webnovel

Layak Bertemu, Masa Depan Terjadi (1)

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Setelah Gu Yu melampiaskan amarahnya pada Xu Weilai di dalam mobil. Kemudian Gu Yu pun menyuruh gadis itu turun dari mobil.

Dalam hati yang gundah, Xu Weilai berjalan di sepanjang pantai sambil diselimuti angin yang dingin. Sesudah mendapatkan taxi, ia duduk di kursi belakang dan memeluk bahunya sendiri.

Ia tahu, hari ini bukanlah akhir dari segalanya, melainkan adalah awal dari sesuatu, entah baik atau buruk. Ia perlu belajar untuk beradaptasi dengan situasi ini.

Saat kembali ke rumah, Xu Weilai menerima telepon dari ibunya yang mengabarkan bahwa ayah Xu sudah sadar. Tidak ada masalah lagi pada tubuhnya dan sudah bisa istirahat. Mendengar kabar tersebut, Xu Weilai merasa tenang.

Setelah menutup telepon, ia pergi ke kamarnya. Saat itu juga, Xu Weilai mendapatkan email dari bosnya. Setelah mengecek email itu, ia berdiri. Tidak disangka, ia tak sengaja menabrak dan menjatuhkan setumpuk buku.

Xu Weilai segera membereskan buku-buku itu. Tiba-tiba ia melihat sebuah buku dengan sampul warna putih. Setelah terdiam sejenak, ia pun perlahan mengambil buku itu.

Itu adalah buku harian miliknya, lebih tepatnya, buku harian tiga tahun yang lalu.

Sebenarnya ia tidak punya kebiasaan menulis buku harian. Tapi sejak ia bertemu Gu Yu, ia tanpa sengaja mulai menuliskan tentang perasaannya dengan Gu Yu. Semua kenangan itu dituliskan di buku harian itu.

Semenjak masih kecil, Xu Weilai sudah tahu dirinya punya seorang tunangan. Semua itu karena Kakeknya yang menentukan pertunangan itu. Kalau sudah dewasa nanti, ia akan menikah dengan tunangannya itu.

Waktu itu, yang ia tahu tentang pernikahan adalah mempelai wanita memakai gaun pengantin yang cantik menggandeng mempelai lelaki yang memakai jas hitam. Setelah itu kedua pasangan bersaksi kepada Tuhan bahwa mereka akan menjadi pasangan suami-istri dan bahagia selamanya.

Saat itu ia tidak tahu bagaimana wajah dan bagaimana perawakan tunangannya. Hal yang diketahuinya hanyalah sebuah nama yang enak didengar, Gu Yu.

Ketika beranjak remaja, perasaan Xu Weilai mulai kacau. Saat itu, banyak idola drama yang sangat digemari. Ia pun mulai penasaran apakah tunangannya tampan? Berhati lembut? Apakah sama seperti idola di drama-drama yang tampan dan memiliki senyum menawan. 

Akhirnya, ia bertemu pertama kali dengan Gu Yu di sebuah pesta.

Waktu itu, Xu Weilai berdandan cantik seperti putri dan diantar oleh kedua orang tuanya ke pesta ulang tahun Gu Yu. Malam sebelumnya, Xu Weilai sampai tidak bisa tidur karena sangat gembira. Ia tidak sabar menunggu hari saat pesta itu dimulai. Meskipun ia belum pernah melihat Gu Yu, namun ia sudah mendengar banyak kabar dari orang-orang tentang dirinya.

Mereka bilang, Gu Yu sangat tampan, lebih tampan dari idola di film drama-drama yang ditontonnya. Ia juga seorang lelaki yang sangat cerdas. Dengan usia semuda itu, ia sudah mengenyam banyak pendidikan. Semua orang tampak sangat memujinya.

Saat itu, Xu Weilai sangat tidak sabar untuk bertemu dengannya, tapi tidak tahu apakah Gu Yu juga tidak sabar ingin bertemu dengannya?

Tahu dirinya diundang ke pesta ulang tahun Gu Yu, Xu Weilai menyiapkan hadiah untuknya. Ia sudah tahu hal yang disukai Gu Yu, jadi ia membuat sendiri gelang sebagai kado ulang tahun dan memberi selamat atas bertambahnya usia.

Tapi, kenyataan tidak seindah yang dibayangkannya.

Saat kedua orang tua Xu Weilai mengenalkannya pada Gu Yu dan mengatakan bahwa ia adalah tunangannya, Gu Yu hanya memandang Xu Weilai dingin.

Gu Yu lebih tampan dari yang dibayangkan Xu Weilai. Dia tinggi, tampan, seperti pemuda bangsawan pada umumnya. Sayangnya ia juga bersikap dingin dan membuat siapapun tidak ada yang berani mendekatinya.

Tidak hanya dingin terhadap Xu Weilai, tapi Gu Yu juga dingin kepada semua orang. Selain itu, ia juga orang yang selalu serius saat berbicara maupun berperilaku. Namun Xu Weilai tetap memberanikan diri menemui Gu Yu sendirian di balkon untuk memberikan kado. 

"Gu Yu, selamat ulang tahun!" Itu kali pertamanya Xu Weilai memanggil namanya. Saat itu Xu Weilai rasanya masih sedikit gugup mengucapkan hal itu.

Dengan malas Gu Yu melirikkan Xu Weilai. Kemudian ia menerima kado itu.

Belum juga Xu Weilai mengangkat senyumnya, ia sudah melihat Gu Yu mendekati tong sampah. Tanpa ragu, kado itu dibuang di tempat sampah itu.