19 Cabut

"Ohh, ini orangnya," ucapku ketika mengetahui jika akun instagram milik Caca sudah tidak di privasi lagi. "Benar kata Randi, cantik, jauh banget sama gua."

Ketika aku sedang membuka akun instagramku. Tiba-tiba aku melihat ada snapgram yang di buat oleh Ihsan. Di dalam snapgram itu terdapat Ihsan yang sedang berada di sebuah perdesaan. Ketika aku melihat wajahnya, aku kembali teringat masa-masa indah bersamanya. Melihat wajahnya, seperti ada aliran listrik yang mengalir di dalam tubuhku. Sudah lama aku tidak melihat dan mengetahui kabar dirinya. Tanpa berpikir panjang, langsung saja aku mengirim pesan kepadanya.

"Itu dimana San?"

Tidak lama kemudian, Ihsan membalas pesanku. Sepertinya dia sedang free, sedang tidak berada di sekitar pesantren sehingga dia bisa bebas bermain ponsel.

"Di halaman pesantren gua Ki."

"Oh gitu. Kabar ginana nih San? Baik?"

"Alhamdulillah baik Ki. Lu gimana?"

"Alhamdulillah baik juga. Main lah sini ke Jakarta, wkwk."

"Iya deh kapan-kapan."

"Oke, di tunggu."

Saling bertukar kabar dengan Ihsan yang sangat singkat, dan berakhir dengan pesanku yang tidak di baca olehnya. Sepertinya untuk sekarang ini Ihsan sangat susah sekali untuk di hubungi. Apalagi untuk bertukar kabar kepadaku.

*****

Masa putih abu-abu. Masa yang katanya dimana seluruh orang yang merasakan masa tersebut sedang mencari jati dirinya. Masa yang penuh dengan cinta. Namun tidak bagi diriku. Cinta yang aku punya hanya untuk Ihsan. Yang mana Ihsan tidak menyukaiku dan justru kini dia telah pergi jauh dariku. Randi? Dia juga telah menemukan kekasih idamannya.

Sudah 1 tahun rupanya aku berpakaian putih abu-abu. Kini aku telah memasuki kelas 11 atau kelas 2 SMA. Di kelas 11 ini, pelajaran semakin sulit karena sudah terfokus ke pelajaran inti sesuai dengan peminatan.

Jurusan IPA mulai terdapat mata pelajaran tambahan seperti biologi, fisika, kimia, dan di tambah lagi matematika minat. Padahal jelas-jelas kami yang berada di sini tidak meminati pelajaran matematika sedikitpun.

Di luar jam pelajaran sekolah, aku tidak terlalu banyak mengikuti organisasi. Aku hanya mengikuti ekstrakulikuler tari saman saja dan pramuka yang diwajibkan dari pihak sekolah. Walaupun sebenarnya setiap hari Sabtu, aku tidak pernah mengikuti pramuka. Aku selalu bolos dengan teman-temanku. Entah itu cabut ke kantin, ke taman dekat sekolah, atau lebih parahnya lagi aku justru pernah cabut ke mall bersama keempat sahabatku di saat ekskul pramuka berlangsung.

"Oh kasihku kau membuat cinta, jatuh dari mata dan turun ke hati, tawamu buat aku tersenyum lagi." Lirik demi lirik lagu dari Hivi yang berjudul mata ke hati kami nyanyikan dengan suara gitar yang di mainkan oleh salah satu temanku.

Aku dan teman-teman sepercabutan ku kini sedang berada di rumah salah satu temanku yang dekat dari sekolah. Aku dan keenam temanku yang lainnya sekarang sedang memutuskan untuk cabut dari ekstrakulikuler pramuka. Padahal ekskul tersebut bersifat wajib, yang dilaksanakan setiap hari Sabtu. Namun tidak sedikit dari kami yang memilih untuk bolos di setiap ekskul tersebut di laksanakan.

"Ada anak pramuka lagi ke arah sini," ucap salah satu dari kami yang sedang cabut.

"Serius lu? Cabut cabut dari sini."

Walaupun kami sangat berani untuk cabut dari ekskul pramuka, tetapi ketika terdapat anak pramuka inti yang sedang berkeliling untuk menemui kami, kami berlari ketakutan. Karena jika kami tertangkap, berarti hari Senin besok kami akan berhadapan oleh guru BK kami yang sangat terkenal dengan kegalakannya.

Terlambat. Anak inti dari pramuka tersebut sepertinya telah melihat kami semua, dan sepertinya dia hafal dengan wajah-wajah kami. Bahkan sepertinya dia tahu nama-nama kami semua. Hari Senin nanti pasti kami akan di panggil untuk ke ruang BK.

Hari Senin telah tiba.

Seperti biasa, kami mengawali hari Senin dengan upacara bendera. Setelah itu baru kami melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas masing-masing sesuai dengan jadwal. Seperti biasa juga, pengumuman apapun itu akan di sampaikan setiap upacara bendera selesai.

"Bagi nama-nama yang di sebut, di harapkan tidak meninggal lapangan upacara." Perintah salah satu guru kami.

"Azkia Maulida, Bunga Vita, ——."

"Haha mapus, di panggil juga gua. Pasti masalah pramuka ini," batinku.

Aku dan nama-nama yang lainnya  di panggil untuk menetap di lapangan sekolah. Sedangkan murid yang lainnya di perbolehkan untuk meninggalkan lapangan upacara dan kembali ke kelas masing-masing.

Ternyata selain aku dan keenam teman kelasku yang lainnya, masih banyak terdapat murid lain yang cabut saat jam pramuka dari kelas lain. Bahkan adik kelasku, kelas 10 sudah berani untuk cabut. Dahulu ketika aku kelas 10, aku tidak pernah berani untuk cabut. Hanya akhir-akhir ini saja ketika sudah menjadi kakak kelas atau senior.

Guru BK itu menghampiri kami. Beliau adalah seorang perempuan. Tahu kan perempuan bawelnya seperti apa. Kalau di suruh pilih, aku lebih memilih untuk di ajarkan oleh guru laki-laki di banding dengan guru perempuan.

Guru BK ku masih lumayan muda. Beliau baru mempunyai satu anak perempuan yang berumur 4 tahun. Anaknya sering di bawa ke sekolah olehnya dan menjadi bahan mainan bagi murid di sini. Jangan sampai anaknya itu seperti Ibunya. Galak. Bagaimana nasib anaknya sekarang ya?

"Kenapa kalian cabut dan tidak mengikuti ekstrakulikuler pramuka?" Tanya guru BK tersebut. "Kenapa diam saja? Kalian ga punya mulut? Punya mulut tuh di pakai untuk berbicara. Buat apa punya mulut klo gitu? Lebih baik mulut kalian, kalian berikan saja kepada orang yang tidak bisa berbicara tetapi ingin bisa berbicara."

Namun kami semua hanya terdiam. Tidak ada yang berani mengangkat suara di hadapannya.

"Sudah salah, bukannya minta maaf lagi."

"Maaf Bu..," ucap kami berbarengan.

"Maaf maaf. Percuma kalian minta maaf kalau besoknya di ulangi lagi." Tuh kan, salah terus. Guru memang selalu benar, dan murid selalu salah. "Hukuman untuk kalian adalah, kalian harus membersihkan seluruh halaman sekolah ini. Ambil peralatannya di belakang. Mengerti?"

"Menegerti Bu."

"Ya sudah. Lakukan mulai dari sekarang. Sampai benar-benar bersih. Kalau tidak bersih, kalian tidak boleh masuk ke kelas."

Padahal di dalam hati seluruh murid yang mendengarnya adalah suatu kebahagiaan. Karena dengan begitu kami tidak harus mengikuti pelajaran yang hanya membuat pusing kepala saja. Apalagi aku yang pada hari ini terdapat mata pelajaran bahasa inggris di jam kedua. Semoga hukuman ini berjalan terus sampai jam mata pelajaran kedua.

Kami segera mengambil peralatan bersih-bersih di belakang sekolah. Kami mulai membersihkan halaman sekolah. Mulai dari menyapu, mengambil sampah yang berserakan, bahkan sampai membersihkan kolam ikan yang terdapat di halaman depan sekolah.

Matahari ternyata pada saat itu cukup terik. Sehingga aku merasakan tenggorokanku mulai kering dan mulai dehidrasi. Belum lagi tadi pagi aku tidak sempat sarapan karena aku telat bangun. Aku tidak ingin telat datang ke sekolah hari ini. Karena aku tahu, hari ini pasti aku akan di hukum akibat tidak mengikuti ekskul pramuka. Aku tidak ingin hukumanku bertambah berat karena sudah tidak mengikuti ekksul, aku juga telat masuk sekolah.

"Ki, Kia." Ada yang memanggilku dengan suara yang sangat pelan, namun terdengar jelas di telingaku.

"Eh, Gilang. Ngapain lu di sini? Ga masuk kelas?"

"Muka lu pucat. Lu istirahat aja deh. Ke warung Bi Surti. Biar hukuman lu gua yang gantiin sebentar."

"Ga usah. Nanti kalo ketauan sama anak yang lain, terus di aduin ke guru BK. Bisa abis lu."

"Udah tenang aja. Gampang itumah. Gih sana."

"Serius nih?"

"Iya serius."

Gilang datang seperti pahlawan kesiangan untukku. Bukan hanya kali ini saja, tetapi sudah beberapa kali dia selalu membantuku. Dia rela mempertaruhkan nasibnya di sekolah demi aku. Mungkin juga dia sangat berani karena di sekolah ini terdapat Ibu Gilang yang menjadi karyawan di TU. Sehingga ketika dia ada masalah, dengan mudahnya Gilang meminta bantuan ke Ibunya.

Sejak itu dia menggantikan aku untuk mengerjakan hukumanku hari ini, dan aku pergi ke warung Bi Surti yang berada di depan sekolah. Tidak lama kemudian teleponku bergetar.

"Ki, hukuman lu udah selesai. Kalo makannya udah selesai juga, lu bisa langsung masuk ke kelas aja ya." Ternyata pesan tersebut datang dari Gilang

"Oke."

Aku yang memang sudah selesai makan, akhirnya pergi meninggalkan warung tersebut untuk kembali ke kelasku.

*****

Di kantin.

"Si Kia hukumannya di kerjain sama Gilang, enak banget." Teriak Bunga kepada ketiga temanku yang lainnya. Dia mengetahui hal tersebut karena Bunga juga mendapatkan hukuman yang sama denganku akibat tidak mengikuti ekskul pramuka. Ketiga temanku yang lainnya tidak mendapatkan hukuman, karena mereka semua pada hari Sabtu kemarin mengikuti ekskul pramuka. Tumben sekali kan. Biasanya mereka semua juga ikut cabut denganku.

"Iya lah, dia kan suka sama Kia," ucap Devi.

"Ngarang lu."

"Emang iya."

"Gua sama dia cuma teman doang kali."

"Hellow. Lu jadi cewek jangan terlalu menutup diri untuk ke satu cowok aja deh. Coba lu liat orang-orang yang ada di sekitar lu."

"Lah emang cuma teman."

"Teman yang selalu dekatin lu setiap hari? Teman yang selalu perhatian ke lu? Teman yang ngasih hadiah di setiap hari spesial lu? Teman yang selalu kirim pesan setiap harinya cuma buat ngingetin tugas ke lu? Teman yang selalu kasih kunci jawaban pas ulangan? Teman yang selalu bantu lu? Teman yang selalu ada buat lu?"

Mendengar perkataan Devi barusan hanya mampu membuatku terdiam. Seketika aku terbayang dengan perlakuan Gilang selama ini kepadaku. Apa memang benar kalau Gilang suka kepadaku dan aku selalu menutup diri hanya karena Randi? Aku juga tidak tahu dan tidak sadar atas perlakuan Gilang selama ini. Karena aku terlalu sibuk dengan Randi yang jelas-jelas menyukai wanita lain.

-TBC-

avataravatar
Next chapter