webnovel

Change To Life

17+ Manda Hashilla harus menelan pil pahit ia mengetahui dirinya telah hamil sedangkan ia belum menikah. Manda tahu siapa ayah dari anak yang ia kandung, tapi ia tak berani mengungkapkannya. Dia adalah Erlan Airlangga Gantara. Teman satu angkatan Manda yang terkenal tajir, cool, cerdas. Pil pahit itu tak berhenti, setelah malam acara kelulusan ayahnya tak sengaja menemukan test pack yang ia gunakan. Ayahnya Manda marah dan langsung mengusir Manda dari rumah. Erlan yang berusaha mengingat malam pesta Reno akhirnya teringat. Ia telah merenggut sesuatu yang berharga dari seorang gadis. Lalu bagaimana mereka menjalani kehidupan? Dan bagaimana reaksi mereka jika ternyata yang merencanakan kejadian ini semua adalah orang yang tak terduga bagi mereka? . . . . Sesuatu yang bermula dengan keburukan tak mesti berakhir buruk pula. Berusahalah. Keajaiban itu ada.

fatikhaaa_ · Urban
Not enough ratings
187 Chs

17. Hari Pertama Erlan Kerja

Manda terbangun dari dekapan Erlan yang sedang telanjang dada. Tenang saja, kemarin malam tak terjadi sesuatu. Hanya Erlan yang bercanda pada anak anaknya.

"Ya ampun, hari inikan hari pertama Erlan kerja di kantor." Manda menepuk dahinya ia melihat jam untung masih ada waktu untuk mereka sholat dan sarapan.

"Lann... Erlan..." Manda menepuk pipi Erlan namun laki-laki itu tak kunjung membuka matanya. Manda melepas tangan Erlan dari atas perutnya. Ia melangkah menuju kamar mandi menyiapkan air hangat untuk Erlan mandi.

"Lan.."

Erlan terbangun ketika Manda menjepit hidungnya dengan tangannya membuat ia tak bisa bernafas. "Aa...Yang, ngantuk."

"Eh jangan tidur lagi, hari ini kamu pertama kerja loh Lan. Kita juga belum sholat, kamu buruan mandi gih," ucap Manda sambil mengelus pipi Erlan.

"Iya ya."

"Iya ya itu bangun Lan, bukan malah naikin selimut. Ayo ah keburu subuhnya habis loh." Erlan mendudukan tubuhnya lalu memeluk Manda menenggelamkan wajahnya di leher Manda. "Lan mandi sana."

Manda menghela nafasnya, "Sabar Man, sabar," batinnya melihat Erlan yang tak kunjung bergerak. "Ayo bangun, aku udah siapin airnya loh. Gih buruan mandi." Erlan mengangguk lalu berjalan gontai ke arah kamar mandi.

Manda berjalan menuju walk in closet memilih baju Erlan yang akan dia gunakan. Kemarin ia dan Erlan berbelanja jas dan kemeja sekaligus baju untuk Manda.

Manda mengambil kemeja putih, jas biru navy dan celana senanda. Manda mengambil juga dasi berwarna biru gelap bergaris putih. Ia menaruh baju pilihannya itu di gantungan baju dekat lemari. Sambil menunggu Erlan ia menggelar dua sajadah.

"Astaga!" pekik kaget Manda saat berbalik, di belakangnya ada Erlan dan dia hanya diam saja membuat Manda kaget. "Kamu tuh ngagetin deh. Udah wudhu?" tanya Manda sambil mengelus dadanya.

"Udah, kamu wudhu gih." Manda mengangkat ibu jarinya sambil tersenyum. Ia melangkah menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Sedangkan Erlan memakai pakaian pilihan Manda tanpa memakai jasnya, karena ia akan sholat terlebih dahulu.

Manda kembali lalu memakai mukenanya. "Udah?" tanya Erlan menatap Manda, Manda mengangguk. Erlan berbalik ia menyiapkan dirinya lalu mulai memimpin ibadah bersama istrinya.

Allahu Akbar.

. . . . . .

Manda menghampiri Erlan yang sedang di sofa kamar sambil memasukkan laptop dan berkas yang diberikan Papanya. "Dasinya ketinggalan. Sini aku bantu pakai." Erlan menutup resleting tas kerjanya lalu mendekat ke arah Manda.

Perbedaan tnggi Manda dan Erlan tak terlalu ketara jadi ia bisa menggapai leher Erlan. Erlan melingkarkan tangannya di pinggang ramping Erlan. Merapatkan tubuh Manda ke tubuhnya sampai ia bisa merasakan perut Manda yang menonjol.

"Aku kelihatan tua deh kalau pakai beginian," ujar Erlan sambil melihat kaca di sampingnya. Manda menghentikan tangannya yang sedang membuat simpul dasi. Ia menatap ke samping di mana kaca kamar mereka berada.

"Engga kok, cuma kelihatan dewasa." Erlan melempar senyumannya.

"Sudah. Ayo turun sarapan," ucap Manda. "Kalau kata Papa sama Bunda, morning kiss nya mana?" bohong Erlan. Papa dan Bundanya tak pernah bilang begitu, hanya Papanya jika sedang modus dengan Bundanya saja baru bilang.

"Engga, ayo keburu telat kamunya. Masa hari pertama kerja kamu telat." Erlan menurunkan bibirnya, istrinya ini membuatnya jengkel di pagi hari. Manda melepas tangan Erlan lalu berjalan menuju meja makan. Erlan menghela nafasnya lalu berjalan menyusul Manda tak lupa tas kerjanya.

Manda menyapa Bik Surti yang sedang menata masakan di atas meja. "Pagi Bik, Pak Mar mana Bik?" tanya Manda. "Lagi nyiapin mobil buat Aden Non. Mau Bibi panggilin?" tawar Manda.

"Iya Bik, kita sarapan bareng-bareng aja." Bik Surti sedikit kaget pasalnya jika dengan Tuan dan Nyonya Bibi dan Suaminya akan sarapan telat atau tidak sarapan.

"Eh gak usah Non, Non sama Aden dulu aja."

"Sarapan bareng aja Bik, udah jam segini loh nanti malah gak sarapan." Bik Surti mengangguk lalu memanggil suaminya.

Erlan turun menaruh tasnya di kursi sampingnya lalu ia duduk. Manda mengambilkan nasi dan lauk pauk buat Erlan, tak lupa ia mengambilkan air putih untuk Erlan. Bik Surti dan Pak Mar akhirnya juga ikut bergabung.

Erlan memakai jasnya, "Kamu engga sama Pak Mar?" tanya Manda. "Engga Pak Mar mau ke Papa, aku berangkat sendiri," jawab Erlan.

Manda memberikan tas Erlan lalu Erlan memasukkannya di jok sampingnya. "Hati hati kamu nyetirnya," kata Manda pada Erlan. Erlan mengangguk lalu mencium dahi Manda dan mengelus perut Manda, "Sayang, Ayah kerja duluan ya, jangan susahin Bunda. Aku berangkat dulu, kabari aku terus ya. Kalau kemana mana bilang aku ya."

Manda mengangguk, Erlan mengusap rambut Manda lalu menuju mobilnya. "Eh Erlan ada yang ketinggalan." Erlan yang hendak membuka pintu mobil langsung terhenti, ia mengingat-ingat perasaanya ia tak melupakan apapun. Manda berjalan ke Erlan. Ia memegang pundak Erlan lalu berjinjit.

Cup..

Manda mengecup pipi kanan Erlan, "Semangat kerja Ayah." Manda langsung lari masuk kedalam rumah meninggalkan Erlan yang mematung di samping mobilnya.

"Dasar bumil."

Erlan masuk kedalam mobilnya sambil senyum yang terus ia kembangkan. Sedangkan Manda berlari sambil memegang kedua pipinya membuat Bik Surti keheranan.

Manda menuju kamar mandi ia belum sempat mandi tadi. "Kyaa!! Aku malu banget!!" Teriak Manda di dalam kamar mandi. Ia masih terbayang oleh kejadian tadi pagi. "Aduh Bunda malu banget nih Nak."

Erlan sudah sampai di depan kantor Papanya. Ia di sambut oleh karyawan dan orang kepercayaan Papanya, Sam. Erlan berjalan dengan memasang wajah datarnya, ia risih dengan tatapan para karyawan wanita yang terlalu menatapnya intens.

Erlan menutup hidungnya, ia kira tadi pagi ia tak mual maka hari ini ia akan terbebas dari rasa aneh di perut dan tenggorokannya. Ternyata hanya belum mulai saja muntah nya. Sekarang Erlan butuh banget kamar mandi. "Sam acara setelah ini apa?" tanya Erlan dengan informal karena memang Sam dan dirinya tak terpaut jauh usianya.

"Perkenalan Lo ke karyawan."

"Bisa di tunda gak? Sumpah Gue pingin muntah," pinta Erlan. Wajahnya sudah merah menahan gejolak di perutnya. "Oke Gue undur waktu jadi pas istirahat." Erlan menepuk pundak Sam mengucapkan terimakasih. Ia langsung menuju lift ke lantai paling atas bersama Daniel sedangkan Sam mengurus acara di bawah.

Erlan memutahkan isi perutnya di dalam kamar mandi ruangannya. Sarapannya tadi pun sudah ia keluarkan. Tenggorokannya sudah sakit dan panas, kepalanya juga pening, tapi perutnya selalu menekan seakan belum semua keluar. Erlan mencengkram pinggiran wastafel dan kembali memuntahkan isi perutnya.

Oek... Oek... Oek..

"Lo gak papa Lan?" teriak Danial di luar sana. "Woi jawab Lan!! Gue teleponin Bunda ya?!" kata Daniel. Erlan menggeram ia sedang berjuang dan Daniel malah berteriak padanya. Untung teman kalau bukan udah Erlan pecat, gak sopan banget.

"Woi Lan Lo jadi bisu?!" teriak kembali Daniel. Erlan membasuh mulutnya lalu membuka secara kasar pintu kamar mandi itu. "Lo tuh ya, Gue lagi muntah anjing! gak sopan Lo sama atasan! Gue pecat baru tahu rasa Lo!" semprot Erlan pada Daniel.

Daniel kaget iya, tiba-tiba saja Erlan membuka pintunya lalu marah-marah padanya. "Lo juga gak sopan, Gue lebih tua dari Lo. Lo juga kenapa sih marah-marah kayak cewek Lo, ngapain juga Lo bisa pecat Gue,Gue kan kerja buat bapak Lo bukan Lo, " jawab Daniel dengan santai.

Erlan menggeser tubuh Daniel yang menghalangi jalannya dengan kasar membuat Daniel hampir saja terjatuh, untung dia menjaga keseimbangannya. Erlan mendudukkan bokongnya di kursi kebesarannya mulai saat ini dan menatap malas Daniel.

"Pergi Lo," usir Erlan. "Oke. Ntar Lo buka email di situ, semua itu udah ada tanggal dateline nya Lo kerjakan semuanya ya. Bye Erlan," ucap Daniel sambil mengambil kunci mobilnya.

Erlan membuka email itu, matanya langsung membesar. "Anjing kenapa banyak banget dateline yang hari ini sih! Ini pasti kerjaan Sam sama Daniel nih. Kutu kupret!!"

Sam dan Daniel yang masih ada di depan pintu ruangan Erlan dan sedang mengintip itu terkikik geli. Mereka sengaja memilah berkas saat tahu Erlan akan membantu mengurus perusahaan, dan melimpahkan semua pada Erlan. Hitung-hitung ucapan selamat datang dari mereka berdua.

"Tuan telepon nih," ucap Sam saat melihat ponselnya. Papa Erlan sudah menghubungi mereka untuk melakukan rencana yang baru saja mereka susun bersama Erlan tentunya. "Saatnya beraksi."

Manda saat ini sedang bosan di dalam kamar, ia ingin menelpon teman-temannya tapi jam segini mereka semua pada kuliah sedangkan Bunda sedang di rumah sakit.

Biasanya jika di kontrakan Manda sedang bersih-bersih rumah, mencuci, atau sedang ngobrol bareng Bu Hera dan ibu lainnya. Tapi itu semua sudah tak bisa Manda lakukan. Mertuanya dan Erlan melarang keras Manda mencuci baju ataupun bersih-bersih rumah. Manda akhirnya memilih untuk turun ke lantai satu mungkin di sana ia bisa menemukan ke sibukkan.

Terlihat Bi Surti yang baru saja selesai bersih-bersih. Manda menghampiri Bi Surti mungkin Bibi punya saran untuknya. "Halo Bi," sapa Manda membuat Bi Surti kaget, "Astaga Non saya kaget banget. Gak tahu kalau Non Manda ada di sini, saya kira hantu Non."

"Hehehe Maaf ya Bik. Bibi setelah ini mau ngapain?" tanya Manda.

"Bibi mau mandi Non setelah itu istirahat. Non Manda butuh sesuatu?" tanya Bibi. Manda mengerucutkan bibirnya, "Manda bosen Bik, Bibi gak punya ide apa gitu?" ucap Manda meminta saran pada Bibi.

"Non Manda ke teman belakang aja. Kasih makan ikan atau santai santai di sana Non, cuacanya bagus buat berjemur. Mau Non?" tawar Bik Surti pada Manda. Manda jelas mengangguk ia butuh sesuatu untuk mengisi waktu luangnya.

Bik Surti mengembalikan vacum cleaner itu terlebih dahulu baru mengajak Manda menuju taman belakang rumah ini. Manda merebahkan tubuhnya di kursi santai dibawah payung dekat kolam renang. Sedangkan Bik Surti sedang mengambil makanan ikan karena beliau lupa memberi makan ikan hias itu.

"Bik tiduran disini Bik," ucap Manda saat Bik Surti selesai memberikan makan ikan. Awalnya Bik Surti menolak tapi Manda yang memaksanya akhirnya Bik Surti mengikuti Manda yang rebahan di kursi itu. Mereka saling bertukar cerita keseharian terkadang juga hal hal yang bersangkutan dengan kehamilan.

"Rumah selalu sepi kayak gini ya Bik?" tanya Manda menatap Bik Surti. "Iya Non, Nyonya biasanya ngurus hotel, tapi semenjak Tuan masuk rumah sakit Nyonya biasanya siang pulang buat mandi dan siap siap kerja terus sore atau malam jam enam pulang. Kalau Tuan jam segini biasanya di kantor pulangnya pasti malam malam, kalau pulangnya sore juga biasanya karena ada tamu mau ke rumah. Den Erlan dulu juga lebih sering menginap di rumah temannya."

Manda menatap payung biru laut yang menghalangi sinar matahari menerpanya. Pantas saja Erlan selalu bercerita lebih banyak tentang dia dan teman-temannya. Erlan juga dulu lebih sering terlihat berangkat sekolah bersama Gani atau Reno kadang keduanya. Disini Manda tahu mengapa Erlan selalu bilang hidupnya terlalu monoton.

"Bibi udah punya anak?" tanya Manda. "Sudah Non, anak saya yang pertama kelas dua SMA dan anak kedua saya kelas tiga SMP."

Manda mengangguk-angguk, "Bibi kalau pulang jam berapa?"

"Tergantung Non, kalau Tuan sama Nyonya belum ada yang pulang ya saya disini, kadang kalau sudah malam sekali Nyonya minta saya dan suami menginap. Tapi jam kerja saya cuma sampai jam enam saja, nunggu Nyonya pulang kerja."

Manda dan Bik Surti terus berbicara ini dan itu kadang Bik Surti mengajukan pertanyaan seputar kehamilan Manda ataupun yang lainnya. Manda merasa senang, walau hanya mengobrol begini ia merasa punya kegiatan, walau ia pingin sekali jalan jalan atau bertemu dengan teman-temannya.

Erlan sedang berkutat di meja dan komputernya. Ia kelelahan sekarang, tubuhnya yang masih lemas karena mual tadi pagi, sekarang di tambah ia harus mengejar dateline. Erlan memijat dahinya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya menari di atas keyboard. Erlan sesekali menggelengkan kepalanya mengusir rasa lelahnya.

Ia jadi membandingkan hal ini dengan pekerjaan sebelumnya, OB. Disini Erlan memang duduk tak berjalan ke sana dan kemari, tak mengangkat barang dari sudut ke sudut. Tapi punggung, perut, kepala, mata, kaki, tangan Erlan terasa sakit semua. Erlan menatap satu tumpukkan kertas di depannya, "Satu lagi Lan, abis itu selesai," semangat Erlan dalam hati pada dirinya sendiri. Erlan mengambil berkas itu mencocokan dan mendatangi jika sudah beres dan cocok.

Tok.. tok.. tok

Wanita berperut besar itu membuka pintu Erlan sambil permisi. Dia adalah sekretaris Papanya, Mbak Rosalin. Wanita hamil berumur dibawah lima tahun Papa dan Bundanya. "Mas Erlan, ini ada yang harus ditandatangani segera. Bapak dan Ibu saya telepon gak bisa-bisa jadi saya minta persetujuan Mas Erlan aja."

Papanya pasti sengaja tak mengangkat telepon kantor dan Bundanya mungkin sedang ada pekerjaan makanya gak bisa angkat telepon. Erlan meminta berkas itu lalu membaca seksama. "Ini udah pernah di bicarain sama Papa Mbak??" tanya Erlan.

"Udah Mas, tapi waktu itu Bapak ada beberapa koreksi jadi sekarang di benahi. Itu hasil dari rapat waktu itu." Erlan membolak balik kertas itu lalu mengangguk, "Gak papa Mbak, ini udah pas."

Erlan mengambil bolpennya lalu menggoreskan tinta di atas kertas polos itu. Ia menyerahkan berkas itu pada Mbak Rosalin. "Makasih ya Mas, saya tinggal dulu Mas Erlan."

Ponsel Erlan berdering menampilkan nama Reno di sana. "Halo Ren, kenapa?"

("Lo ada minggu ini ada waktu gak Lan, mau bahas masalah kemarin. Ada hak yang harus Lo tahu")

"Lusa, setelah Gue rapat siang. Entar Gue kirim alamatnya."

("Oke")

Erlan sekarang mulai penasaran, apa yang akan Reno bicarakan. Apa Manda ini tentang Manda atau tentang terornya waktu itu. Ah memikirkan ini membuat Erlan rindu dengan wajah istrinya itu. Erlan lantas membuka ponselnya mencari nama Manda dan mengajaknya video call. Erlan terlebih dahulu merapikan rambutnya agar tak terlalu berantakan dan wajahnya yang pucat tak begitu ketara.

("Halo Lan")

Video itu langsung menampakkan wajah Manda yang sedang tiduran di kasur. Mata Manda terlihat seperti orang yang mengantuk.

"Kamu mau tidur atau bangun tidur?"

("M-Mau tidur, kamu udah istirahat? ini masih jam sebelas loh, masa udah jam makan siang.") Manda terlihat sedikit malu-malu dengan Erlan, suaranya juga gugup ia masih teringat insiden tadi pagi.

Erlan terkekeh, "Kan kangen kamu."

Tiba-tiba kamera Manda menjadi gelap, tanpa Erlan ketahui Manda sedang tersenyum malu-malu di dalam kamar. "Man? Kok gelap?"

Manda menarik nafasnya lalu menaruh ponselnya di depan wajahnya. ("Eh tadi jatuh, kamu gak lagi sibuk emang?")

Erlan memutar kameranya menunjukkan tumpukan kertas yang sudah habis setengah. "Itu terakhir, setelah itu tinggal nyicil yang dateline besok. Kamu ngapain aja dirumah?"

Manda mengerucut bibirnya membuat Erlan meringis gemas, ("Cuma ngobrol sama Bik Surti. Mau masak tapi Bik Surti ngelarang aku katanya Bunda gak bolehin aku masak, Mau bantu tapi Bik Surti malah nyuruh aku diam aja. Sedih banget Lan.")

Erlan memandang Manda yang sedih, ia tahu Manda yang terbiasa mengerjakan sesuatu sendiri. Ketika seperti ini pasti ia merasa sedikit berbeda. "Bundakan khawatir sama kamu sama kembar. Nanti aku bicara deh sama Bunda, biar kamu bisa masak."

Manda tersenyum cerah bahkan matanya sampai menyipit, ("Terimakasih ya.")

"Iya sama sama. Kamu udah minum susu?" Manda mengangguk ia menunjukkan gelas yang sudah kosong karena ia baru saja menghabiskannya.

"Udah makan?" Manda kembali mengangguk.

("Kamu udah makan?")

"Abis ini, kan baru mau mulai istirahatnya. Kamu lanjut tidur gih, aku matiin ya?"

("Iyaa, semangat kerjanya.")

"Kiss nya? Tadi pagi dapat kiss masa siang ini engga" Manda jadi malu terhadap Erlan. Erlan mengingatkan hal tersebut.

("Ih Erlan d-dah ah aku mau tidur. Bya Lan, selamat kerjaa yang semangat ya.")

Erlan tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah malu Manda dan juga nada suara yang gugup. Manda juga langsung mematikan sambungan telepon itu membuat Erlan jadi tahu betapa malunya dan salah tingkah Manda saat ini.

Sampai pandangannya mengarah ke berkas di atas mejanya, "Ah hampir lupa kalau ada yang menunggu."

.

.

.

.

Tepuk tangan meriah menutup pembicaraan Erlan tentang perkenalan dirinya dan harapan yang ingin ka lakukan bersama perusahaan. Erlan serasa akan menggantikan ayahnya menjadi pemilik perusahaan padahal dirinya masih menjadi wakil.

Erlan menelusuri satu persatu wajah karyawan yang ikut menyambutnya di jam istirahat ini. Disini Erlan cukup sadar ada beberapa orang yang menatapnya ragu dan kurang suka. Erlan memaklumi itu, pasti mereka berpikiran anak berumur delapan belas tahun bisa apa dengan perusahaan besar ini. Tenang saja Erlan akan membuktikan semua hal yang ia pelajari selama ia belajar bisnis bersama tutornya dan Papanya.

Acara ini di tutup, Erlan memutuskan untuk jam istirahat ditambah untuk saat ini, karena para karyawannya banyak menggunakan jam istirahatnya untuk ini. Saatnya untuk makan siang.

Erlan terlebih dahulu menunaikan ibadah sebagai umat islam. Pegawai disana cukup kaget ketika Erlan bergabung di sana ketimbang beribadah di lantai atas didalam ruangannya. Erlan mengabaikan tatapan itu, baginya ia hanya ingin beribadah lalu makan dan kembali menuju ruangannya. Kertas-kertas itu sudah menunggunya.

. . . . . .

Erlan memasuki kantin kantornya ia tiba-tiba ingin memakan pecel. Tapi melihat antrian itu Erlan jadi malas sendiri, akhirnya ia memilih untuk memesan gado-gado setidaknya makanan itu mirip dengan pecel yang ia inginkan.

Erlan memakan makanannya itu di kantin ia malas jika harus naik turun. Semua orang mencuri pandangan ke arah Erlan. Entah karena mereka heran atau mereka terpesona oleh aura dan ketampanan Erlan. Erlan memasang wajah cueknya karena nyatanya ia memang cuek, ia hanya ingin fokus makan. Sesekali ada yang menyapanya.

Setelah selesai Erlan membayar makanan itu lalu menuju ruangannya kembali. Erlan mulai bekerja kembali. Ia menarik nafasnya lalu ia menghembuskan nya dengan kasar. "Oke jangan nambah ya kertas."

Tangan Erlan mulai mengetik keyboard komputer itu sesekali ia memandang kertas lalu komputernya. Ia lalu mengambil kertas itu membaca lalu meneliti nya, kadang ia membuka file file di komputernya untuk mencocokkan data atau melihat lainnya.

. . . .

Hari sudah semakin sore, Erlan baru saja selesai rapat dengan para petinggi perusahaan sekaligus perkenalan diri. Erlan sempat hampir saja mengeluarkan emosinya ketika ia sempat di sindir, tapi dengan tenang ia bisa membuktikan bagaimana dirinya berpengalaman. Jelas berpengalaman, Papanya selalu memaksakannya menjajal bisnis di usia muda, bahkan ia punya tuto sendiri.

Petinggi perusahaan ada yang menyukainya ada yang juga tidak menyukainya. Dan Erlan mulai tahu siapa saja yang setia dengan Papanya dan siapa yang hanya baik di depan. Sepertinya Erlan harus sedikit was was disini, hanya Sam, Daniel dan Mbak Rosalin yang bisa ia percaya.

Tok... Tok.. Tok...

Sebuah ketikan menghentikan pemikiran tentang para petinggi perusahaan. Erlan mempersilahkan orang yang mengetuk pintu untuk masuk. Pintu itu terbuka menampilkan wanita dengan kemeja ketat, rok span, berhak merah. Erlan menatap malas wanita-wanita yang seperti ini, tujuan dia pasti tidak hanya satu saja, pasti ada tujuan terselubung.

"Permisi Pak. Saya ingin memberikan laporan kerja sama perusahaan ini dengan perusahaan Yor cooperation. "Maaf meja sekretaris perusahaan ini ada di depan ujung sana silahkan anda ke sana."

"Oh saya tadi ke sana tapi tak ada orang saya juga cukup menunggu lama dan saya melihat anda masuk ke ruangan ini."

Erlan mengerutkan dahinya, ia masih ingat jelas bahwa Mbak Rosalin ada di mejanya setelah rapat tadi. Mau tak mau Erlan mempersilahkan wanita itu untuk duduk di depannya dan menerima berkas yang wanita itu bawa. Erlan membaca dengan seksama sambil menahan mual di perutnya. Parfum wanita itu sangat mengganggu indra penciumannya.

"Maaf sebelumnya nama anda siapa?" tanya Erlan. Dengan suara yang manja dan wajah yang dibuat manis wanita itu menjawab, "Nama Saya Angel, saya perwakilan dari perusahaan Yor Cooperation."

Erlan tahu wanita itu sengaja merendahkan tubuhnya mempertontonkan belahan payudaranya yang seksi. Erlan laki-laki normal ia sadar itu, tapi ia cukup waras membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Lagi pula ia memiliki istri yang sudah paket komplit, jadi buat apa melirik lirik. "Baik Mbak Angel. Maaf sebelumnya Saya tidak bisa memberikan jawaban sekarang karena pemilik perusahaan sedang tidak ada. Jadi saya bisa memberikan jawaban paling lama tiga hari kedepan, nanti melalui sekretaris perusahaan."

Tiba-tiba wanita itu berdiri, ia mendekati Erlan mendudukkan tubuhnya di pangkuan Erlan. Erlan sudah dapat menebak ini akan terjadi melihat bagaimana ia berjalan dan memberikan berkas, ia pasti hanya orang bayaran yang diminta mengantarkan berkas dan ada maksud terselubung yaitu menggoda patner kerja dan membuatnya menerima dengan cepat.

Erlan menutup hidungnya, aromanya semakin membuat perutnya berputar-putar. Angel mengganti posisi duduknya dengan mengkangkang di pangkuan Erlan. "Kenapa ganteng harus besok, bagaimana hari ini saja, langsung yes maybe," ucap Angel sambil tangannya mengelus dada Erlan.

Erlan mendorong tubuh Angel begitu saja, ia sudah tak tahan ingin muntah. "Silahkan anda keluar pintu ada di sana. Dan saya harap betulkan lebih dahulu pakaian Anda dan jangan menggunakan parfum beraroma seperti ini."

Erlan melangkah ke kamar mandi tak peduli dengan tanggapan wanita yang sudah terduduk di lantai sambil meringis kesakitan. Erlan mengunci kamar mandi dan memuntahkan semua.

Oek... Oek..