webnovel

Amukan sang ibu

"Cantik banget, kapan ya aku dapet wajah cantik seperti itu?" gumam Olive pelan, namun sayangnya gumam an pelan itu terdengar di telinga Laki-laki itu.

Dengan posisi yang sama, Olive dan lelaki itu masih berjalan menyusuri gedung mall yang cukup besar. Sepertinya lelaki ini akan membeli banyak barang? Pikir Olive.

Sebenarnya Olive ingin bertanya, sebenarnya orang ini ingin membeli apa? Kok dari tadi tidak selesai-selesai namun tidak dilakukan oleh Olive ya karena tidak enak dan tidak ada hak untuk menanyakan hal itu.

Lelaki itu mengangkat paper bag besar dan banyak di tangannya, menatap paper bag itu dengan tatapan menyelidik. Dalam benaknya bertanya-tanya, apa lagi yang kurang? Apakah ini sudah cukup? Namun setelah dipikir-pikir, ini semua sudah lengkap.

Baiklah saatnya pulang. "Ayo, pulang," ajaknya pada Olive, senyum lelaki ini tidak terlalu terlihat, hanya garis tipis yang tidak terlalu terlihat.

Olive sebenarnya merasa bersyukur, karena tubuhnya butuh istirahat dan makan. Tetapi, ada yang membuatnya rasa semangat untuk pulang itu lenyap. Ibunya! Ya, itu alasan semangat Olive lenyap.

Bukan, bukan maksudnya ia benci dengan sang ibu, melainkan Olive takut kalau sang ibu mencurigai Olive karena pulang di jam yang masih segini. Ini bukan lah waktunya untuk pulang, masih lama dari waktu Olive pulang kerja.

"Ayo, pulang tugas kita sudah selesai," ajak Laki-laki itu lagi, Olive mengangguk bingung.

"Kenapa?" tanya Laki-laki itu peka, dirinya mengetahui kalau ada keraguan dalam diri perempuan yang telah membantunya seharian ini, dapat dilihat dari instingnya, serta gerakan tubuh yang menunjukkan keraguan di dalamnya.

Olive menggeleng kan kepalanya. "Nggak, nggak apa-apa," kilahnya berbohong. Tidak mungkin kan dia berkata kalau dirinya lapar?

Dengan kurang ajar, perut Olive berbunyi nyaring. Membuat Olive rasa ingin tenggelam di rawa-rawa, atau sungai yang cukup dalam, atau bahkan menghilang dari bumi saja karena malu.

"Aduh, mbak maaf ya. Saya sampai lupa ngajak mbaknya makan, ayo mbak makan," ajak laki-laki itu merasa bersalah, astaga dirinya sangat-sangat ceroboh.

Olive membuang wajahnya sembarang arah, dirinya merasa malu sekarang. Dasar perut! Tidak tahu kondisi dan sikon saja! Menyebalkan! Decaknya dalam hati.

"Ayo mbak, tidak usah malu-malu, saya pun lapar kok, tenang saja," ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang ada di pikiran Olive.

Olive mengangguk lamat-lamat, dirinya mengikuti laki-laki itu dari belakang, menuruti kemana laki-laki itu pergi.

* * *

Setelah berjalan dan mengeluarkan waktu beberapa menit, mereka berdua telah sampai di dalam restoran, laki-laki itu memilih untuk makan di restoran ini yang tempatnya berada di lantai satu gedung mall, beralasan karena melihat jarak terdekat dari posisi mereka saat ini padahal menurut pandangan Olive di sini pasti mahal-mahal, enak makan di warung pinggir jalan, murah meriah, banyak, enak juga.

"Mbak, mau pesan apa?" tanyanya, sambil memperhatikan daftar menu berbentuk buku bersampul hitam.

Olive sangat tidak enak hati, kalau diperintahkan untuk memilih sendiri jenis makanan, terlebih lagi harganya yang menurutnya tidak bersahabat di kantongnya, dan juga dirinya tidak tahu apakah makanan itu enak, atau tidak ya karena dirinya tidak pernah merasakan, mencicipi makanan tersebut.

"Terserah Mas-nya saja," balas Olige pasrah. Laki-laki itu menghela nafasnya dirinya tahu dan paham betul kalau perempuan ini merasa tidak enak hati, atau malu-malu.

"Mbak, tadi sudah membantu saya, jadi sekarang saya memberi mbak kebebasan untuk memilih jenis makanan apa yang mbak ingin makan," seru Laki-laki itu dengan sabar.

Olive mengangguk malu-malu, mau tidak mau dia mengambil daftar menu dan membacanya, dahinya mengerut saat membaca salah satu daftar menu.

Ayam panggang madu? Maksudnya bagaimana? Rasanya bagaimana? Mau minta itu, tapi dirinya takut dan malu, terlebih lagi harganya yang Olive tidak mampu untuk membayarnya, Olive memilih untuk mengurungkan niatnya. Nanti-nanti saja, kalau dirinya memiliki uang lebih, dirinya akan membeli itu atau membuat sendiri.

"Emm, maaf Mas saya tidak jago milih-milih, mending Masnya aja yang pesan saya terima kok." Olive meminta itu dengan hati-hati, takut perasaan lelaki itu tersinggung.

"Ya sudah, kalau begitu saya pilih kan saja," putus laki-laki itu, dirinya mengetahui bagaimana perasaan tidak enak perempuan di hadapannya saat disuruh memilih.

* * * *

"Kok sudah pulang? tumben sekali," cetus Kartika, dengan pandangan tidak enaknya pandangan yang menjelaskan betapa bencinya ia pada Olive.

Olive menghembuskan nafas nya, dirinya belum duduk, dirinya lelah ingin beristirahat dahulu tapi sudah ditanya oleh ibunya, bukan apa-apa tapi pasti nanti berujung pertengkaran.

"Iya, Bu memang sudah di boleh kan pulang," balas Olive tetap mempertahankan sikap sopannya. Mau bagaimanapun sikap Kartika, Kartika tetaplah ibunya, tidak akan tergantikan oleh siapapun di dunia ini.

Kartika memandang curiga ke arah Olive, Kartika berdecak pinggang. "Bohong!" cerca nya hampir membentak.

Olive memejamkan kedua matanya. "Ibu ini apa-apaan sih?! selalu aja nggak mau ngertiin perasaan olive, nggak pernah percaya sama Olive capek, capek, capek banget loh," jerit Olive memukul-mukul dadanya sesak.

Plak

Bunyi tamparan keras itu sangat nyaring memenuhi seluruh ruangan rumah kecil yang ditinggali oleh Kartika dan Olive, Olive tentu terkejut dengan serangan tiba-tiba yang diberikan oleh Kartika. Walaupun sudah biasa, tetapi masih terasa sakit dan menggores hati Olive.

Tamparan itu sukses membuat tubuh Olive limbung dan terjatuh dengan posisi duduk.

"Jaga bicara kamu anak sialan! kamu ini masih kecil, masih muda, kamu capek apa sih? Bagus kamu ngebentak Ibu seperti itu hah?!" marah Kartika dengan urat-urat di pelipis kian terlihat jelas. Kartika menendang-nendang tubuh Olive dengan emosi yang meluap-luap.

Olive merasakan sakit disekujur tubuhnya, ibunya terlalu bersemangat untuk menyakiti nya, mungkin sang ibu ingin dirinya mati saat ini juga.

"Sadar! rupa kamu itu nggak bagus! Kamu jelek, kamu nggak sempurna, Kamu hitam, dekil, jelek! Kamu harusnya mati! Gara-gara kamu suami saya jadi pergi menceraikan ku! Kenapa kamu nggak mati aja sih?! Kamu hanya menjadi benalu di sini!" hina Kartika, hatinya sangat sakit, emosinya meluap-luap, kedua matanya sudah dipenuhi oleh kabut nafsu, nafsu ingin menghabisi Olive saat ini juga, setan dalam tubuhnya memegang kendali penuh.

Ritme tendangan Kartika bertambah besar dan kencang, Olive mengeluarkan darah dari dalam hidung nya karena terkena tendangan keras Kartika, dan kuku panjang Kartika menggores kulit-kulit Olive hingga mengeluarkan darah segar seperti cakaran kucing.

Kartika tersadar setelah melihat banyak darah dari dalam hidung Olive dirinya menghentikan tendangan nya, Kartika pergi meninggal kan sang anak yang tengah kesakitan dan dirinya tidak pergi kemana-mana, dirinya hanya ingin mengobrol dengan ibu-ibu kampung tempat mereka tinggal.