webnovel

Rumor

Secepat kilat Mika menutup matanya kembali sesaat setelah ia membuka matanya. Tidakkah ini terlalu pagi untuk melihat wajah menyebalkan Jessi?

"Bangun, lo! Gila ya, kenapa gitu lo demen banget digosipin pacaran sama orang yang gak akan pernah jadi pacar lo?! Kenapa gitu, kenapa? Heran, gue!"

Sangat menyebalkan bagi Mika, mendengar omelan Jessi sebagai alarm bangun tidurnya. Salahnya karena memberikan kuci pintu cadangan rumahnya kepada gadis itu, hingga ia bisa sesuka hati merusak pagi syahdunya.

"Please ya, Jes! Kamu, kalo mu ngoceh, ngomel, atau apa pun itu, tunda dulu!" sahut Mika kesal.

Badannya masih terasa sakit mengingat ia telah membersihkan halaman dan lantai di koridor kampusnya karena tidak bisa melakukan tugas yang si senior keriting berikan.

"Ini udah siang, peak! Lo gak mau kuliah?! Mau bolos? Mau dihukum sama si senior keriting itu lagi?!" celetuk Jessi dengan santainya.

"Argh, si keriting gila itu!" umpat Mika kesal.

"Ada masalah apa gitu dia sama aku? Udah tahu Kak Angga alergi bunga, pake disuruh ngalungin dia bunga segala! Dia itu mau nyuruh aku cari mati sama Kak Angga, apa gimana? Awas aja kalo OSPEK udah selesai, aku akan bikin perhitungan sama dia!" gerutu Mika yang sudah mendapatkan kesadarannya secara penuh.

Jessi terkekeh pelan mendengar ocehan Mika yang memekakan telinga. Sungguh malang gadis di hadapanya itu.

"Tapi keknya itu orang udah ngincer lo dari awl kita OSPEK deh, gue sempet mergokin dia merhatiin lo gitu! Lo yakin gak pernah buat masalah sama itu orang?!" seru Jessi sambil merebahkan tubuhnya juga di sebelah Mika.

"Kayaknya aku belum pernah ketemu dia sebelum ini, deh!" sahut Mika pelan.

Otaknya langsung berpikir keras, mengingat-ingat ulang apa saja yang ia lakukan belakangan ini. Mungkinkah tanpa sengaja ia telah berbuat salah pada si mulut cabai itu?

"Lo yakin? Inget-inget lagi, deh! Lo itu kan pelupa, udah gitu ceroboh, dan ngeselin, mana tahu lo sebelumnya pernah nyinggung dia atau apa gitu!"

Mika kembali berpikir keras. Benar apa yang Jessi ucapkan. Dia itu sangat pelupa, ceroboh, dan juga kadang menyebalkan.

"Udah-udah, cukup Mi! Daripada mikirin itu, ada hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan!" seloroh Jessi sambil menegakkan tubuhnya. Jessi pun bergeser untuk duduk menghadap ke arah Mika.

"Apa?" tanya Mika bingung.

"Ada rumor yang lagi rame di group facebook kampus kita!" seru Jessi dengan sangat antuias.

"Aha? Dan apakah itu?"

"Mereka bilang, lo itu pacaran sama Rian!"

Seketik itu juga Mika langsung mengingat percakapannya dengan Rian di kampus tempo hari. Mungkin saja mereka jadi salah paham mengenai itu.

"Ya udah sih, biarin aja, yang penting faktanya nggak gitu, 'kan?!"

Jessi menggeleng pelan, ia lalu merengut kesal, dan mengepalkan tangannya karena saking gemasnya, ia sangat ingin menoyor kepala Mika sekarang.

"Gue nggak lagi ngekhawatirin elo! Gue khawatir sama calon laki lo! Ini facebook, Mika! Gimana kalau Arga lihat berita itu? Atau, gimana kalau saudara, temen, dan paling parah mertua lo lihat? Apalagi nih mereka keluarga konglomerat gitu, pasti bakalan rame nantinya!"

Mika mengangguk-anggukan kepalanya mendengar setiap kata yang Jessi ucapkan. Ini Indonesia, gosip seperti ini tentu akan sangat mudah cepat tersebar.

"Terus aku harus gimana dong, Jes?"

"Bikin status atau apa gitu yang jelasin kalau lo nggak pacaran sama Rian!"

Mika tersenyum lebar. Kenapa jadi begini? Kenapa dirinya harus repot-repot menjelaskan kepada semua orang?

"Gimana kalau aku langsung cerita ke Mas Arga aja? Biar kalau dia dapet laporan atau komentar-komentar aneh dari orang tentang aku dan Rian, dia aja yang jelasin!"

"Kok lo malah mau nyusahin Arga sih?! Heran gue!

"Aku males ribet, lagian sok artis banget kek gini aja harus bikin klarifikasi!"

***

Arga hanya mengernyit bingung ketika Rian dengan cengiran anehnya, masuk ke dalam kamarnya. Ia langsung mendapatkan firasat yang buruk hanya dengan melihat raut wajah menyebalkan adiknya itu.

Rian duduk di sofa, dengan kaki diangkat dan tatapan mata penuh ejekan.

"Bisa langsung ngomong aja nggak?! Risih gue lihat raut wajah lo yang gak jelas banget itu!" seloroh Arga sambil kembali fokus pada laptop di hadapannya.

"Bang, lo ada lihat facebook kagak?!" tanya Rian sambil cengar-cengir.

"Gue terlalu sibuk buat buka media sosial. Kenapa emang?"

"Calon istri lo lagi digosipin pacaran sama pria lain!"

Mendengar ucapan Rian, Arga langsung menghentikan aktivitasnya, dan menoleh ke arah adiknya itu.

"Oh ya?"

"Iya!"

"Ganteng?" tanya Arga yang terlihat mulai penasaran.

"Banget!" sahut Rian cepat.

"Sama gue, gantengan dia?"

"Ya iyalah! Jauh lebih ganteng dari lo!"

"Kerja di perusahaan mana?"

"Anak kuliahan!" sahut Rian dengan santainya.

"Kenapa mereka bisa digosipin? Mereka deket banget emangnya? Bukan si anak menteri itu, 'kan?"

Rian menggaruk tengkuknya. Kini ia bingung harus menjelaskannya seperti apa pada Arga.

"Gimana kalau lo buka facebook aja?" usul Rian.

"Iya juga, ya!" gumam Arga sambil meraih handphone yang tergeletak tak jauh darinya itu.

Dan begitu ia membuka akun media sosialnya itu, ia langsung melongo seketika.

"Kampret! Lo bilang jauh lebih ganteng dari gue! Taunya modelan kunyuk kayk gini!" gerutu Arga sambil melirik sinis ke arah Rian.

"Sialan lo Bang! Faktanya gue ini memang jauh lebih ganteng dari lo!" protes Rian.

"Serah lo, kunyuk! Lagian kenapa kalian bisa digosipin pacaran kayak gini, sih? Kasihan Mika tahu nggak!"

Rian menghela napas panjang. Ia lalu menceritakan kejadian tempo hari dan segala obrolannya dengan Mika saat itu.

"Lo nggak marah, Bang?!"

"Nggak, ngapain juga harus marah. Jadi, lo ke sini cuman mau nyeritain ini doang? Kalo udah, mending lo pergi sana, gue masih sangat sibuk!"

"Beneran lo nggak marah? Istri lo digosipin pacaran sama orang lain lho, ini!" pekik Rian tak percaya.

"Kalau lo lupa, gue sama dia itu belum mencintai satu sama lain. Jadi, untuk saat ini, gue biasa aja!"

Rian menghela napas berat melihat sikap tak acuh dari abangnya tersebut. Tapi apa yang iucapkan memang benar. Jadi, mau gimana lagi.

Rian kemudian berdiri, pria itu berjalan dengan enggan keluar dari kamar Arga.

Tak lama setelah Rian pergi, handphone Arga berdering. Pria itu melirik ke arah layar, lalu mengangkat panggilan yang ternyata dari Mika tersebut.

"Halo," ucap Arga pelan.

"Halo, Mas lagi sibuk, nggak?"

"Lumayan, kenapa emangnya?"

"Ada yang mau aku omongin sama Mas."

Arga menghela napas panjang. Ia benar-benar sbuk sekarang.

"Kamu mau ngomongin masalah kamu yang digosipin sama Rian? Kamu tenang aja, saya sudah tahu! Lagian, kita ini bukan anak kecil yang harus ribuk karena sesuatu yang sepele seperti ini. Jadi, jangn khawatir!"

Entah mengapa, jawaban Arga membuat Mika sedikit terkejut. Jujur saja, bukan ini kalimat yang ingin ia dengar. Meski aneh baginya, ia merasa kecewa.

"Aku ini calon istri Mas lho! Santai banget Mas nanggepinnya!" ketus Mika, lalu mengakhiri panggilannya.