1 Terlambat

"Clara, kamu sudah bangun apa belum. Sudah siang. Nanti terlambat lagi kesekolah."

"Iya, bu."

Dengan malas kubuka mata dan melihat jam didinding masih menunjukkan jam lima pagi. "Ah masih terlalu pagi, bagus tidur aja lagi." Gumamku.

Udara sangat dingin begini, enakan molor. Sambil menarik kembali selimut aku melanjutkan mimpi yang tertunda.

Diluar hujan tak bosan-bosannya mengguyur dan membasahi bumi.

"Clara, cepetan bangunnya." Tiba-tiba ibu sudah berdiri depan pintu sambil mengetuk pintu kamar. Ditambah lagi suara alarm berhasil membuat kepala ini terasa sakit dan ingin menjerit. Tapi sakitnya tidak seberapa, dibandingkan mengerjakan tugas kimia yang tidak pernah berhasil ku selesaikan karena sangat susah masuk ke dalam otak ini.

"Baik, Bu. Ni Clara udah bangun kok."

Sambil mengumpulkan nyawa, aku berusaha mengambil handuk yang berada di sandaran kursi, tepat dihadapan ku. Namun sial, handuk tidak dapat diraih, aku tersungkur dan menjatuhkan kursi sehingga menghasilkan suara yang cukup keras

"Apa itu, Clara?" Sayup-sayup terdengar suara ibu dari dapur.

'Loh sejak kapan ibu sudah di dapur. Perasaan tadi ibu masih didepan pintu. Ah ibu. Cepat juga geraknya.' Batinku.

"Apa kamu belum bangun juga? Cepetan kamu siap-siap kesekolah. Udah jam berapa ini. Apa kamu mau terlambat lagi atau mau bolos lagi hari ini." Lanjut ibu.

"Clara sudah siap mau sekolah kok, Bu." Jawabku sedikit berbohong. Padahal jangan kan siap-siap mau ke sekolah. Mandi saja belum. Lagian sih ibu, pagi-pagi sudah menuduh anaknya dengan hal yang gak bagus. Aku kan jadi kepikiran dan kepingin membolos jadinya. Dasar ibuku. Tau aja kalau anaknya malas kesekolah.

Jam sudah menunjukkan ke angka enam lebih tiga puluh menit. Seketika aku terperanjat. 'Bisa terlambat lagi ni.' gumamku.

Padahal ibu dari tadi membangunkan ku tapi kenapa baru sekarang aku terbangunnya. Alarm juga sudah aku pasang. Sebegitu nyenyak kah tidurku sehingga suara alarm yang begitu kerasnya tidak membuat raga ini terbangun dari pembaringan yang empuk? Emang sih tadi malam begitu susah mata ini untuk terpejam. Mengingat tugas yang diberikan pak Hardi belum juga selesai aku kerjakan. Iya tugas pelajaran kimia. Sementara besok jam pelajaran pertama adalah pelajaran kimia. Pantaslah kalo aku susah bangunnya dipagi ini. Maafkan daku duhai jam beker karena selama satu jam lebih kamu meraung-raung dan menjerit memohon supaya majikanmu bangun. Aku tertawa sendiri menertawakan tingkah konyol diriku sendiri tepatnya. Secepat kilat aku menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badan.

"Ah, gak usah mandi sajalah. Gak sempat. Takutnya nanti malah terlambat lagi sampai kesekolah. 'Mandi gak mandi aku tetap cantik juga kok.Lagian dingin banget. 'Batinku. Aku sudah biasa ke sekolah tidak mandi dan hanya menggosok gigi dan mencuci muka saja.

"Ya ampun Clara, kamu jadi anak gadis kok jorok sekali sih." Suatu hari aku dinasehati ibu karena beliau tau kalo aku jarang mandi pagi.

Aku hanya tersenyum aja mendengar omelan ibu waktu itu.

Sesudah mencuci muka dan menggosok gigi dilanjutkan dengan memakai seragam sekolah yang masih wangi teronggok rapi di lemari pakaian.

"Bu, jepitan rambut ku yang pink mana ya?" Tanyaku pada ibu yang sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi di dapur.

"Kok tanya ibu sih. Jepitan rambut dia, yang make dia. Yang naruh sembarangan dia. Ibu kan sudah bilang, kalo sudah pake itu kembalikan ketempat nya. Jadi kalo mau pake lagi gak bingung nyarinya. Kamu bisa terlambat kesekolah gara-gara jepitan rambut doang. Belum lagi kamu bangunnya sering terlambat kan. Clara...Clara. mau jadi apa lah kamu nak. Tidak mencerminkan anak gadisnya sedikitpun. Kapan kamu berubahnya ? Gitu terus tiap hari. Percuma juga ibu belikan meja rias khusus buat kamu kalo naruh aksesoris aja gak bisa. Buang aja meja biar gak bikin sesak kamarmu yang berantakan itu. Ini, cepetan! Kamu sudah terlambat. Nanti kalo gak dipakai taruh lagi dilaci meja rias dikamar mu." Ucap ibu panjang lebar sambil menyerahkan beraneka aksesoris aku yang tercecer dimana-mana dan ibu yang selalu mengumpulinnya.

Aku hanya bisa diam mendengar nasehat ibu, kalo ikut menjawab bisa lebih panjang lagi dan gak akan siap-siap. Emang salahku juga sih suka gak disiplin dan mencampakkan setiap barang yang siap aku pakai.

Perkenalkan namaku Clara putri Bestari. Aku merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Abang ku yang sulung bernama Imran putra Bestari sekarang sudah bekerja dan sudah tidak tinggal sama orang tua lagi, dan sudah berumah tangga.

Yang kedua merupakan kakak perempuan bernama Dwi cinta Putri Bestari, dia sekarang bekerja juga sebagai pegawai negeri sipil disebuah instansi pemerintahan dan sudah berumah tangga juga. Kakakku sekarang tinggal beda propinsi dengan kami karena beliau dinas pertamanya ditempatkan disitu dan akhirnya berjodoh juga dengan teman kerjanya.

Saudara ku yang ketiga merupakan kakak lelaki yang sangat menyayangi keluarga. Mempunyai nama Agung Putra Bestari. Sekarang dia lagi mengambil pendidikan S3 di luar negri. Di negeri ginseng Korea Selatan tepatnya. Dulu kawanku sering komplain karena mereka penasaran kok nama kami sekeluarga pake nama Bestari. Mereka heran dan bertanya padaku.

"Bestari artinya perpaduan kedua nama orang tua ku. Bustami dan lestari." Jawabku saat itu. Spontan kami tertawa bersama

"Ada aja ya kreativitas orang tua jaman dulu memberi nama anaknya." Canda Agnes.

"Clara, sarapan dulu. Nanti kamu gak konsentrasi saat jam pelajaran disekolah." Kata ibu mengawali pagi harus dengan sarapan supaya lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas belajar disekolah.

"Iya Bu. Tapi Clara sudah terlambat. Gak sempat lagi untuk sarapan." Jawabku pada ibu.

"Nanti Clara makan di kantin saja, Bu." Lanjutkan lagi.

"Ya sudah lah. Kamu cepetan kesekolah. Sudah ditunggu sama pak Krisna tuh dari tadi." Pak Krisna merupakan supir komplek perumahan yang ditugaskan buat mengantar jemput anak-anak sekolah, karena perumahan kami lumayan jauh dari sekolahan.

"Bu, sepatu mana nih. Kok gak ada di rak sepatu sih." Teriakku memecah keheningan pagi.

"Ya ampun Clara. Kamu apa gak bisa cari sendiri di rak sepatu? Mana mungkin sepatu bisa berjalan sendiri." Ucap ibu malah bikin aku semakin pening saja.

"Makanya kalo malam disiapin semua perlengkapan sekolahmu. Kayak gak ada niat sekolah ibu lihat." Ibu datang dengan menunjukkan sepatuku, padahal letaknya masih di rak sepatu tidak berpindah sejengkal pun. Heran kenapa tadi gak nampak ya.

"Kalo ada ular udah dipatok." Begitulah selalu ibu berkata jika aku sering teledor dan asalan begini.

"Bu, Clara berangkat dulu ya." Pamitku pada ibu."

"Iya. Hati-hati. Belajar yang rajin supaya tercapai cita-cita mu."

"Siap, Bu."

Ayahku seminggu sekali pulang, beliau berdinas diluar kota. Sebenarnya kami mau pindah ke tempat ayah bekerja sekarang tapi mengingat susahnya aku beradaptasi makanya ibu mengalah untuk tetap bertahan dikota ini. Hanya beda kabupaten saja dari tempat dinas ayah. Cuma dua jam perjalanan saja.

Aku dengan tergesa-gesa menghampiri mobil antar jemput anak sekolah. Jangan sampai mereka menunggu terlalu lama. Kasian juga.

"Udah neng?" Tanya pak sopir. Pak Krisna namanya. Beliau adalah seorang sopir yang sudah sangat profesional jadi tidak diragukan lagi keahlian dalam menyetir. Aku sudah langganan dengan beliau dari masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

"Udah pak." Jawabku santai.

Tak terasa sudah hampir setengah jam juga kami membelah jalan, dan kami sudah sampai di sekolah tempat aku menimba ilmu. Aku merupakan murid baru. Kurang lebih baru sebulan kami mengikuti aktivitas belajar mengajar disini. Seminggu itu merupakan masa-masa perkenalan sering disebut masa orientasi siswa atau MOS.

"Yap." Aku turun bergegas dari mobil .

"Hati-hati, Neng." Pak sopir menasehati.

"Iya pak. Makasih banyak ya."

avataravatar
Next chapter