webnovel

Aku Ingin Menikahinya!

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Kepala Sintia nyaris meledak saat melihat album foto yang ada di meja nakas samping tempat tidur, 'Apa ini kamar Julian Yazeed?'

'Tamat sudah! Apa yang akan Julian pikirkan tentang aku?'

Sintia turun untuk sarapan dengan suasana hati yang berkecamuk. Begitu sampai di ruang tamu, dia mendengar suara bersemangat seorang pemuda.

"Kak Julian, aku masih memikirkannya semalaman. Aku yakin pasti ada putri duyung yang berenang di kolam tadi malam. Pagi ini aku pergi ke kolam renang lagi dan menemukan sisik ikan ini."

Sintia terpaku, 'Sisik ikan?'

Semalam, dia keluar dari kolam dengan tergesa-gesa. Dalam kepanikannya, dia tidak tahu apa yang mengenai ekornya. Rasa sakit itu membuatnya terkesiap, 'Apa mungkin ada sisik yang terlempar saat itu?'

Sial, kenapa dia ceroboh sekali? Dia meninggalkan bukti!

"Kamu yakin ini sisik ikan?"

Suara pria asing lainnya terdengar di ruang makan. Dia adalah Cikal Judith. Dia dua tahun lebih tua daripada Tammy. Tahun ini, usianya menginjak 24 tahun.

Tammy berteriak, "Memangnya ini apa kalau bukan sisik ikan? Lihatlah warna sisik ikan ini, biru keemasan dengan kilauan putih mutiara. Sangat menawan dan indah. Aku jatuh cinta padanya. Oh, ikan impianku. Mulai sekarang, dia akan menjadi cinta pertamaku!"

Cikal memutar bola matanya, "Bukankah kamu sudah memiliki cinta pertama sejak usia 3 tahun?"

"Omong kosong. Mulai sekarang, satu-satunya cinta pertamaku adalah dia! Aku harus menemukannya. Dia pasti ada di mansion ini, aku akan menikahinya!"

Sesaat setelah Tammy menyatakan niatnya, suara Julian tiba-tiba terdengar, "Pergi dan selidiki masalah di Kota Semarang dan Desa Songbanyu di Yogyakarta. Zayn, belikan Tammy tiket untuk hari ini. Masalah ini sangat mendesak. Beli tiket untuk pagi hari supaya dia bisa pergi secepat mungkin."

Tammy terlonjak, "Apa? Kenapa aku ditugaskan ke Semarang dan Desa Songbanyu Yogyakarta? Pasti ada banyak nyamuk di desa perbatasan itu saat musim hujan begini. Mungkin bahkan tidak ada penginapan di sana. Mana mungkin tuan muda sepertiku ini akan tahan? Kak Jul minta orang lain saja untuk pergi."

"Aku hanya bisa mempercayaimu." Ucap Julian sambil memberinya tatapan penuh kepercayaan.

Tammy yang naif pun langsung tersentuh dengan kepercayaan ini sehingga membuatnya berbalik pergi dan melalui semua penderitaan itu tanpa ragu.

"Tinggalkan sisik ikan itu."

Tammy kembali berhenti kemudian menyembunyikan sisik itu di tangannya layaknya harta karun, "Kenapa?"

Julian berkata, "Simpan. Aku akan membantumu menyelidiki cinta pertamamu itu."

"Oh, benar juga. Kak Jul, kamu harus menjaganya. Jangan sampai menghilangkannya. Aku akan mencari toko perhiasan untuk membuatnya menjadi liontin , jadi aku bisa menggantungnya di leherku. Ini adalah tanda cinta antara aku dan cinta pertamaku."

Sintia berjalan masuk ke ruang makan dengan gugup.

Dia melihat ke arah suara itu, tidak menyangka jika orang yang menganggap sisiknya sebagai harta karun itu adalah pria feminim.

Meskipun dia terlihat feminim, tapi gerak-geriknya tidak lemah gemulai. Hanya wajahnya saja yang terlalu kecil, feminim dan cantik. Yang paling menawan adalah mata jernihnya, bersih tanpa noda dan penuh dengan aura magis.

Ada juga satu pria pendiam di ruang makan ini. Dia bernama Fergie Molle. Pria itu penuh dengan aura maskulin, tapi dia pendiam. Dia makan sarapannya dengan tenang.

Fergie, Tammy, Cikal dan Zayn memiliki identitas yang sama, yakni putra angkat dari keluarga Yazeed.

Ayah Julian pernah bekerja di bidang militer dan mengalami sebuah kecelakaan yang menyebabkan rekan seperjuangannya di tim meninggal. Setelah pensiun dari militer, ayah Julian membawa anak-anak dari teman seperjuangannya itu ke rumahnya dan membesarkan mereka. Meskipun mereka bukan saudara kandung, tapi mereka tumbuh bersama dan memiliki hubungan yang bahkan lebih kuat daripada saudara kandung.

Mereka semua prihatin pada Julian yang dipilih oleh seorang gadis biasa dan tidak sepadan dengannya.

Begitu Sintia memasuki ruang makan, semuanya menjadi senyap. Semua orang memperlakukannya seperti udara tak kasat mata. Dan itu cukup memalukan.

Dia menggosok hidung dan berniat untuk pergi. Jika dia tahu Julian belum pergi, dia tidak akan turun tadi.

Namun, Cikal justru menyambutnya baik. Pria itu bahkan dengan antusias menarik kursi di sebelah Julian untuknya, "Kak Jul, apa ini gadis yang memilih nomormu? Namanya Sintia Yazid, kan?"

Meskipun Julian tetap bungkam, Cikal melambaikan tangan padanya dengan akrab, "Sintia, ayo duduk sini. Staf Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil akan segera datang berkunjung."

Sintia langsung berhenti, "Berkunjung?"