20 MENJADI PEMBANTU?!

   "Ah iya, sebentar!" Seno berusaha menyeimbangkan dirinya lagi. Ia merasa kalau sekarang tubuhnya sedang digunakan oleh orang lain. Ia tidak mengenali dirinya lagi, sungguh lemah!

   Dengan satu tarikan nafas, Seno mengembalikan lagi dirinya yang datar dan tegas. Ia bangkit menghampiri lemarinya untuk melihat cobek itu. Tapi, kedua mata Seno melotot saat cobek itu tidak ada di sana. 

   Seno tak buru-buru memberitahu Naya kalau cobeknya tidak ada di sana, ia akan mencoba rencananya yang sudah ia buat  tadi di dalam mobil. Ia berusaha untuk tidak terlihat panik di hadapan Naya, ia pun berusaha untuk tetap cool.

   "Jika kamu mau cobek itu kembali, kamu harus menyetujui satu persyaratan dariku!" tantang Seno.

   "Ko gitu?!" 

   "Karena aku membeli cobek itu dengan uang!" angkuhnya.

   "Tapi kan itu tidak ada kesepakatan antara aku dan kamu! Ayahku mengambil paksa cobek itu dariku, padahal sudah jelas-jelas cobek itu pemberian dan peninggalan ibuku." Naya tak terima.

   Seno menyeringai, lalu ia hempaskan tubuhnya di atas kasur dengan santai.

   "Hah, yasudah jika kamu tidak mau cobek itu kembali. Kamu bisa pergi dari sini!"  Seno berusaha tenang dan merasa tak butuh pada Naya. Padahal sejak pandangan pertama, hatinya sudah dibuat berdegup tak biasa. Cuma ya, keegoisan Seno lah yang menutupi itu.

    Naya mendengus kesal, tapi ia tak berani mendekati Seni yang sedang berbaring. Ia jadi bingung, harus menerima persyaratannya atau pergi tanpa membawa cobek miliknya. Padahal, jika ia tahu cobek itu sudah tidak ada di lemari Seno, tentu Naya akan pergi dengan cepat tanpa berpikir lagi.

   "Persyaratannya apa?!" tanya Naya.

   Mendengar itu Seno langsung bangkit dan melangkah antusias, lalu ia duduk di sofa dengan menyimpan kertas kosong, pena, dan materai di atas meja.  

   "Kamu harus menjadi pembantu di rumah ini selama satu bulan!" Tulis Seno dengan huruf kapital. 

   Mendengar persyaratan itu, Naya langsung mengernyitkan kedua alisnya. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pemikiran Seno.

   "Ko gitu?! Enggak ah, aku harus bekerja. Dan Mauren pasti membutuhkanku." tolak Naya.

   "Kerja apa?!" tanya Seno.

   Naya bingung, dirinya baru saja dipecat. Mana mungkin ia bilang bekerja di rumah makan.

   "Sebenarnya aku baru saja dipecat … " Naya menjeda ucapannya. " Tapi tidak apa, aku akan mencari pekerjaan lain. Jadi sepertinya aku tidak bisa menerima syaratmu itu!" lanjutnya.

   Dari sini Seno mengetahui jika Naya sedang menganggur, kehilangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan. Ia pun menawari hal yang gila lagi, "Aku akan membayarmu atas persyaratan yang aku berikan ini. Jadi, anggaplah kamu bekerja di sini!" ucap Seno berusaha meluluhkan Naya. Ia sangat ingin Naya berada di dekatnya, ia enggan untuk kehilangan jejaknya setelah pandangan pertama tadi.

   Mendengar itu Naya memikir ulang, di satu sisi ia butuh pekerjaan, sedangkan di sisi lain ia takut jika Seno macam-macam dan menculiknya lalu menjualnya.

   Seno tertawa dengan puas saat Naya mengatakan itu, ia mengatakan jika dirinya bukan penjahat. Berusaha meyakinkan Naya atas ucapannya, ia bangkit dan berjalan mendekati lemari berwarna cokelat kayu.

   "Lihat ini! Ini penghargaan ku selama aku hidup. Penghargaan dari sekolah, kampus, dan lain-lain. Inikah yang disebut dengan penjahat? Menurutku sih itu terlalu keren jika penjahat mendapat banyak penghargaan!" ucap Seno dengan nada sombong.

   Naya terpukau, ia sampai lupa mengembalikan matanya yang melotot.

   "Gimana?!" Seno memastikan.

   "Janji bayar?! Janji tidak akan berubah menjadi jahat?!" tanya Naya seperti anak kecil.

   Seno hanya mengangguk menahan kegemasannya, ia berusaha untuk tetap cool meski kenyatannya ingin mencubit pipi Naya.

   "Plis Sen, Lo itu bos perusahaan besar! Lemah sama cewek berhijab ini?! Aneh!" batin Seno menyadarkan.

   Dari sana Naya menandatangani persyaratan yang diberikan oleh Seno. Dengan mengucap bismillah, Naya menggoreskan penanya di atas kertas bermaterai. Seno menatap wajah Naya dari dekat, ia pun menatap Mauren bergantian. 

   "Materai? Jika aku melanggar persyaratan ini, harus kena denda gitu? Atau hukuman? Terus mana cobeknya?!"  Naya baru menanyakan itu setelah penandatanganan. 

   "Soal itu sudah aku yang atur, kamu hanya perlu menjalani apa yang sudah disetujui barusan! Datang pagi-pagi dan buatkan sarapan untukku juga. Cobek, aku kasih besok!" tekan Seno merasa malu karena ketahuan menatap Naya sejak tadi, ia pun masih terus menutupi kegugupannya karena cobeknya tidak ada di sana.

   Naya pasrah dan bergegas pulang. Tanpa pamit dengan ucapan, Naya keluar kamar dan menutup pintu kamar Seno.

   "Naya!" panggil Seno membuat pintu itu terbuka lagi. Naya melirik dan menaikkan satu alisnya menanyakan ada apa.

   "Em jangan lupa besok! Datang tepat waktu." gugup Seno.

   Naya tak merespon dan langsung menutup pintu kamar Seno dengan rapat.

   "Gila! Bisa-bisanya gue gugup di depan Naya." keluh Seno sambil terus menepuk keningnya yang bersih tanpa noda.

   Tapi Seno senang, akhirnya Naya menyetujui persyaratannya padahal cobeknya tidak ada di sana. Mengingat cobek, Seno langsung panik lagi.

   "Cobek?! Mana cobeknya? Astaga! Ko gak ada di lemari. Apa jangan-jangan cobek itu bener-bener ajaib, terus dengan sendirinya pindah ke orangnya lagi?!" Seno semakin panik.

   Di satu sisi Seno sedang panik menghadapi masalahnya, sedangkan di sisi lain Dito mengomel ketika Naya datang menghampirinya.

   "Maaf Dit, tadi ribet banget di sana. Harus pake syarat dulu lah, apa lah." Jelas Naya.

   "Terus mana cobeknya?!" tanya Dito.

   "Katanya besok. Nanti deh gue ceritain lebih lengkapnya di kosan. Sekarang kita pulang dulu, terus makan siang!" ucap Naya mengakhiri pembicaraan singkatnya.

   Mereka pun pulang bersama lagi, lengkap dengan Mauren yang masih tertidur. Sebelum ke kosan, Naya diajak mampir ke rumah Dito. Dito memaksa Naya untuk makan dirumahnya, bersama dengan ayah ibunya Dito. 

   Tentu Naya menerimanya, karena Naya sudah anggap ibu dan ayah Dito sebagai ibu dan ayahnya sendiri. Mereka sudah kenal sejak lama.

   Setibanya mereka di kosan, Naya langsung masuk dan menidurkan Mauren perlahan. Ketika hendak menyimpan tasnya di nakas tua, Naya terkejut dengan keberadaan cobek yang ada di sana. Naya langsung mengernyitkan kedua alisnya dan berusaha untuk sadar, padahal Naya memang sudah sadar sejak tadi.

   "Dito!!!" teriak Naya.

   Dito langsung terperanjat kaget, ia bangkit dan berlari hingga gawang pintu kamar Naya. 

   "Kenapa Nay? Mauren kenapa?!" tanya Dito syok.

   "Enggak, enggak! Ini bukan soal Mauren, ini soal cobek!" Naya masih belum percaya.

   "Ini cobeknya ada di sini!" tunjuk Naya dengan ekspresi takut, terkejut, dan senang yang bercampur aduk.

   Dito pun ikut melotot saat melihat cobek yang benar-benar ada di sana, ia tak bisa mencerna pikirannya dengan baik. Sehingga ia masih terus melohok dan bingung akan apa yang ia lihat.

   "Itu beneran cobek kan Nay?!" tanya Dito.

   "Iya lah ini cobek, gue juga kaget tadi. Sempet gak percaya juga, tapi emang bener ini cobek Dit. Cobek gue, tuh ada tandanya, CN!" Naya menunjukkan tanda yang ada pada cobek itu.

   "Gila, gila!! Gokil emang ini cobek ajaib, emang udah jadi milik Lo sih ini mah!" Dito mengangguk-ngangguk.

avataravatar
Next chapter