20 Saling Bertemu?

"Kok dia ga duduk di samping gua lagi ya?"

"Kok dia ga ngajak gua ke kantin bareng lagi ya?"

"Kok dia udah ga suka kasih tau kunci jawaban ke gua pas ulangan ya?"

"Kok dia ga nyanyiin gua lagu lagi pakai gitarnya ya?" Begitulah berbagai pertanyaan yang terlintas di otakku ketika aku mulai memperhatikan tingkah Gilang yang katanya suka denganku.

Namun faktanya berbeda. Ketika aku mulai mengasih perhatian ke dia, mulai mencoba mendekatkan diri kepadanya, justru dia semakin menjauhiku. Apakah ada yang salah denganku? Sepertinya tidak. Terakhir kali aku dengan dia mempunyai hubungan yang baik-baik saja. Tidak ada masalah apapun dengannya. Entahlah, mungkin teman-temanku saja yang salah memberi nilai kepada Gilang jika dia menyukaiku. Karena kenyataannya sekarang Gilang sedang mendekatkan diri ke Dewi, teman kelasku juga.

"Yah keburu di ambil orang kan tuh Gilang nya." Ledek salah satu temanku.

"Apa deh lu, gua juga ga ngarepin dia."

"Eh tapi coba deh lu liat foto ini, mirip lu ga?"

Langsung saja aku melihat foto tersebut dan memperhatikan foto tersebut yang katanya mirip denganku.

"Engga. Beda jauh. Siapa emang itu?"

"Ini namanya Dinda. Dia itu mantan gebetannya Gilang dari SMP, dan katanya dia sempat dekatin lu karena lu itu mirip dia."

"Masa si? Tapi kalo kata gua ya, mirip Dewi."

"Nah itu Ki, karena dia sekarang udah sadar kalo Dewi lebih mirip Dinda daripada lu, makanya sekarang dia dekatin Dewi."

"Ga jelas dah. Masa suka sama cewek cuma gara-gara mirip sama gebetan dia yang dulu? Ga lucu banget."

"Iya, berarti dia suka sama wajahnya doang, dan dia masih terbayang-bayang sama cewek yang pernah dia sukain dulu."

"Engga banget deh."

"Mungkin karena dulu dia terlalu mencintai cewek itu. Makanya dia masih terus terbayang-bayang wajaynya."

"Ya tapi ga gitu juga lah."

Sekarang aku tahu alasannya kenapa Gilang menjauhi aku dan mulai mendekati Dewi. Karena alasannya adalah Dewi lebih mirip dengan Dinda, wanita yang dia sukai sejak SMP, tetapi sepertinya cinta mereka berdua itu tidak terwujud. Hanya bertepuk sebelah tangan, yaitu Gilang yang bertepuk sebelah tangan dengan Dinda.

Aku tidak habis pikir, ada lelaki seperti itu, yang hanya menyukai perempuan karena mirip dengan gebetannya di masa lalu. Lebih parahnya lagi dia meninggalkan seseorang karena dia sudah menemukan perempuan lain yang lebih mirip dengan gebetan dia yang dahulu.

Tidak perduli. Lagian sekarang aku sudah memasuki kelas 12 atau kelas 3 SMA. Kini aku hanya ingin fokus dengan sekolahku. Karena sebentar lagi ujian-ujian akan datang menghampiriku, dan aku harus siap menghadapinya. Lagi pula aku ingin mendapatkan Universitas Negeri ternama di Indonesia. Aku tidak boleh berleha-leha dalam masalah ini.

*****

Aku dan teman-temanku sekarang ini sudah mulai di hadapi dengan berbagai ujian. Mulai dari ujian harian, ujian sekolah, sampai sekarang kami akan di hadapi dengan ujian praktek. Ujian praktek yang lainnya aku sangat bersyukur karena aku bisa melewatinya dengan baik dan mendapatkan nilai yang lumayan bagus. Namun untuk ujian praktek mata pelajaran seni budaya kali ini aku cukup kesulitan.

Semua orang tahu jika seni melukis dan menggambarku tidak di ragukan lagi. Namun kali ini guru seni budayaku memberikan tugas ujian prakteknya di bidang seni musik. Aku tidak menguasai seni musik apapun. Hanya pianika saja, dan itu tidak di perbolehkan oleh guru seni buadayaku. Semua alat musik boleh di mainkan kecuali alat musik yang bernama pianika.

Waktu untuk pengambilan nilai ujian praktek seni budaya masih 2 minggu lagi. Aku memutuskan untuk belajar memainkan alat musik yang bernama suling dengan temanku. Namun baru sehari mempelajarinya saja sepertinya aku sudah kesulitan. Aku sulit sekali mempelajarinya. Sampai akhirnya aku memikirkan alat musik apa lagi yang bisa aku mainkan dan mudah untuk aku pelajari selama 2 minggu kedepan ini.

Aku melihat snap whatsapp Dewi sedang belajar gitar bersama Gilang. Sepertinya gitar memang alat musik yang tidak terlalu susah untuk di pelajari dengan waktu yang singkat dibandingkan dengan suling. Sayangnya Gilang sekarang sudah tidak dekat lagi denganku, sehingga aku tidak mungkin memintanya untuk di ajarkan olehnya. Lagi pula sudah ada Dewi di sana.

"Oh iya, Randi." Teringat satu nama yang selama ini juga aku tahu jika dia jago memainkan gitar. Banyak video-video yang dia unggah ketika dia sedang bermain gitar sekaligus bernyanyi. Langsung saja aku hubungi Randi pada saat itu juga melalui telepon.

"Hallo Ran."

"Yoo, kenapa?"

"Lu bisa main gitar kan?"

"Jago."

"Seriusan."

"Iya. Kenapa?"

"Ajarin gua main gitar dong."

"Bayar."

"Yailah apa-apa bayar lu. Seriusan nih, kepepet banget gua. Sekalian bawa gitar lu nya tapi, gua kan ga punya gitar, haha."

"Nyusahin aja lu. Udah minta di ajarin. Bawain gitar lagi. Males gua bawa-bawa gitar, jauh, susah naik motor."

"Lu kan punya tasnya, masa iya susah. Tinggal di gendong di belakang doang juga. Pleasee Ran. Tolongin gua."

"Ga."

Tut... Tut... Tut...

Telepon di putuskan secara sepihak begitu saja oleh Randi. Memang Randi orangnya itu sangat menyebalkan. Namun tidak biasanya dia sangat keras kepala dan menolak permintaan tolongku seperti itu. Biasanya dia selalu mau jika aku minta tolong kepadanya. Mungkin karena sekarang dia sudah dekat dengan Caca. Sehingga dia tidak ingin jika pendekatan dia dengan Caca itu hancur karena dekat dengan aku.

*****

"Assalamualiakum, Kia... Kia..."

Terdapat suara dari luar pintu rumahku yang memanggil namaku sangat keras sekali. Suara itu sepertinya aku mengenalinya, suara sahabatku sewaktu SMP, Elina. Langsung saja aku bukakan pintunya, dan ternyata benar, itu adalah suara Elina. Berharap Randi yang datang ke rumahku untuk mengajarkan gitar kepadaku, justru kini yang datang adalah Elina, perempuan yang sangat menyukai Randi

"Waalaikumsallam. Ih ya ampun, masuk-masuk."

"Gua cuma bisa kasih ini aja Ki," ucap Elina kepadaku.

"Ga usah repot-repot padahal mah. Lu main aja gua udah senang kok."

"Ah ga repot kok Ki."

Elina memang dari dahulu sering main ke rumahku. Namun semenjak SMA dia sudah jarang sekali main ke rumahku. Aku pun juga begitu, sudah jarang sekali main ke rumahnya. Maklum saja, karena kami berdua sudah memiliki kesibukan masing-masing. Namun kini Elina tidak datang sedirian, tetapi bersama kedua sahabatku yang lainnya. Yaitu Rania dan Riska. Aku ambil buah tangan dari Elina yang berisikan banyak kue enak di dalamnya. Langsung aku buka dan aku sajikan kembali kepadanya untuk mereka makan.

"Udah lama nih ga main El, Ibu gua suka nanyain lu tuh."

"Ah masa si? Sekarang mana Ibu lu?"

"Iya. Dia lagi pergi arisan keluarga sekarang."

"Yahh, sayang banget."

Di rumahku, aku dan yang temanku lainnya menceritakan perjalanan kami masing-masing selama memasuki masa putih abu-abu. Mulai dari Riska yang melanjutkan dirinya untuk aktif di berbagai organisasi, Rania yang kini sudah menemukan kekasih hatinya, dan Elina yang berhasil menciptakan berbagai macam juara untuk sekolahnya.

Sedang asik menceritakan itu semua, tiba-tiba terdapat suara seseorang lagi dari luar sana. Sepertinya aku mengenali suara itu. Itu adalah suara Randi.

"Ngapain dia ke sini? Tadi katanya ga mau ke sini," ucapku di dalam hati.

-TBC-

avataravatar
Next chapter