1 1. Sander Brandt

Dia nyaris saja di membunuhnya! Pria yang digandeng mesra oleh kekasihnya.

Seolah Arinda begitu bangga berjalan di samping pria itu.

Pria itu sungguh tidak sebanding dengan sosok Sander. Bagaimana mungkin Arinda lebih memilihnya. Kenyataan pahit lebih dari luka yang selama ini pernah dia rasakan. Wanita ini bukan hanya memberi luka baru, namun telah menggores luka lama dengan cara yang teramat pedih.

Karena memikirkan semua itu Sander terlibat dalam sebuah kecelakaan tunggal yang membuat tangannya terluka parah. Pikirannya melayang memikirkan cinta yang dengan kejam telah mencampakkannya. Luka yang parah dan goresan dalam. Dokter memberikan jahitan tanpa bius karena Sander butuh segera ditolong. Luka itu …

Dalam!

Perih!

Sakit!

Dan berdarah!

Dia menggigit sendok itu lebih kuat. Untuk menahan mulutnya agar tidak berteriak. Luka ini suatu hari akan jadi saksi sebuah pembalasan Sander akan kehidupan. Untuk dia yang telah meninggalkannya, yang telah melukainya, yang telah mencampakkannya!

Darah yang mengalir ini akan menjadi pengingat ketika Sander nanti bertemu kembali dengan rasa cinta!

***

"Selamat pagi! Semua dokumen yang kamu butuhkan sudah aku siapkan di meja kerjamu. Setelah selesai kau setujui dan tanda tangan panggil aku ya."

Gadis manis degan balutan celana panjang dan kemeja kekecilan itu adalah sekretaris Sander.

"Kenapa hanya dokumen yang siap?"

Lia tersenyum manja pada Sander, sebetulnya Lia adalah jurnalis di perusahaan media tempat Sander menjadi editornya. Namun, karena perilaku istimewa membuat Lia lebih banyak di dalam ruangan untuk mengurus dokumen yang Sander butuhkan.

"Harusnya seseorang siap untuk menerima teriakanku hari ini," bisik Sander di belakang telinga Lia.

Sambil berlalu meninggalkan gadis yang wajahnya mulai kemerahan akibat perilaku Sander. Dia melangkah menuju lift CEO. Meski Sander bukan CEO namun dia memiliki keistimewaan untuk mempergunakan semua fasilitas CEO. Karena Sander adalah editor kehormatan bagi perusahaan ini, Media Terkini.

Perusahaan media terbesar yang ada di Indonesia. Namun faktanya pemilik perusahaan ini adalah pria keturunan Jerman. Sander sendiri belum pernah bertatap muka langsung dengannya. Karena darah Jerman yang mengalir dalam dirinya, juga prestasi yang telah diraih maka dia dipercaya untuk menjadi editor kehormatan sekaligus pengelolanya. Dia adalah puncak pimpinan di perusahaan itu. Dia berhak mengambil keputusan dalam semua hal.

"Kenapa tidak satu pun yang bisa menjangkau? Jangan bilang bahwa tidak satu pun jurnalis yang bisa bekerja dengan baik sekarang!"

Brakkk!!!

Sander membanting telepon di meja kerja. Dia mengacak rambut ikalnya yang berwarna coklat. Lalu mengusap wajahnya yang terasa panas oleh emosi. Disamping ketampanan yang menghanyutkan, Sander memiliki watak yang mudah marah.

Dulu dia adalah pria pendiam yang lembut. Dia bahkan sanggup duduk untuk mengerjakan detail selama berjam-jam. Bermodalkan gelar sarjana jurnalistik, Sander berhasil menjadi editor terbaik paling muda di Indonesia lima tahun lalu, di usianya yang ke dua puluh.

Berbagai penghargaan juga penghasilan tinggi berdatangan. Perusahaan tempat Sander bekerja bahkan menawarkan gaji setara dengan direktur. Semua karena kemampuan Sander mengelola kata. Membuat setiap berita hasil olahannya selalu meledak di media.

Melesatnya karir Sander justru menjadi senjata makan tuan. Membuatnya kehilangan diri sendiri. Dia kehilangan cinta yang telah bersamanya lebih dari tiga tahun. Sander bahkan percaya bahwa yang bisa membuat dunia bertekuk lutut padanya hanyalah uang dan kekuasaan.

Sejak saat itu, pekerjaan menjadi dewa baginya. Sander rela melakukan apa pun untuk mencapai prestasi cemerlang dan membuat dunia mengenal namanya.

"Hey, kau membuat semua orang ketakutan beberapa hari ini."

Dalu masuk ke ruangan Sander tanpa mengetuk pintu.

"Kasus ini hampir setahun menjadi bisik-bisik dan kita perlu membuat kasus ini segera terungkap!" ujar Sander kesal.

"Untuk masuk ke tempat ini, orang perlu teknik khusus. Tidak semua orang bisa melakukannya."

"Kalau aku yang kesana, semua pasti bisa melakukan. Tapi dunia akan menertawakan perusahaan kita." Sander mendengus putus asa.

"Atau malah memberi tepukan luar biasa. Berita besar hingga seorang editor rela meninggalkan kantornya untuk mengejar berita itu."

Sander menatap pria yang ada di hadapannya. Pria berkulit coklat dan rambut gelap. Tampangnya lumayan, tapi dia hanya asisten Sang Editor hebat Sander Brandt. Wacana tentang meroketnya popularitas itu telah mempengaruhi pikiran Sander.

"Artinya seseorang yang ingin mendapatkan berita ini harus tinggal di sana untuk waktu lama."

Sander berbisik untuk dirinya sendiri. Namun Dalu mendengarnya dengan jelas.

"Dengar, kau bisa mempercayakan semua pekerjaan padaku. Lagi pula kau punya banyak asisten yang bisa membantumu. Pengambilan berita ini bisa sekaligus kau gunakan untuk menghirup udara segar. Lihat kulitmu mulai keriput akibat selalu di kantor dengan AC dan kertas."

Sander tersenyum mendengar seloroh Dalu.

"Tidak mungkin, meski di kantor kan kau tahu banyak yang keluar dan masuk di ruangan ini. Aku bahkan punya ruangan untuk menetralisir stressku saat bekerja."

Dalu melirik ke sisi ruangan sebelah kanan, ada sebuah lemari kaca besar dengan dokumen di dalamnya. Namun dibalik lemari itu ada sebuah kamar pribadi milik Sander. Dalam beberapa moment penting berita, Sander tidak akan pulang ke rumah. Dia akan menginap di ruang kerjanya.

Karena itu, perusahaan setuju untuk memberikan Sander fasilitas mewah dan pribadi. Sander adalah editor pemegang keputusan akhir tentang berita yang boleh dan tidak boleh tayang di perusahaan Media Terkini.

Perusahaan itu menaungi koran, televisi dan juga portal media. Semua dibawah otoritas Sander. Profesi yang cocok bagi penggila kerja seperti Sander. Namun sayangnya, masa lalu yang pergi karena Sander terlalu sibuk bekerja telah menjadi tamparan keras dan mengubah Sander seutuhnya.

Sander nyaris tidak pernah tersenyum, sifatnya yang perfeksionis semakin menggila. Juga temperamennya yang terkenal sangat tinggi di kalangan para Jurnalis Media Terkini. Dia tidak segan memecat seorang jurnalis yang tidak memenuhi keinginannya.

Kekuasaan ini juga yang berkali-kali Sander gunakan dengan sewenang-wenang. Sebagai sahabat, Dalu telah berkali-kali memperingatkan. Namun kekuasaan yang sedang Sander miliki membuatnya mengabaikan semua itu.

Meski begitu, Sander adalah seorang editor yang jujur. Pantang baginya mengijinkan berita yang berisi kebohongan untuk tayang. Semua berita yang melewati tangan Sander harus sudah teruji kebenaran dan bukti-buktinya.

Beberapa pejabat datang meminta Sander menayangkan berita untuk kepentingan pribadi dan pencitraan. Dengan tawaran uang, wanita dan harta. Namun bagi Sander profesinya sebagai Editor adalah sebuah kehormatan yang tidak mudah dia dapatkan. Sander tidak akan menukar dengan apa pun.

"Lia, masuk ke ruanganku!"

Beberapa menit kemudian, gadis seksi itu telah berdiri di hadapan Sander. Lia yang semula mengira Sander sedang menginginkan dirinya, mendadak malu. Karena ada Dalu di dalam ruangan Sander.

Gerakan gemulai untuk menggoda Sander pun kembali normal. Dalu hanya bisa menggeleng melihat kelakuan sekretaris Sander.

"Ini dokumen yang sudah aku periksa. Sampaikan pada kepala redaksi bahwa semua ini bisa tayang segera. Untuk tayangan live, hubungkan langsung ke perangkatku. Aku akan memantau di sana."

"Baik, Pak," ujar Lia tersenyum manis pada Sander.

"Lain kali kancingkan bajumu sebelum masuk. Kecuali kau ingin semua orang menikmati pemandangan indah di ruanganku."

Sander mengedipkan mata pada Lia. Membuat Lia merah padam dan keluar dari ruangan Sander. Sementara Dalu melotot ke arahnya.

avataravatar
Next chapter