webnovel

Hai, Kebetulan Sekali

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Sintia sudah harus bekerja lembur di hari pertamanya bekerja di stasiun TV.

Meski Kompas TV adalah media yang berada di bawah naungan Grup Yazeed, tapi mereka tidak diistimewakan sama sekali. Jika ingin mewawancarai calon presiden terkuat, mereka masih harus jongkok di depan pintu hotel seperti media lainnya. Berjongkok sampai hampir jam 8 malam hingga perut keroncongan.

Kabarnya, calon presiden terkuat, Sebastian Yazeed yang me-retweet cuitan dan memanggilnya adik ipar kini sedang makan malam di hotel ini bersama para pengusaha dan politisi yang mendukungnya.

Karena kelaparan, Sintia minum banyak air yang akhirnya membuatnya sangat ingin buang air kecil.

Tak disangka, begitu dia keluar dari kamar mandi di dalam hotel, dia mendadak bertemu dengan Julian Yazeed yang tengah mencuci tangannya di depan wastafel yang memang digunakan untuk pria maupun wanita. Perutnya tiba-tiba berbunyi. Sungguh adegan yang sangat memalukan.

Untuk mengurangi rasa malunya, dia berinisiatif membuka suara, "Hai, kebetulan sekali. Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Hari ini aku diterima bekerja di Stasiun TV sebagai reporter magang. Aku tidak menyangka akan menjaga pintu hotel di hari pertamaku bekerja. Aku belum makan malam sampai sekarang, menjadi jurnalis memang pekerjaan yang mengagumkan." 

Tanpa dia duga, sebelum dia menyelesaikan ucapannya, Julian sudah berjalan pergi meninggalkannya. Menganggapnya seperti udara tak kasat mata.

"...."

Sintia merasa semakin malu hingga benar-benar ingin memukul mulutnya sendiri.

Setelah keluar hotel, dia merasa semakin frustasi saat memikirkannya. Dia menyesal tidak bersikap dingin seperti pria itu tadi.

Adegan itu memenuhi pikirkan Sintia berkali-kali. Sampai pada akhirnya, jika adegan itu muncul kembali, dia akan langsung membayangkan menampar wajah Julian yang ada di dalam benaknya itu. Tepat saat dia merasa tenang, dia melihat calon presiden paling terkenal berjalan keluar dari hotel di bawah perlindungan pengawal.

Para reporter langsung berkerumun.

Di hari pertamanya magang, Sintia jelas masih belum berpengalaman. Qinara Caesar menyuruhnya untuk terlihat baik, tapi dia justru berdiri di belakang para reporter yang lebih berpengalaman, mendengar pertanyaan mereka sekaligus mempelajari pengalaman mereka.

Tatapannya mau tak mau jatuh pada Julian Yazeed dan Sebastian Yazeed.

Kabarnya, keluarga Yazeed memiliki dua putra, Sebastian Yazeed dan Julian Yazeed.

Satu terjun dalam dunia politik, dan satunya lagi pengusaha.

Jika Sebastian Yazeed adalah pemimpin masa depan negara Indonesia, maka Julian Yazeed adalah raja dunia bisnis. Tanpa dukungan finansial Julian Yazeed yang kuat, kampanye presiden Sebastian Yazeed tidak akan berjalan mulus.

Ketika para reporter melihat duo Yazeed itu keluar dari hotel bersama, mereka tentu tidak akan membiarkan Julian Yazeed pergi tanpa mengajukan pertanyaan.

"Tuan Yazeed, apakah gadis beruntung di Twitter hari ini adalah pasangan resmi Anda dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil?"

"Tuan Yazeed, apakah cuitan yang diunggah oleh gadis beruntung itu benar? Apa Anda sangat puas dengan gadis beruntung yang dijodohkan oleh negara kepada Anda?"

Sintia membeku, 'Rekan-rekan reporter, bisakah kalian mengajukan beberapa pertanyaan terkait politik sekarang?'

Julian tak berniat menjawab sama sekali. Namun, Sebastian yang ada di sampingnya, melingkarkan lengannya di bahu sang adik lalu tersenyum sambil berkata, "Apakah ada yang salah dengan kata-kata Adik Iparku?"

"Tapi, bukankah Tuan Yazeed penganut paham misogami garis keras. Bukankah beliau pernah mengancam akan menyiapkan kuburan jika ada yang menggodanya? Saya harap Tuan Yazeed dapat mengungkapkan nama gadis itu, kami sangat mengkhawatirkan keselamatan hidupnya sekarang."

Sintia memandang reporter laki-laki yang gigih itu, 'Aku akan mengingatmu!'

Dia tidak bisa menahan diri untuk menangkupkan kedua tangannya, 'Julian Yazeed, tolong jangan sebut namaku.'