webnovel

Apakah Aku Berhalusinasi?

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Sontak Tammy pun langsung memutuskan sambungan telepon itu, menghentikan Cikal yang terus bicara. Ia lalu berkata pada Julian dengan bersemangat, "Kak Julian, ada putri duyung di dalam, dia bahkan lebih cantik daripada Yana Xila."

"Kamu mabuk?"

"Tidak sama sekali. Apa kamu tidak tahu seberapa kuat aku minum? Cepat ke sini, ayo kita masuk dan memeriksanya bersama. Aku jamin kamu pasti akan melihatnya."

Hati Tammy sudah gatal karena tidak sabar. Begitu melihat Julian yang berjalan naik dan mendekat, dia langsung memberi isyarat ajakan, membiarkan Julian untuk pergi dulu, lalu mengikutinya sambil menggosok tangannya penuh semangat.

Julian berjalan perlahan mengitari kolam renang dan melihat sekeliling, "Di mana ada putri duyung?"

"Tidak, jelas-jelas barusan ada di dalam kolam."

Tammy berlari untuk menyalakan lampu, memandang air kolam renang yang beriak dan mencarinya dengan cermat. Matanya seakan berubah menjadi lampu sorot, tidak melewatkan satu sudut pun.

Namun, air kolam itu berwarna biru jernih. Jika memang ada putri duyung di dalamnya, mereka pasti bisa melihatnya.

Tammy menjambak rambutnya frustasi sambil berkata, "Tidak mungkin. Aku baru saja melihatnya dengan jelas. Apakah aku berhalusinasi?"

Julian menatapnya dingin, "Kembalilah dan sadarkan dirimu. Lalu pergi tidur."

Setelah itu, dia mengangkat kaki jenjangnya kemudian berjalan pergi.

Melihat Tammy yang tidak mengikutinya, Julian yang sudah sampai di pintu pun menoleh, "Belum pergi juga?"

"Kak Julian, aku benar-benar melihatnya. Aku tidak mungkin salah lihat. Mungkin saja dia bersembunyi, aku akan mencarinya…."

Suara Julian menjadi lebih dingin, "Jika kamu berani pergi main sampai pulang larut malam lagi, lihat saja, aku akan mematahkan kakimu!"

"Aku benar-benar…."

Sayangnya, Julian sudah keluar sebelum Tammy menyelesaikan ucapannya. Di kolam renang yang sepi itu hanya terdengar gema suaranya yang penuh wibawa, "Ayo."

Tammy merasa putus asa dan tidak punya pilihan lain selain mengikuti Julian. Ia berjalan ke pintu kolam renang sambil bergumam, "Apa aku benar-benar mabuk?"

Setelah mereka pergi, Sintia akhirnya keluar dari balik pintu.

Seolah-olah telah mengalami bencana yang mengancam hidupnya, dia menghela napas lega. Untung saja dia aman, kalau tidak, dia pasti akan ketahuan.

Sintia mengusap keringatnya lalu bergumam sendiri, "Aku tidak punya pilihan. Kalau aku tidak bersembunyi, maka aku pasti akan disuruh kembali dan mewarisi tahta!"

Larut malam, setelah memastikan tidak ada orang lagi di luar, Sintia akhirnya menyelinap keluar dari kolam renang.

Begitu kembali ke dalam mansion, dia mengambil segelas air kemudian duduk di sofa ruang tamu. Sambil minum, dia menyingkap piyama-nya untuk memeriksa kakinya. Tampaknya ruam yang ada di kakinya sudah memudar dan tidak gatal lagi. Baguslah.

Setelah Julian mengusir Tammy dan kembali ke mansion, dia melihat seorang gadis menawan yang duduk di sofa. Dia tampak menyingkap piyamanya dan mengagumi kakinya yang jenjang dan ramping.

Ekspresi Julian menggelap seketika.

'Apakah gadis ini tidak tahu kalau tindakannya itu bisa menjadi sumber kejahatan di mata pria manapun?'

Tidak ingin terpesona lagi, dia berteriak keras, "Apa yang kamu lakukan?"

Sintia tidak menyangka akan ada yang masuk di tengah malam begini, apalagi menegurnya dengan suara dingin. Tangannya yang tengah memegang segelas air panas bahkan goyah, membuat gelas itu bergetar hingga air panas tersebut tumpah ke kakinya. Dia terkesiap.

"Ah, panas!" Sintia melompat kepanasan.

Kening Julian berkerut. Hampir saja dia refleks ingin mendekat. Dia bisa melihat kulit putihnya yang memerah. Alih-alih menghiburnya, suaranya justru terdengar semakin dingin, "Bodoh, kamu bahkan tidak bisa memegang gelas dengan benar!"