Lu tau kan semua kalau gue nikah karena dorongan kakek?"

"Iya Terus?" Tanya Rian.

"Lu ga suka? Apa gimana?" Tanya Devan.

"Awalnya, awalnya gue tuh sebel banget sama tuh orang. Tapi, semakin kesini gue tuh kayak yang gemes gitu sama kepolosan dia." Kata Robby mulai bercerita.

"Lu suka?" Tanya Rian penasaran.

"Ya, gue juga enggak sebegitu yakin sih. Soalnya gue sama Sabrina, ya lu pada tau sendiri lah gimana. Gue ga yakin secepat ini gue membuka hati untuk wanita lagi." Kata Robby menjelaskan kebimbangan hatinya.

"Terus, yang bikin lu gemes sama istri lu apaan?" Tanya Devan sambil meminum avocado jus.

"Kepolosannya dia. Dia itu unik. Lu tau kan cewe cewe kalau sama duit gimana? Mereka rela lakuin apa aja kan setelah kita gombalin sedikit dan kasih duit sedikit?" Kata Robby sambil menatap Devan dan Rian serius.

"Ehem!" Kata Rian sambil mengangguk.

"Istriku beda! Dia memang dari keluarga miskin dan biasa saja. Tapi yang aku kagum, harga dirinya sangat tinggi di banding wanita wanita kaya yang gila harta."

"Maksudnya?" tanya Devan.

"Ya, dia itu seperti tidak ada ketertarikan dengan yang seperti itu. Dia lebih tertarik dengan sesuatu yang berbau sosial. Anak yatim, yayasan yang gitu gitu deh pokoknya." kata Robby penuh dengan ekspresi dan segala gerak tangan.

"Mungkin karena masih jaim sama elu bro. Entaran juga kalau udah lama bakal kelihatan aslinya." Kata Devan mencoba menepis.

"Enggak dia beda!" Jawab Robby sambil meminum minuman Rian.

"Hish! minuman gue tuh! Pesan sendiri ah. Gue minta ganti." Kata Rian kesal.

"ya udah tinggal pesen lagi sih, susah banget!" Kata Devan menengahi.

"Lanjut, lanjut. Contohnya?" Kata Devan yang penasaran.

"kemarin kan gue ada urusan di luar kota tuh satu Minggu. Gue kasih duit dong kedua, gue taruh di lemari rias ya kan."

"Itu duit sama sekali enggak bergeser atau berkurang bro. Masih utuh disitu, parfum dan lotion apa segala macem masih tetap sama." Kata Robby bercerita dengan antusias.

"Kurang banyak kali!" Sahut Rian yang kembali dengan minuman dingin.

"Bukan, waktu kita berantem gue kesel sama dia karena dia nabrakin si honey. kita sempet debat, terus dia bilang kalau selama gue pergi. Dia sama sekali enggak dandan berlebihan atau pakai parfum."

"Nah, waktu gue balik. Gue cek dong, karena gue ga percaya. Masa iya ada wanita yang segitunya sampai enggak mau dandan atau pakai wewangian kalau suaminya enggak di rumah."

"Waktu gue cek. Beneran, masih utuh rapi disitu. Parfum juga enggak bergeser. Gimana enggak gemes gue? Coba kalau lu jadi gue, bakal lu apain tu istri?" Kata Robby sambil menatap kedua sahabatnya.

"Wah, kalau gue sih langsung gue ajakin bikin penerus yang banyak. Biar bisa punya anak anak yang baik baik kayak ibunya." Kata Rian.

"Bilang Ama kakek Agus, gue pesen tolong, cariin wanita kayak gitu lagi satu buat gue." kata Devan sambil tersenyum.

"Gila lu!" Sahut Rian sambil menggeleng.

"Dan, tau ga lu semua. Tadi, pas gue mau kesini gue bilang dong mau minum sama temen temen. Eh dia enggak ngerti makna kiasan dari minum. Yang dia tau ya minum, minum teh atau kopi kayak gitu." Kata Robby dengan tertawa.

"Terus, lu jelasin ke dia?" Tanya Rian penasaran.

"Ya enggaklah. Ada ada aja lu. Dia bakalan marah marah enggak jelas kalau gue jelasin. Dia itu ibadahnya rajin, ga kayak gue yang semaunya aja." Kata Robby.

"Gak gue jelasin, cuman gue langsung berangkat aja kan. Tau ga lu dia ngapain pas gue mau berangkat?" Kata Robby bertanya.

"Enggak." Jawab Rian sambil menggeleng.

"Dia cium tangan gue. Sambil bilang hati hati ya mas! Gitu kata dia. Tambah gemes ga sih gue? Serasa kepingin peluk terus manja manjain dia." Kata Robby antusias.

"Serius lu by?" tanya Devan

"Seriusan!" jawab Robby yakin.

"Ya udah sih, tinggal manjain. Susah amat kan istri sah elu by." sahut Rian.

"Hem, belum saat ini. Dia butuh waktu untuk kenal dan dekat dengan gue. Gue juga masih perlu berfikir ulang tentang apa yang gue rasain ini. Ataukah hanya menganggap dia sebagai pelarian, atau sekedar mengagumi, atau beneran suka. Gue masih butuh berfikir ulang." Kata Robby yang menekankan kalimat berfikir ulang.

"Iya sih! Jalanin aja dulu sesuai alur dan alir. Tapi jangan terlalu lama juga, takutnya semakin hambar." Kata Rian menasehati.

"Tumben lu bijak?" ledek Devan sambil melirik dengan tatapan penuh ejekan.