webnovel

Olive dan yang lain

Perlahan Kartika mengangguk kan kepalanya, rasa trauma Kartika masih saja hinggap di dalam hatinya. Perlahan namun pasti, Kartika mengangguk dan dibalas senyum dan wajah bahagia oleh Tono.

Selanjutnya, mereka berdua melakukan hal romantis yang biasa dilakukan oleh sepasang suami istri.

* * * *

Olive tidak langsung pulang, perempuan itu memilih berhenti sejenak ke dalam warung pinggir jalan untuk membeli lauk. Olive memilih untuk membeli lauk seperti tahu, tempe kecap, dan ikan asin goreng.

Perempuan itu memiliki niat untuk membuat sambal di rumahnya ketika sudah sampai, Olive rasa menu hari ini yaitu tempe kecap, ikan asin, dan sambal akan sangat nikmat dinikmati. Untuk tahu, Olive berniat memasaknya esok hari, mengingat besok dia harus berangkat pagi hari sekitar pukul enam pagi dikarenakan jarak rumahnya dengan perusahaan baru yang dirinya tempati.

"Bu, saya mau beli tempe kecap, ikan asin, sama tahu mentahnya, ya," ujar Olive pada ibu-ibu bertubuh berisi dengan suara lembut, ibu-ibu tersebut mengangguk.

"Tahu, sama ikan asinnya berapa biji, Neng?" tanya ibu-ibu tersebut, seraya mempersiapkan pesanan Olive.

"Semua tiga, bu."

"Oh okay, siap neng! Nengnya duduk dulu, ya," kata ibu-ibu itu mempersilahkan Olive untuk duduk di tempat yang sudah disiapkan, tempat duduk yang berbahan dasar kayu.

Olive mengangguk patuh, dan menjalankan perintah ibu-ibu penjual tersebut, dapat dilihat di belakang tubuh Olive terdapat tempat duduk yang sedang kosong, disana pula terdapat seorang lelaki tengah menyantap makanan yang tersaji.

Lelaki itu, terlihat sangat rapi dengan setelan baju formal, dan sepertinya lelaki itu menggunakan minyak wangi yang baunya menyeruak memenuhi warung. Sangking asyiknya Olive berpikir, dan merenung tentang lelaki di depannya yang bersangkutan sampai melambaikan satu tangannya di depan wajah Olive yang tertutup masker.

"Hei?" sapa lelaki itu, sapaan serta lambaian tangan itu membuat lamunan Olive buyar dan terkejut setengah mati. Sungguh! Rasanya Olive ingin menghilang dari dunia ini saja.

Olive meringis malu rasanya, perempuan muda itu mengangguk dengan kikuk. "Eh, h-hai," balas Olive dengan perasaan malu, sangat amat malu lebih tepatnya.

Lelaki itu terkekeh, menurutnya respon perempuan di depannya ini sangat lucu, dan menggemaskan.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya lelaki itu, dia curiga kepada perempuan itu kalau dia membutuhkan tenaganya untuk membantu.

Olive menggeleng kan kepalanya keras, dengan wajah menahan malu dan suara yang sedikit bergetar Olive berkata.

"T-tidak, t-terima kasih."

"Benar?"

"Ya."

"Saya Kahfi." Tidak ada angin, tidak ada hujan lelaki di depannya ini secara tiba-tiba memperkenalkan dirinya sendiri kepada Olive. Olive melihat lelaki bernama Kahfi di depannya mempersatukan kedua tangannya di dada. Olive tersenyum lalu mengikuti apa yang dilakukan oleh Kahfi.

Olive menyukai seseorang yang memperlakukan orang perempuan dengan baik, dan yang menghargai seorang perempuan. Di zaman ini, jarang sekali Olive melihat seorang lelaki yang berlaku seperti itu.

"Saya Olive." Olive melakukan hal yang sama, yaitu memperkenalkan dirinya kepala lelaki bernama Kahfi di depannya ini.

"Olive? Kamu yang kemarin bantuin saya itu, ya?" Pertanyaan itu mampu membuat Olive mengingat-ingat kejadian apa yang telah terjadi kemarin. Namun, kejadian tidak mengenakkan itu terlintas di kepala Olive. Dahi Olive mengerut, tanda dia sedang berpikir.

"Yang bantuin saya nganter beli," lanjut Kahfi. Oh, kali ini Olive ingat.

"Oh, anda lelaki itu?" Sejujurnya, Olive terkejut dibuatnya karena seingatnya dulu lelaki ini tidak mengerti jalanan di sini, dan baru saja pulang dari suatu tempat.

"Iya. Tapi kok kamu kayak lagi kaget, kenapa?"

"Nggak, nggak apa-apa," ucap Olive dengan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.

"Oh, ya sudah."

"Neng, pesanannya sudah jadi nih!" teriak Ibu-ibu itu menginterupsi keduanya. Olive buru-buru bangkit dan menghampiri ibu-ibu tersebut.

"Terima kasih, bu."

Selesai membayar pesanannya, Olive pergi menghampiri Kahfi perempuan itu berniat untuk pamit undur diri. Bukan karena apa, tetapi Olive rasa itu perlu.

"Saya pamit dulu ya, Pak. Assalamualaikum," pamit Olive, tanpa menunggu jawaban apapun dari pemuda bernama Kahfi tersebut.

"Wa'alaikumussalam."

"Eh, Pak? Saya dipanggil Pak? Memang se-tua itu ya wajahku?" Kahfi bergumam dengan mengaca di layar ponselnya. Meneliti serta menelisik apakah wajahnya terlihat seperti bapak-bapak?

Kahfi memanglah tipe manusia yang gampang sekali kepikiran, terlebih saat mendengar kata-kata sensitif. Seperti sebutan 'bapak' yang baru saja disebut oleh Olive.

Ting

Layar yang semula digunakan bercermin oleh Kahfi mendadak terang karena terdapat notifikasi di dalamnya. Notifikasi tersebut berasal dari aplikasi bertukar pesan, disana sang ayah memberitahukannya bahwa dia harus segera kembali ke sana. Mematikan sambungan telepon, Kahfi dengan segera membayar tagihan makanannya, serta menaiki mobilnya yang terparkir.

* * * *

Olive menenteng makanan itu masih dalam keadaan yang ceria, sebentar lagi perempuan itu sampai di rumahnya, dan ia akan memberitahukan informasi penting ini pada Kartika, sang ibu.

Olive harap, sang ibu senang mendengar hal bahagia ini. Ya, semoga saja.

"Eh, mbak Olive!" Saat dengan tenang Olive berjalan, tiba-tiba nama Olive dipanggil kencang. Olive menoleh, disana terdapat lima sampai enam orang ibu-ibu tengah berkumpul dengan layah yang berisi full dengan bumbu rujak dan tentu tidak lupa dengan buah mangga, timun, dan jambu di tengah-tengah mereka.

Olive mendekat ke arah perkumpulan itu. "Iya, Mbak. Ada apa, ya?" tanya Olive penasaran.

"Ini loh mbak, kita lagi ngerujak masa nggak mau gabung?" Rupanya tadi yang memanggil Olive berniat untuk mengundang Olive ikut merujak bersama-sama.

Olive menimang, disisi lain dia takut kalau akan menyakiti hati mereka karena dia menolak ajakan mereka, tetapi disisi lain pula Olive merasa takut jika dia menerima ajakan mereka dia akan dimarahi oleh sang ibu. Dirinya harus menjawab, apa?

"Haduh masih mikir ternyata, ayo nggak apa-apa mbak, nggak bakal dimarahi kalau dimarahi nanti kita yang bela mbaknya, iyakan ibu-ibu?" sahur yang lainnya.

"Bener mbak."

Olive tersenyum, lalu mengangguk. Ibu-ibu itu tampak girang melihat respon Olive, sejujurnya mereka menyukai keberadaan Olive karena menurut mereka Olive adalah gadis yang baik, tidak sombong dan humoris. Selera humor mereka pun sama-sama rendah, jadi saat mereka berkumpul mereka terlihat asyik dan sefrekuensi. Di antara keenam ibu-ibu itu, terdapat tiga orang teman Olive semasa sekolah, ketiganya pun sama-sama sudah mempunyai suami dan anak.

Gadis-gadis di desa ini banyak yang memilih untuk menikah muda di umur yang baru sembilan belas tahun. Karena menurut pandangan orang di desa sini, gadis yang berumur dua puluh tahun atau bahkan lebih, masih belum menikah mereka disebut sebagai perawan tua. Begitupun sebaliknya, jika lelaki disebut bujang lapuk.

Olive tentu mendapatkan sebutan 'perawan tua'.