webnovel

15 Payung Dan Hujan.

Saat aku sudah bersiap untuk menerobos hujan ini, tiba-tiba ada seseorang yang memayungi kepala ku.

________________

_______________

_____________

__________

________

Aku memutarkan tubuh ku ke belakang. Orang yang memayungi ku tersenyum ke arah ku. Seorang pria sedang berdiri di belakangku. Aku tidak mengenalnya.

"Kau yakin akan pulang, dengan cuaca seperti ini?" Tanyanya padaku.

"Aku tidak bisa menunggu sampai hujan reda." Jawab ku.

Selain karena hujan yang kelihatannya tidak akan berhenti dalam waktu dekat, aku merasa tidak nyaman berada terlalu lama di mall ini. Perasaan ku masih tidak enak. Aku masih merasakan ada seseorang yang terus mengawasi ku dari kejauhan.

"Kalau begitu, bawalah payung ini." Dia menyerahkan pegangan payung ini kepadaku.

"Bagaimana dengan mu? Apa kau tidak memerlukan payung ini?" Ku terima payung ini sambil menunggu jawaban dari pria ini.

"Tidak apa. Aku hanya perlu berlari sebentar untuk sampai ke parkiran. Aku membawa kendaraan." Pria ini menjawab pertanyaan ku dengan tersenyum.

"Tapi, apakah kita saling mengenal?" Tanya ku was-was pada pria ini.

Kenapa dia dengan mudahnya meminjamkan payungnya kepada ku? Tapi wajahnya terasa tidak asing. Aku mencoba untuk mengingat-ingat kembali.

"Kau tidak ingat padaku?" Pria ini bertanya, seolah-olah tidak percaya, bahwa aku sudah melupakannya.

"Oh, aku ingat!" Seru ku padanya.

"Sungguh, kau sudah ingat siapa aku?" Senyum pria ini semakin lebar.

"Kau adalah orang yang tidak sengaja aku tabrak tadi saat kita berada di pasar swalayan, kan? Aku sungguh-sungguh minta maaf atas kejadian tadi. Itu karena aku sedang terburu-buru." Ingatan ku kembali tentang pria ini.

Tadi dia sedang berhenti sambil membawa troli, saat aku terburu-buru untuk pergi ke kasir, aku tidak sengaja menabraknya. Tapi, kenapa aku tidak melihat dia membawa barang apapun di tangannya?

"Yah, kau ingat juga." Tapi ada ekspresi kecewa pada wajahnya.

"Kemana barang belanjaan mu?" Aku menyuarakan apa yang aku pikirkan.

"Barang?" Dia terlihat bingung dengan pertanyaan ku.

"Aku tadi melihat kau membawa troli yang terisi penuh." Jelas ku padanya.

"Oh, benar. Aku akan mengambilnya nanti." Katanya.

"Kalau begitu aku akan pulang terlebih dahulu. Dan terima kasih atas payungnya." Ucapku padanya sambil menyudahi percakapan kami.

Aku tidak terlalu mengenalnya dan sepertinya aku sudah terlalu lama mengobrol dengan pria ini. Aku tersenyum padanya sebelum menuruni anak tangga yang terdapat di lantai depan mall ini. Pria ini hanya mengangguk padaku. Di bawah payung ini aku berjalan keluar dari halaman mall ini. Tiba-tiba aku mendengar suara klakson mobil dari arah belakang ku. Aku melihat mobil bewarna hitam berhenti di sampingku saat aku menoleh. Jalan keluar dari mall ini masih luas, kenapa mobil ini berhenti seolah aku menghalangi jalannya? Di balik mobil aku melihat si pengemudi mulai menurunkan kaca jendelanya.

"Masuklah Emily, biar aku antar kau pulang." Christ ternyata si pengemudi mobil ini.

"Tidak perlu repot-repot, aku bisa jalan kaki." Kata ku sambil berjalan meninggalkan mobil hitam ini.

"Ayolah, lagi pula hujan belum reda." Christ membujukku sambil menjalankan mobilnya pelan mengiringi langkah kaki ku.

Hujan memang belum reda, tapi sudah tidak terlalu lebat seperti tadi. Aku menolak Christ karena tidak ingin merepotkannya. Ku pikir mungkin rumahnya berbeda arah denganku.

"Sudahlah kau pulang saja, aku tidak akan menaiki mobilmu." Tolakku lagi setelah kami sudah hampir sampai pada jalan sempit menuju rumah ku.

"Aku memang ingin sekalian mampir ke rumah mu." Kata Christ di balik kursi kemudi.

"Untuk apa? Kau ingin Bie menemani mu? Jadi kau sedang bosan. Tidak bisa, ini sudah malam mungkin sebentar lagi Bie akan segera tidur." Tolakku pada pria yang memakai kemeja hitam ini.

"Bukan, aku ingin mengambil sesuatu. Ada barang ku yang tertinggal di rumah mu." Christ menghentikan mobilnya setelah melihatku berhenti.

Kenapa dia tidak bilang dari tadi. Paling tidak kan aku tidak harus sampai merasa kedinginan seperti ini.

"Baiklah. Kalau kau memang memaksa." Kataku sambil berjalan ke sisi sebelah mobilnya.

Apa lebih baik aku duduk di belakang saja. Ku buka pintu belakang sisi kiri mobil ini sambil memegangi payung. Sebelum masuk aku melihat ada beberapa kantong plastik di atas kursi mobil ini.

"Duduklah di depan, Emily. Aku khawatir barang-barang belanjaan ku akan rusak kalau kau duduki." Ucapan Christ memang sungguh menyebalkan.

Mana mungkin aku akan menduduki barang-barang ini, kalau pun aku duduk di kursi ini, pasti akan aku pindahkan. Ku tutup pintu ini lalu aku berpindah ke pintu depannya. Aku duduk terlebih dahulu lalu aku menutup payung ini. Ternyata payung ini bisa di lipat, maka ini memudahkan ku untuk memegangnya.

"Kau taruh saja payung mu di bawah." Christ berucap sambil mulai melajukan mobilnya.

"Maaf, mobil mu jadi basah." Ku letakkan payung ku, lalu memasangkan sabuk pengaman di tubuhku.

"Tidak masalah. Aku hanya perlu membawanya ke tempat pencucian mobil." Christ berkata sambil mulai memasuki jalan sempit ini.

Dasar sombong! Aku sedikit penasaran dengannya, kenapa aku selalu bertemu dengannya di mall. Dari awal pertemuan ku sampai pertemuannya dengan Bie. Sebenarnya apa yang dia lakukan disana? Mungkinkah dia salah satu pegawai di sebuah toko yang berada di dalam mall? Tapi, kalau di lihat dari penampilannya sepertinya, bukan. Karena aku selalu melihatnya berpenampilan rapi. Dia selalu memakai kemeja dengan lengan panjang dan sepasang sepatu. Pemilik toko mungkin, itu terdengar sedikit masuk akal.

"Apa yang kau pikirkan, Emily?" Christ bertanya setelah menepikan mobilnya di depan rumah ku.

"Aku tidak memikirkan apapun." Kata ku padanya yang sudah mematikan mesin mobil ini.

Dari kaca depan mobilnya, aku melihat hujan sudah mulai reda. Tapi masih ada rintik-rintik hujan menetesi kaca depan mobilnya.

"Tapi sedari tadi kau hanya terdiam." Sekarang Christ sudah mengalihkan pandangan ke arah ku.

"Aku pikir, kita tidak cukup dekat. Jadi aku tidak perlu mengobrol pada mu selama di perjalanan, kan?" Ku lepaskan safety belt ini.

"Justru itu, kita memang tidak cukup dekat. Tapi kau kenapa selalu memandangiku selama aku mengemudi?" Seketika ucapannya membuat ku terdiam.

Perjalanan dari mall menuju rumah ku hanya beberapa menit saja, jadi dia akan merasa kalau aku memandanginya terlalu lama. Padahal aku hanya meneliti penampilannya.

"Aku hanya melihat cara mu mengemudi. Karena hujan, bisa saja kau tidak hati-hati lalu akan menabrak seekor kucing, mungkin." Jawab ku asal.

"Kalau kau menghawatirkan itu, seharusnya kau membantuku untuk melihat jalanan di depan. Apakah wajah ku terlihat seperti kaca spion?" Kata Christ sambil terkekeh.

Sial! Lagi-lagi dia mempermainkan kan ku dengan kalimatnya. Aku sudah merasakan pipiku mulai memerah karena malu. Dia jago sekali kalau berdebat.

"Baiklah terima kasih atas tumpangannya." Kata ku untuk menutupi rasa malu ku.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Sebelum sempat bertanya aku melihat Christ melepaskan sabuk pengamannya juga. Pasti dia akan turun juga. Tapi, setelah sabuk pengamannya terlepas dari tubuhnya, Christ mencondongkan tubuhnya ke arah ku. Semakin lama wajahnya mulai mendekati wajah ku. Aku hanya bisa terdiam tanpa berkedip. Dapat ku lihat rambut-rambut halus tumbuh di sekitar rahangnya. Deg!

*ToBeContinued*