1 Akhir

Angin sepoi musim gugur menghembus dedaunan pohon mengeluarkan suara bergerisik dibawah cahaya merah senja mentari. Dibalik terali jendela terpantul wajah seorang wanita berambut pirang keemasan yang sedang melihat dunia luar dari dalam kamarnya yang cukup mewah. Tidak lama terdengar suara ketukan berasal dari pintu.

"Silahkan… masuk" jawab wanita itu dengan pelan

"Tuan Putri Cecillia, ini obat untuk anda… uhuk!!... yang kita dapatkan dari toko obat di wilayah kekuasaan bangsawan Earl Elfernat yang letaknya berada… uhuk!! di sebelah wilayah kita"

"Oh Rarunia kamu... telah kembali? Syukurlah… terima kasih… dan maaf telah memintamu untuk… pergi ketempat yang amat jauh sedang kamu… juga lagi sakit… Kamu juga sebaiknya… meminum obatnya juga lalu istirahat" jawab Cecillia dengan suara lirih kepada Rarunia, butler perempuannya.

"Terima kasih atas kebaikan anda… uhuk!!... Tuan Putri Cecillia"

"Oh ya jangan lupa untuk mem… bagikan obatnya kepada semua rakyat kita. Kuharap obat kali ini manjur"

"Baik Tuan Putri. Kalau begitu… uhuk!! hamba permisi dulu"

Cecillia Morgan Berthefled. Seorang wanita bangsawan muda berumur 17 tahun dengan gelar Baron yang merupakan gelar bangsawan kasta terbawah di Kerajaan Evercastle. Gelar bangsawan ia peroleh dari warisan mendiang ayahnya, Deofrath Morgan Berthefled dengan wilayah kekuasaannya tidak lebih dari 6 kali luas lapangan sepak bola. Pada sebelah utara bertetangga dengan wilayah kekuasaan Viscount Berdenette dan pada sebelah timur bertetangga dengan wilayah kekuasaan Earl Elfernat sedang pada sebelah barat meluas hingga selatan terbentang gunung-gunung yang tinggi.

Cecillia yang terbiasa tersenyum memiliki pribadi yang periang dan perhatian. Postur tubuh yang tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Ditambah dengan rambut pirang keemasannya yang halus memanjang hingga ke punggung dipadu dengan warna matanya yang biru sapphire membuatnya terlihat sangat menawan. Banyak pria baik dari kalangan rakyat jelata maupun dari kalangan bangsawan terpikat dengan keanggunannya.

Tapi saat ini ia terduduk sakit ditempat tidurnya sambil melihat keluar jendela mendapati pemandangan desa Treeland yang sepi. Ya saat ini semua orang yang berada didalam wilayahnya termasuk Cecillia sedang terkena penyakit yang tidak dikenali yang telah berlangsung lebih dari 1 tahun 3 bulan.

Orang yang terserang penyakit ini memiliki gejala demam tinggi, diare, sakit kepala, dan sakit perut. Meskipun demikian, oleh karena minimnya ilmu pengetahuan pada zaman ini membuat orang-orang beranggapan bahwa penyakit ini adalah sebuah kutukan dari roh-roh jahat.

"Jika begini terus… desa beserta warganya akan mati… aku harus bagaimana? Bagaimana caranya agar kutukan ini… segera berakhir? Bahkan meluas hingga ke wilayah Viscount Berdenette" ucap Cecillia murung

Kutukan, itulah yang biasa disebut oleh orang-orang yang hidup pada zaman dimana ilmu pengetahuan masih belum memperlihatkan sinarnya. Korban meningggal sudah banyak terlihat terutama sekali di wilayah Cecillia saat ini. Ayah Cecillia, Deofrath Morgan Berthfled juga menjadi korban dari kutukan ini 7 bulan yang lalu.

"Ayah… bagaimana ini… apa yang harus aku lakukan?"

"*tok-tok* Tuan Putri" terdengar suara ketukan pintu dari butler wanitanya

"Rarunia ya?… silahkan"

"Tuan Putri Cecillia… maaf tiba-tiba mengganggu istirahat anda lagi… tapi--Uhuk!!... baru saja hamba mendengar kabar bahwa warga kita kembali ada yang meninggal"

"Apa?!... lagi?! berapa orang?!" syok Cecillia tapi dengan suara yang tertahan karena sakit yang teramat di perutnya

"Itu… ada sebanyak 21 orang Tuan Putri…"

"Sebanyak… itu… bawa aku kesana!!" bergegas turun dari tempat tidurnya

"Tunggu Tuan Putri! Kesehatan anda tidak memungkin—"

"BAWA AKU KESANA!!"

Cecillia segera pergi setelah mengenakan mantel bangsawannya dengan bantuan Rarunia ke dusun perumahan rakyatnya. Setelah sekitar 7 menit berjalan kaki, mereka sampai ke rumah warga yang pertama untuk berkunjung. Terdengar isak tangis meskipun Cecillia dan Rarunia masih berdiri didepan pintu rumah warganya itu. Dengan perasaan yang enggan, Cecillia membuka pintu dan masuk kedalam.

"TIDAAAAKK! LAEA!! ANAKKU LAEA! JANGAN TINGGALKAN IBU NAAKK!! JANGAN TINGGALKAN IBU SEPERTI AYAHMU!! LAEA BUKALAH MATAMU NAAAK!!" Isak tangis seorang ibu yang kehilangan anaknya sambil menggenggam tangannya yang terbaring tak bernyawa diatas tempat tidur

"Sudah Efrea… biarkan Laea istirahat dengan tenang… ini sudah takdirnya Laea… aku juga ikut berduka tapi kita tidak bisa apa-apa lagi" Sahut teman perempuan ibu itu yang mencoba menenangkannya

Cecillia hanya bisa tertegun beku diatas kedua kakinya seketika melihat situasi tersebut. Perasaan bersalah yang begitu mendalam muncul dihatinya. Rakyatnya menderita tepat didepan mata namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"TU-TUAN PUTRI!? A-ANDA DISINI?!! SYUKURLAH!! TUAN PUTRI HAMBA MOHON SELAMATKANLAH ANAK HAMBA!! HAMBA MOHON BUKAKANLAH MATA ANAK HAMBA LAELA!! HAMBA MOHON TUAN PUTRI!! AKAN HAMBA BAYAR BERAPAPUN ITU TAPI HAMBA MOHON SELAMATKANLAH ANAK HAMBA TUAN PUTRI!!" ibu itu segera berlutut dan memohon dihadapan Cecillia yang saat itu masih berdiri dipintu masuk

Cecillia yang merasa begitu frustasi melihat keadaan warga nya hanya bisa meneteskan air mata dan ikut berlutut memeluk ibu itu.

"Maafkan saya… maafkan saya… saya tidak bisa berbuat apa-apa… maafkan saya" Ucap Cecillia dengan lirih

"TIDAK TUAN PUTRI!!! PASTI ADA SESUATU YANG BISA ANDA LAKUKAN!! PASTI ADA!! HAMBA MOHON TUAN PUTRI!! HAMBA MOHON!!" Suara ibu tersebut semakin melengking

"… Maafkan saya…"

Tiba-tiba tidak terdengar suara tangisan ibu itu lagi. Seketika suasana menjadi hening serasa ucapan Cecillialah ucapan yang terakhir yang berbunyi. Cecillia yang masih memeluk ibu tersebut mulai merasa aneh dengan perubahan yang begitu tiba-tiba.

"… Tidak mungkin… tidak… tidak… tidak mung… kin… anakku… Lae… la"

Ibu itu seketika roboh jatuh ke lantai dari pelukan Cecillia.

"EFREA?!"

Teriak Hlelsia, teman ibu tersebut. Suasana semakin hening dan berat. Tidak ada kata yang terucap untuk beberapa saat karena dugaan yang tak ingin menjadi kenyataan. Hingga Hlelsia menghampirinya kemudian berbicara.

"Efrea… malang sekali nasibmu"

"… Apa jangan-jangan…" sambung Rarunia

"Ya… Efrea… ia sudah tiada… Tuan Putri Cecillia, hamba ucapkan terima kasih telah bersedia datang menjenguk kami sedang anda juga lagi tidak sehat… hati anda sungguh mulia sama seperti mendiang Tuan Besar Deofrath… tapi Tuan Putri kami mohon…" Hlelsia menghadap Cecillia dan berlutut

"Kami mohon… kami mohon… karena kami hanya rakyat jelata… kami mohon akhiri lah penderitaan ini… kami tidak ingin kehilangan lebih banyak keluarga kami… hamba yakin hanya tuan putri yang bisa mengakhirinya"

Tampak tetesan air mata berjatuhan dari Hlelsia yang membasahi lantai seiring ia menyampaikan permohonannya kepada Cecillia. Mendengar permohonan tersebut, Cecillia bangkit dan pergi keluar untuk menyembunyikan emosinya. Tak jauh setelah berjalan kaki kembali menuju kekediamannya, Cecillia berkata kepada butler wanitanya, Rarunia.

"Rarunia… berikan sekantong gandum kepada tiap… rakyat yang kehilangan anggota keluarganya sebagai kompensasi"

"Tapi Tuan Putri!! Persediaan makanan kita tinggal—"

"Sudah… berikan saja. Lagi pula besok aku berencana… pergi menemui Duke Elfernat untuk meminta bantuan"

"Eh?! tunggu Tuan putri!! Tapi Anda—"

"MAKSUDMU LEBIH BAIK AKU BERISTIRAHAT BEGITU?! BERISTIRAHAT BERBARING DIATAS RANJANG SAMBIL MELIHAT RAKYAT KITA MENDERITA DAN TIADA SATU PERSATU?! PENGUASA SEPERTI APA ITU RARUNIA!!"

Emosi Cecillia tidak tertahankan dan meledak. Air mata membasahi kedua sisi pipinya. Rarunia tersentak diam tak bisa berkata terkejut melihat raut wajah begitu sedih yang dipasang oleh Cecillia untuk kedua kalinya setelah kepergian sang ayah. Stress yang terakumulasi ditambah dengan kondisi Cecillia yang tidak baik membuatnya hampir tumbang. Untungnya ada Rarunia yang menangkap.

"Tu-Tuan Putri!! Anda tidak apa-apa?!"

"Ugh… maaf tiba-tiba kepalaku sakit… Rarunia jangan lupa untuk sampaikan juga… bahwa aku turut berduka cita kepada semua rakyat atas penderitaan ini… dan tidak bisa menjenguk mereka satu-persatu. Aku janji akan mengatasi hal ini"

"… Baik Tuan Putri … uhuk!! Sebaiknya anda kembali dan istirahat"

"… Ya aku minta tolong"

Cecillia kembali ke kediamannya dengan digotong oleh Rarunia untuk beristirahat. Keesokan paginya ia bangun dengan kondisi yang tidak begitu baik. Rasa sakit dikepala nya tidak juga hilang malah makin menyakitkan. Tapi ia harus tetap pergi meminta bantuan untuk rakyatnya.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang cepat hingga kedalam kamar. Semakin lama suara langkah kaki itu semakin terdengar lebih jelas tertuju kekamar Cecillia.

"TU-TUAN PUTRI!! GAWAT TUAN PUTRI!!!"

"Rarunia? Ada apa pagi-pagi kamu sudah teriak seperti itu? Masuklah dulu" Sahut Cecilla meminta Rarunia untuk masuk

"PERMISI TUAN PUTRI!! TI-TIBA-TIBA ADA BA-BA-BANGUNAN KACA YANG BESAR MUNCUL DI TENGAH-TENGAH DESA TUAN PUTRI!!" Sahut Rarunia dengan panik

"Pelankan suara mu dan tenanglah. Ini masih pagi. Dan apa katamu tadi? Bangunan kaca yang besar? Apa maksudmu?" Tanya Cecillia dengan heran yang masih duduk diatas ranjang dengan baju piamanya

"P-PERMISI TUAN PUTRI! TAPI LIHATLAH"

Seketika Rarunia membuka tirai jendela kamar Cecillia terlihatlah bangunan megah yang tinggi menjulang terbangun dari begitu banyak kaca sebagai dindingnya. Cahaya mataharipun terpantul sempurna dipermukaan kaca tersebut. Terlebih lagi secara keseluruhan baik dari struktur maupun bahan penyusunnya berupa kaca dan tiang-tiang yang terlihat begitu kokoh, bangunan itu seperti tidak berasal dari zaman ini.

"… A-apa… itu…" syok Cecillia denga matanya yang biru sapphire terbuka lebar

"HAMBA JUGA TIDAK TAHU TUAN PUTRI! TAPI WARGA DESA TENGAH PANIK DENGAN KEMUNCULAN BANGUNAN ITU! TERLEBIH KATANYA ADA ANAK WARGA KITA YANG DICULIK OLEH PRIA YANG KELUAR DARI DALAM BANGUNAN TERSEBUT!!"

"A-APA?! KENAPA KAMU TIDAK BILANG DARI TADI?! BAWA AKU KESANA!!"

Dengan segera Cecillia pergi menuju ketempat bangunan asing itu berada tanpa mengganti baju piamanya terlebih dahulu. Melupakan keadaan tubuh mereka yang tidak sehat, Cecillia dan Rarunia berlari secepat mungkin untuk sampai ketempat tersebut.

"T-TUAN PUTRI CECILLIA!! ANAK HAMBA!! ANAK HAMBA DIAMBIL TUAN PUTRI!! TOLONG SELAMATKAN ANAK HAMBA!" Sahut seorang kakek yang sudah tua renta begitu melihat kedatangan Cecillia

"*hosh hosh* Tenangkan… diri anda pak. Tolong jelaskan… apa yang terjadi" Tanya Cecillia sambil terengah

"Tu-Tuan Putri kenalkan saya Osla. Ketika ka-kami keluar dari rumah tiba-tiba bangunan itu sudah ada berdiri disini. Ke-kemudian hamba melihat anak dari bapak ini keluar untuk menimba air disumur. Tetapi karena anak itu juga tampak sedang sakit ia roboh di tengah perjalanan dan tepat didepan pintu ba-ba-bangunan asing ini. Lalu keluarlah se-seorang pria mengenakan pakaian yang begitu elegan yang sama sekali tidak pernah hamba lihat sebelumnya dan membawa anak tersebut masuk kedalam. Ma-maafkan hamba tuan putri padahal hamba melihat kejadian itu tapi karena hamba juga takut jadi tidak bisa berbuat apa-apa" jelas Osla, pria umur 40-an yang berdiri disamping kakek tersebut

Tidak ada orang lain selain Cecillia, Rarunia dan 2 warganya yang berada diluar. Warga-warga desa tidak berani keluar dari rumahnya dan hanya mengintip dari sela-sela jendela atau pintu. Semua terpaku takut kepada bangunan asing yang tingginya mencapai belasan lantai.

Tiba-tiba muncul bayang-bayang sosok seorang pria dibalik dinding kaca tersebut. Memang benar apa yang dikatakan warganya. Pakaian yang ia kenakan sama sekali belum pernah dilihat tapi begitu elegan.

"Tu-Tuan Putri… jangan-jangan itu dia orang yang membawa anak bapak ini…" Bisik Rarunia

"… Ya… dari gesturnya dia seperti ingin berbicara kepada kita… kalian semua tunggu disini… biar aku yang berbicara dengan pria itu"

"T-tunggu Tuan Putri!! Itu terlalu gila!! Bagaimana jika pria itu adalah jelmaan iblis yang menyamar dalam wujud manusia?!"

"Bila itu terjadi… kalian harus segera lari dari sini dan mengungsi ke wilayah bangsawan yang lain" ucap Cecillia sambil mengambil langkah pertama

"TU-TUAN PUTRI!!"

Tak menghiraukan sahutan Rarunia dan meskipun takut, Cecillia tetap melangkah maju demi melaksanakan tanggung jawab yang diembannya sebagai pemimpin. Langkahnya begitu lemah karena kondisinya yang tidak sehat.

"Ugh… kepalaku"

Tiba-tiba rasa sakit di kepalanya kembali membuat langkahnya semakin goyah hingga akhirnya dengan suara "BRUK" Cecillia roboh ke tanah.

"TUAN PUTRI CECILLIA!!"

Ketika Rarunia hendak berlari menghampiri Cecillia yang terbaring ditanah, pintu bangunan itu terbuka dan keluarlah seorang pria yang tadinya berdiri dibalik kaca lalu menghampiri Cecillia dan menggendongnya masuk kedalam.

"TIDAK!! TUAN PUTRI!!!" Teriak Rarunia

See You Next!

avataravatar
Next chapter