1 Dilema

Bab 1

Meysa berusaha menerima perjodohan ini. Sebagai baktinya kepada orangtua yang telah membesarkan dan mendidiknya. Akan tetapi bisakah dia membuka hati untuk mencintai jodoh pilihan orangtuanya. Bisakah anak tiri menerima kehadirannya. Serta mantan istri yang sering mengusik hidup mereka.

*******

"Pa ... Ma! Meysa berangkat kuliah ya," ucapnya terburu-buru sambil mencium punggung tangan kedua orangtuanya.

"Hmm ... pasti kesiangan lagi, belakangan ini Meysa sering tidur larut malam demi menyelesaikan tulisan skripsinya," jelas Mama ke Papa.

Papa menyudahi sarapannya. Diam sambil tertegun memikirkan sesuatu. Akhir-akhir ini

terlihat perubahan di dirinya. Tubuhnya yang mulai ringkih termakan usia, kulit mulai keriput, rambut pun sudah banyak di tumbuhi uban, pertanda usia telah memasuki senja.

"Boleh aku berbicara sesuatu," ucap Papa.

"Ada apa kelihatannya serius amat?" tanya Mama.

"Aku berniat menjodohkan anak kita dengan anak temanku, namanya Harry.

Ia menjabat sebagai manajer di perusahaan orangtuanya.

"Apa Meysia bersedia menerima ide kamu, Pa?" tanya Mama

"Kita tidak ada pilihan lagi, bila anak kita mau di jodohkan maka biaya kuliahnya akan terselamatkan. Hutang ku ke orangtua Harry akan lunas," jelas si Papa sambil menerawang menatap langit dapur.

Sudah setahun belakangan ini, usaha yang di kelola Papa Meysa mengalami kemunduran. Biaya hidup semakin meningkat. Sudah tidak cukup untuk membiayai empat orang di dalam rumah ini, ada Papa, Mama, Meysa, dan seorang adik lelakinya yang bernama Kiki yang masih SMA. Satu mobil sudah terjual, sertifikat rumah sudah tergadai. Tinggallah satu sepeda motor yang di pakai Meysa untuk transport kuliahnya. Adiknya menggunakan angkot karena sekolahnya tidak begitu jauh dari rumah mereka.

*******

Saat ini Meysa tengah mempersiapkan kelulusannya. Tekadnya untuk jadi Sarjana Manajemen harus segera terwujud. Untuk mendapat penghasilan Ia nyambi berbisnis online. Menjual baju, sepatu, tas, kosmetik apasaja yang  diinginkan temen kuliah atau pelanggannya di medsos, pasti bisa di orderkannya. Hampir setiap hari waktunya di sibukkan dengan buku-buku tebal, dan mesin printer. Soal lelah, sudah pastilah ... demi membahagiakan kedua orangtua dan membantu biaya kuliah dan sekolah adiknya, Ia rela melakukan itu semua.

Sembari menunggu dosen di samping kantor, Ia mengingat semua perjuangan untuk sampai di tahap ini. Kampus ini banyak menyimpan kisah cintanya. Kekasihnya yang pergi menghilang tanpa kabar. Belakangan di ketahui sudah balikan dengan mantannya.

Untuk apa mempertahankan lelaki yang tak serius mencintainya. Tapi ya sudahlah ... jodoh sudah di atur Tuhan. Ia lebih memikirkan kondisi Papanya.

Belakangan ini Ia melihat Papa sering sakit, jarang membuka usahanya. Padahal toko busana itu lah satu-satunya penghasilan keluarga ini. Mama hanya seorang ibu rumahtangga. Tak terasa lamunanku di kaget kan oleh suara orang yang belakangan ini sering ku kejar dimana pun berada.

Ya ... Bu Devi sedang mengomel dan melotot hampir lompat tuh biji mata, melihat ke arahku.

"Hey ... dari tadi di panggil kok tidak menyahut?" seru Bu Dosen sambil berkacak pinggang di depanku.

"Habisnya dari tadi di tungguin, Ibu tidak keliatan. Saya tanya kebagian admin kantor, di suruh tunggu saja.

Orang penting susah di ajak ketemu, kalah Ibu Pejabat," ledekku.

"Mana tugas skripsi kamu, biar saya koreksi. Waktu saya tidak banyak!"

Sombong amattt, batinku dalam hati.

Sembari menyodorkan makalah ke meja Bu Dosen.

Kelihatan Bu Dosen membolak-balik kan kertas sambil mengernyitkan dahinya, mencoret beberapa tulisan di makalahku.

"Saya beri waktu tiga hari untuk meralat tulisan itu ya, kabari saya kalau sudah selesai!" perintahnya. Sambil meletakkan begitu saja berkas di atas meja, Ia pun berlalu dari pandanganku meninggalkan aroma parfum nya yang kadang harum, kadang anyep tercium di hidungku yang bangir ini.

Aku melihat coretan di makalah tadi.

Duh ... Tuhan, padahal susah payah aku melakukan riset ke kantor itu, masak harus balik lagi kesana, mana karyawannya pada jutek lagi. Aku memijat dahi untuk menghilangkan pusing di kepala ini.

Sambil berjalan menyusuri parkiran, mata ku jelalatan kesana kemari mencari sepeda motor milikku.

Loh ... kok tidak ada, biasa ku parkir kan di bawah pohon dekat pos sekuriti. Keringat mulai bercucuran, cuaca panas terik lagi.

"Mey ... nyari apa sih, kok muka mu pucat begitu, berkeringat lagi?" tanya farah si sohib baik hati.

"Duh, bantuin yuk nyari sepeda motorku!" pintaku semakin panik.

"Sebentar ya." Farah berlalu meninggalkanku

Sambil merogoh, aku cari kunci kontak di dalam tas ini. Buku dan berkas semua ku keluarkan. Kunci yang di cari tidak ketemu juga.  Aku menengadahkan wajah ke langit. Matahari serasa di atas kepala, menyilaukan mata yang mulai berair. Aku terduduk di bawah pohon rindang di sela parkiran ini.

Bagaimana kalau sepeda motor itu hilang. Apa yang akan ku katakan kepada orangtuaku. Hanya itu satu-satunya kendaraan yang kami punya. Aku menyeka airmata yang mengalir di pipi, pikiranku kalut.

Dari jauh kelihatan Farah berjalan berbarengan dengan Sekuriti kampus. Aku beranjak dari duduk dan menyeka airmata sekali lagi.

"Sudah, jangan menangis," ucap Farah sambil memelukku. Ku lihat dia senyum sambil melirik Sekuriti di sebelahnya.

"Lain kali jangan ceroboh lagi ya Non.

Kunci kontaknya di cabut jangan di gantung begitu saja. Bahaya lo!" ucap sekuriti sambil menyerahkan kunci kontak ke tanganku.

Ternyata ketika aku terburu-buru mengejar Bu Dosen tadi pagi, kunci kontak lupa ku cabut.  Seperti biasa setelah mahasiswa masuk semua, Sekuriti wajib keliling melakukan patroli di pelataran parkiran. Kelihatan ada kunci kontak sepeda motor yang masih tergantung. Tidak tahu kepunyaan siapa, lalu sekuriti mendorongnya ke pos penjagaan.

Aku mengucapkan terima kasih berkali-kali ke Sekuriti, sambil memeluk Farah sahabatku.

"Loh, seharusnya saya dong yang di peluk, Non! Kan saya yang nemuin sepeda motornya!" protes Sekuriti itu sambil cengengesan mengedipkan mata ke arah Kami.

"Oh, peluknya dalam hati saja ya Pak," ejekku sambil menstater sepeda motor.

Hmm ... si sekuriti menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil berlalu.

"Selesai ini kamu hendak kemana Mey?" tanya Farah.

"Aku harus pulang Far, hendak memeriksa berkas ini. Makalahku banyak yang salah. Bu Dosen hanya memberi waktu singkat untuk memperbaikinya," jelas ku.

"Oke lah, sampai ketemu besok ya," ucap kami hampir berbarengan.

*******

Tak terasa hari telah sore ...

Alhamdulillah, sampai juga di rumah.

"Assalamualaikum Ma!" ucapku.

Koq sepi rumah ini, pada kemana ya.

"Maaa, Maaa!" panggilku. Tidak ada juga sahutan dari dalam rumah.

"Mbak Mey, ini kunci rumahnya! Tadi di titip ke Saya. Papa mbak Mey tiba-tiba pingsan, jadi dibawalah oleh Mama ke Rumah Sakit menggunakan taksi," jelas Bu Lili tetangga sebelah rumah.

"Oh, terima kasih ya Bu," 

"Iya, sama-sama Mbak Mey," ucap Bu Lili sambil berlalu.

Aku lalu mengambil hape, dan menelfon Mama. Panggilan ku tersambung, setelah mendapatkan alamat Rumah sakitnya. Aku langsung tancap gas kesana.

*******

 Sesampainya di Rumah Sakit.

"Assalamualaikum Ma!"

"Waalaikumsalam!" Mama membuka pintu.

Langsung ku peluk wanita separuh baya ini, keliatan matanya sembab habis menangis.

"Apa yang terjadi, bagaimana keadaan Papa, Ma?"  tanya ku dengan panik.

Sambil menghela nafas berat, Mama menjelaskan bahwa kondisi Papa drop, hingga pingsan, karena banyak fikiran.

Aku terdiam membisu mendengarkan ucapan Mama.

Ma ... Maaa,  terdengar suara Papa memanggil."

Ia mulai siuman, sambil membuka mata melihat sekelilingnya. Mungkin mendengar suara berisik ku, langsung mengembalikan kesadarannya.

"Papaaa ... apa yang di rasakan sekarang?" ucapku sambil memeluk dan merebahkan kepala di sampingnya.

Sepertinya Papa hendak membicarakan sesuatu, tapi kelihatan ragu untuk memulainya. Lalu Mama menengahi, menjelaskan perlahan maksud Mereka untuk menjodohkan Aku dengan anak koleganya.

Aku diam terpaku, sambil duduk bersandar di dinding kamar. Apa mungkin aku menikah dengan orang yang tak ku kenal, dan belum mencintainya. Tapi bagaimana dengan biaya kuliah. Tabunganku telah terpakai untuk modal jualan online. Seribu pertanyaan berkecamuk di dalam kepala ini.

Bersambung ....

avataravatar
Next chapter