2 PERIH

Seorang gadis berkerudung biru terkejut ketika seorang pria tua masuk ke dalam kamarnya, tidak ada ketukan pintu atau izin masuk terlebih dahulu.

"Kenapa yah?" tanya gadis itu memastikan.

"Ikut ayah keluar! Ada hal penting yang harus ayah bicarakan." ucap Daris.

Daris adalah ayah kandung dari gadis cantik itu, ia bernama Kanaya Hunaisi Az-Zahra. Sedangkan ibu kandung Naya meninggal ketika adik Naya berusia satu bulan, serangan jantunglah yang menjadi penyebab ibu Naya meninggal.

Suasana ruang keluarga yang sempit menjadi hening seketika ketika Naya duduk di kursi dengan menggendong adik kecilnya yang sangat lucu.

"Naya, ayah mau kamu segera menikah!" perkataan Daris membuat Naya tersentak, bulatan matanya sempurna terlihat.

"Ma-maksud ayah apa?" Naya memastikan lagi, ia berharap apa yang diucapkan ayahnya itu salah.

"Ayah mau kamu menikah secepatnya!" Daris mempertegas ucapannya.

Naya benar-benar tidak percaya dengan apa yang diucapkan ayahnya. Ia tidak habis pikir kenapa ayahnya bisa menginginkan itu dari Naya, sedangkan ayahnya pun tau Naya masih terus berusaha mengejar mimpinya menjadi chef.

"Maaf ayah, Naya gak bisa." tolak Naya halus.

"Kamu harus menikah! Ayah sudah siapkan jodoh terbaik untukmu. Sahabat ayah akan menjadi suamimu, hidupmu akan terjamin dengannya." tatapan Daris memburu nafas Naya.

Naya langsung menunduk sempurna, ia menatap adik kecilnya yang bernama Mauren. Tentu ia tidak akan rela meninggalkan Mauren dan mimpinya itu.

"Ta-tapi yah, Naya gak bi..."

"Menikah dengan sahabat ayah, atau pergi dari rumah ini selamanya dengan adikmu itu?!!" amarah Daris memuncak setelah Naya terus menolak perjodohan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari.

"Ayah, Naya belum mau menikah. Naya masih ingin memperjuangkan cita-cita Naya, agar masa depan Mauren terjamin. Sekarang umur Mauren masih 6 bulan yah, Naya akan bantu cari uang." tolak Naya lebih halus lagi.

"Alah cita-cita, ingin jadi chef? Sebelum ibumu meninggal, uangku malah habis cuma karena beli bahan masakan yang gak pernah jadi. Argggh, kalian cuma bisa nyusahin saja!!" Daris menggebrak meja yang ada di hadapannya, membuat Mauren terbangun dan menangis.

Tiba-tiba Naya termakan emosi, nafasnya meronta-ronta ingin keluar.

"Uang ayah habis bukan karena Naya, tapi karena ayah menikah diam-diam dengan bunda. Ibu meninggal ketika ayah membawa bunda dan Ken ke rumah ini, ibu kena serangan jantung gara-gara itu." ketakutan Naya akan sikap ayahnya yang pemarah pun runtuh ketika hatinya menjerit kesakitan di kala mengingat kejadian ibunya meninggal.

"Diam kamu! Menikahi Bunda sudah menjadi keputusan ayah, kamu tidak berhak mengatur kisah ayah. Yang ayah inginkan, kamu hanya menikah dengan sahabat ayah. Kalau tidak, sana pergi dan keluar dari rumah ini. Bawa adikmu juga, biar hidupku tenang bersama Ken dan Bunda." bantah Daris tanpa melihat wajah Naya.

Dengan cepat Naya masuk ke dalam kamar sambil terus meneteskan air matanya, ia akan mengambil keputusan tanpa berlama-lama. Pergi dari rumahnya mungkin akan menjadi hal yang baik untuknya, ia tidak bisa jika mimpinya disepelekan seperti itu.

Naya membereskan barangnya dan barang adiknya. Soal tempat, ia juga masih belum tau harus tinggal di mana.

"Bu, maafin Naya ya. Naya lakuin ini karena Naya yakin, Naya bisa menggapai cita-cita Naya. Naya juga pasti bisa membuat hidup Mauren lebih baik lagi, semoga Ibu tenang ya di sana." air mata Naya mengalir lebih deras saat dirinya memasukkan foto ibu kandungnya ke dalam tas.

Tidak lupa, Naya mengambil cobek yang selalu menemaninya masak ketika bersama ibunya. Cobek itu ada sejak Naya lahir, bahkan ketika bayi pun Naya selalu bermain dengan cobek itu.

"Ini peninggalan ibu satu-satunya yang menjadi penyemangat Naya sekarang, Naya akan jaga terus cobek ini Bu. Keberadaan cobek ini, membuat Naya selalu merasa Ibu ada di samping Naya." tarikan senyum di bibir Naya terlihat sangat tipis, ia sepertinya sangat merindukan ibunya itu.

Setelah selesai mempersiapkan semua barang yang akan dibawa, Naya keluar kamar dan berhenti di depan kamar ayahnya. Ia harus pamit terlebih dahulu, meskipun hatinya sudah sangat sakit.

"Ayah, Naya pergi. Ayah sehat-sehat di sini ya," tangan Naya meraba pintu kamar ayahnya, ingin rasanya memeluk hangat tubuh ayahnya itu. Tapi apalah daya, ayahnya tidak benar-benar menyayangi Naya, ia selalu membuat hati Naya sakit dengan ucapannya.

Naya pun pergi menjauhi rumahnya, gang demi gang dilewati hingga sampai di jalan raya.

"Kayaknya aku harus minta bantuan Dito deh," Naya meraih handphone bututnya, ia berniat menelepon sahabat yang selalu ada setiap waktu untuknya.

Jelas Dito sangat terkejut ketika Naya meminta dirinya dijemput di pinggir jalan, Naya pun langsung meminta Dito agar segera datang menjemputnya karena Mauren sudah sangat rewel.

Sepuluh menit ditunggu, akhirnya Dito datang dengan motor tuanya. Ia melihat Mauren sedang menggendong bayi kecil dengan pakaian tertutup dan hijab berwarna biru, seperti yang dikenakan di rumahnya tadi.

"Lo mau kemana emang, sampe bawa tas segede gini?" tanya Dito kebingungan.

"Ayahku minta agar aku menikah secepatnya dengan sahabat seusianya. Jelas aku menolak, dan akhirnya ayahku memberikan pilihan yang tidak sama sekali aku bayangkan. Ia menyuruhku memilih untuk menikah dengan sahabatnya, atau aku dan Mauren pergi dari rumahnya. Meskipun berat, akhirnya aku harus memilih pergi dari rumah." Naya berusaha kuat di depan Dito, pria yang menjadi sahabatnya sejak masa kanak-kanak hingga lulus sekolah.

Dito menggeleng tak percaya dengan apa yang dilakukan Daris kepada anaknya, hatinya merasa sedikit kesal setelah mendengar apa yang sudah terjadi.

"Gue tau Lo itu ingin memperjuangkan cita-cita Lo, dengan itu Gue siap membantu kapanpun. Tapi kita akan pergi ke mana sekarang?"

Naya menunduk, ia tau betul kondisi keuangannya saat ini. Tidak ada uang jajan sepeser pun, hanya ada uang tabungan selama ia sekolah.

"Antarkan aku ke kostan yang murah, karena tabunganku gak aka cukup jika dihabiskan untuk bayar uang kostan saja." pinta Naya dengan tatapan yang sendu.

Melihat itu Dito langsung menyuruh Naya naik, dan akan mencarikan kostan yang diinginkan Naya tadi.

Lama berputar-putar di jalan hanya untuk mencari kostan, akhirnya Dito menemukan kostan yang lumayan murah. Kondisi kostannya memang tidak begitu bagus, tapi masih layak pakai.

"Di sini aja mau?" Dito meminta persetujuan Naya.

Dengan cepat Naya menjawab, "Aku lebih baik di sini, uang kosannya pun tidak terlalu mahal." matanya terus menatap plang besar bertuliskan harga bayaran kos yang murah.

Naya dan Dito turun, lalu menemui ibu kostnya yang jarak rumahnya tidak jauh. Setelah deal, Naya akan tidur di sini malam ini. Tidak-tidak, bukan malam ini saja. Tapi malam-malam berikutnya, sampai dirinya mempunyai uang untuk pindah ke kosan yang lebih layak.

Dito membantu memasukkan tas Naya ke dalam kosannya, ia berharap Naya nyaman di kosan yang akan ditempati olehnya.

"Dit, maaf ya ngerepotin terus. Habis, sahabat Naya cuma kamu Dit." Naya tersenyum sambil memainkan kedua alisnya.

"Yeee biasa aja kali, kita itu udah sahabatan dari kecil. Masa gak saling tolong, aneh ini. Eh iya, bahasa Lo itu kurang enak didengar. Coba nanti ganti pake Lo-gue ya, gaul dikit Nay." Dito menyenggol lengan Naya dengan sikutnya.

"Halah motor butut aja mau rubah ke lo-gue," ledek Naya puas.

"Yaelah, pake disebut segala motor bututnya Nay." wibawa Dito hancur seketika.

Kanaya semakin terkekeh, ia rasa sakit hatinya perlahan menghilang karena mengejek Dito. Dito memang sahabat yang bisa diandalkan, ketika susah atau senang.

-------Hallo Readers-------

Selamat datang di novel terbaru aku. Semoga menginspirasi dan menghibur ya.

avataravatar
Next chapter