webnovel

Cinta ini tumbuh demi kalian.

" Pergilah. Sebab aku tak pernah memaksamu untuk tetap di sisiku." Kata Lita sambil menunduk dan menyeka air matanya yang jatuh bebas. "Baik, jika itu maumu. Kamu pikir siapa kamu bisa berkata seperti itu kepadaku hah!" Bentak Robby sambil meremas jasnya yang sedang di genggamnya. "Susah payah aku datang kesini, hanya untuk mendengar penilaian sepihakmu ini?" "Bersenang senanglah dengan opinimu sendiri!" Kata Robby dengan nada marah lalu pergi keluar kamar rawat. Pertengkaran itu selalu terjadi, Lita sudah tidak tau lagi apa yang harus di lakukannya untuk saat ini. Semua hanya demi ibunya demi menyambung nyawa ibunya hingga kita rela melakukan semua kepalsuan dalam pernikahan yang tak pernah diharapkan. Lita hanya bisa terbaring lemah dan menangis pilu seorang diri. Nafasnya mulai tersengal menahan kesedihan mana kala dia mengingat statusnya sebagai istri sah Robby Alfiansyah. Robby seorang CEO kaya dan ketampanan yang paripurna. Sedang Lita hanya gadis biasa yang hidup serba pas Pasan. Tidak ada yang istimewa dari dalam diri Lita Kartika. Lita hanyalah anak yatim yang hanya hidup bersama dengan sang ibu yang sekarang sudah sering sakit sakitan. Tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah, membuat Lita membulatkan tekad untuk bertahan sekuat mungkin hingga nafas terakhir demi keutuhan rumah tangganya demi kebahagiaan putra putri kembarnya.

mei_30 · Teen
Not enough ratings
46 Chs

21. Mulai bertegur sapa

Entah karena apa, Robby benar benar merasa ada sesuatu yang bisa membuatnya merasa lebih baik meski dia juga tidak tau apa itu. Lita kembali memasuki kamar dan membawakan sebaskom air hangat dan di campur garam di dalamnya. Lita menaruh baskom itu tepat di dekat kaki suaminya, yang kemudian dia mengambil sebuah handuk kecil dan di letakkan ya di samping Robby.

"Air buat apa ini?" Tanya Robby sambil mengerutkan dahinya karena sangat aneh baginya melihat Lita membawa sebuah baskom kedalam kamar.

"Mas pasti capek kan? Sini kakinya." Kata Lita sambil mencoba merendam kaki suaminya di dalam baskom besar.

"Eh, tapi tidak usah. Aku bisa sendiri." Kata Robby menolak perlakuan lembut Lita kepadanya.

"Mas, mas kemarin waktu marah marah bilang sama aku kan. Tentang hal hal dan kewajiban yang belum aku lakukan sepenuhnya. Jadi, saat ini aku hanya sebisa mungkin mencoba untuk menjadi istri yang baik." Kata Lita sambil menyiram nyiramkan air hangat di kaki suaminya.

*Dia mengingat dan memikirkan apa yang aku keluhkan. Dia manis juga. Tapi, aku masih merasa jika dia menyembunyikan sesuatu.* Batin Robby sambil menatap Lita.

"Siapa nama lengkap mu?" tanya Robby kepada istrinya sendiri.

Sungguh aneh dimana suami sampai tidak mengingat nama lengkap istrinya sendiri. Lita kemudian beranjak dan mengambil buku nikah mereka lalu memberikannya kepada Robby.

"Ini, mas baca sendiri." Kata Lita sambil memberikan buku nikah mereka dan kembali duduk sambil memijat kaki suaminya.

"Kamu tidak jijik, megang kaki ku seperti itu?" Tanya Robby yang memperhatikan Lita memijat kakinya dengan lembut.

*Hhhh, sungguh nyaman.* batin Robby sambil membaca buku nikah mereka.

"Tidak, insyaAllah ini akan menjadi ladang pahala selagi aku ikhlas melakukannya." Jawab Lita dengan polos dan fokus pada pijatannya.

Lagi lagi Robby tersenyum bahagia mendengar jawaban dari Lita.

*Kenapa setiap jawabannya selalu mampu mendinginkan perasaanku. Membuatku nyaman.* Batin Robby sambil tersenyum.

"Sekarang, katakan padaku atas dasar apa kamu bersedia menjadi istriku? Apakah ada kerja sama antara kamu dan kakek?" Tanya Robby menelisik.

"Bukan kerja sama, tapi aku berhutang Budi padanya. Dia penolongku mas. Jadi aku akan membalas kebaikannya sebisa mungkin saat masih ada waktu. Kemarin, aku baru tau jika umur kakek sudah tidak lama lagi."

"Jadi aku hanya melakukan yang seharusnya aku lakukan. Untuk lebih jelasnya, jika nanti waktunya sudah tepat maka aku akan memberi tahumu." Kata Lita sambil meletakkan kaki suaminya di pahanya lalu mengelapnya dengan handuk kecil.

"Sudah, Mas mau makan apa? Aku masakin ya." Kata Lita sambil membereskan baskom dan handuk.

"Tidak usah, aku merasa ngatuk dan ingin tidur. Jangan ganggu aku ya. Aku ingin tidur." Kata Robby datar tanpa memberi senyuman.

"Kenapa aku menjadi tidak jelas seperti ini. Hanya karena dia tidak mau memberitahu, aku menjadi ingin meninju sesuatu. Argghhh.... sebal!" Gerutu Robby sambil masuk kedalam selimut dan meninju kasur beberapa kali.

Robby mulai ingin memejamkan matanya, tetapi ponsel Lita terus bergetar di meja. Dengan kesalnya Robby mengangkat ponsel Lita.

"Hallo." Jawab Robby kesal.

"Dih, pengantin baru. Galak benar. Mana istrimu aku ingin bicara dengannya." Kata Leo dibalik panggilan.

"Kenapa mencarinya? Bilang sama aku saja langsung. Aku suaminya, nanti aku sampaikan." jawab Robby.

"Ada lah, aku lapar. Dia masak apa ya?" Leo menggoda Robby.

"Tidak ada urusannya dengan kamu ya bang istriku mau masak apa. Apa kurang gajimu untuk membeli makan? Jangan ganggu."

"Iya, satu lagi. Kau harus bertanggung jawab atas biaya honey. 50%! Tidak ada nego!" Kata Robby kesal sambil mengacak acak rambutnya dan mematikan ponsel istrinya.

"Mau tidur saja susah sekali. Leo kamu bikin emosi!" Kata Robby sambil mendengus kesal dan turun dari ranjangnya.

"Bau enak apa ini." Aroma wangi masakan Lita memenuhi ruangan.

Robby berjalan keluar dari kamar, betapa kesalnya dia melihat Leo sudah duduk dimeja makannya sambil tersenyum lebar menyapanya.

"Hai!" Sapa Leo.

"Hemh..!" jawab Robby ketus dan malas sambil membawa ponsel Lita dan memberikannya kepada istrinya.

Lita yang tidak mengerti apa apa hanya menerima ponselnya begitu saja dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Seperti ada tatapan laser yang di tujukan Robby kepada Leo, tetapi Leo sama sekali tidak menggubrisnya dan hanya fokus pada irisan mentimun yang ada di hadapannya.

"Mas mau makan apa? Aku masakin ya?" Tanya Lita polos.

"Cie, yang mas mas." Goda Leo dengan senyum menyebalkan di bibirnya.

"Diam lah bang!" Celetuk Robby kesal.

"Tau tidak Lit, suamimu ini paling tidak suka di panggil mas. Tapi kalau sama kamu kok mau ya? Heran aku." Kata Leo.

"Diam lah!" Menatap tajam Leo.

"Kamu masak apa? Aku hanya ingin makan yang berkuah." Kata Robby sambil mendekati Lita dan berdiri di belakang istrinya sambil melihat apa yang di masak Lita.

"Ehem.., Seperti sedang melihat drama Korea. Masak bersama, terus di peluk dari belakang. Co cweet!" Ledek Leo sambil memasang wajah imut dengan senyum manisnya.

"Apa, drama? Ih jijik!"kata Robby sambil berjalan pergi dan duduk di sofa sambil menonton TV.

"Jijik, entar malah nge bucin loh by. Hahahahaha!" seru Leo sambil tertawa meledek Robby.

"Ah, serahmu. bodo amat!" gumam Robby tanpa melihat Leo.

Di rumah sakit.

"Sudah hampir satu bulan. Mbak Lita belum juga ada kabar. Apa aku hubungi saja nomor ini ya?" Gerutu pandu sambil mengepak ngepalkan kartu nama milik Robby.

"Ah, iya aku hubungi saja. Sekalian mengucap selamat atas pernikahannya kemarin. Aku terlalu fokus bekerja sampai ketinggalan berita jika CEO perusahaan baru saja menikah." kata Pandu sambil mengetik nomor di ponselnya.

dert...dert....!

Berkali kali pandu menghubungi tapi tidak ada jawaban. Robby meletakkan ponselnya di kamar, sedang dia berada di ruang tamu.

Pandu menjadi sangat sadar diri jika tidak mungkin orang penting seperti CEO akan dengan mudah mengangkat panggilan dari nomor baru. Pandu yang berputus asa lalu mengurungkan niatnya.

di ruang makan Robby.

"Ini mas, makanannya sudah siap." kata Lita yang menata piring makan Robby di meja makan.

"Nasinya seberapa? Segini cukup? ini supnya." Kata Lita sambil melayani dan mengambilkan nasi di piring suaminya.

"Kak Leo, ini sambalnya. Lalapannya ambil sendiri ya." Kata Lita yang duduk berhadapan dengan Leo dan bersebelahan dengan Robby.

"Tega kamu Lit, cuma Robby yang di ladenin." kata leo yang sengaja memancing perkataan yang dia ingin dengar dari mulut Robby.

"Jelaslah, suaminya cuman aku disini. Jadi yang merasa bukan suaminya ga usah berharap. Ambil sendiri kan bisa, ngeladenin kamu malah dapet dosa. Tapi, kalau ngeladenin suami bis banyak dapat pahala." Ketus Robby sambil tersenyum sinis melihat Leo.

Meskipun perkataan Robby terkesan sangat pedas dan menyakitkan tapi Leo senang mendengarnya. Jika Robby saat ini sudah merasa bila Lita merupakan bagian dirinya juga yang tidak bisa di ganggu orang lain. Leo tersenyum bahagia sambil menunduk dan mulai menyantap makanannya.