1 Lavanya Isvara Kaneishia

"Aku pingin jadi seperti kamu Lavanya. Cantik, kaya dan semua orang suka denganmu."

"Hidup kamu sangat sempurna ya."

"Kamu pasti sangat bahagia."

Kalimat seperti itu sudah menjadi rutinitas bagi Lavanya untuk didengar. Setiap hari ada saja yang memuji atau berkata iri kepadanya. Semua orang mengakui jika kehidupan Lavanya sangat sempurna. Tetapi bagia Lavanya, kehidupannya hanya nyaris sempurna. Itu hanya nyari, belum sempurna. Kehidupan Lavanya tidak sempurna seperti yang dikatakan orang lain di luar sana. Menjadi putri tunggal seorang CEO perusahaan ternama di salah satu Negara tidak membuatnya bangga dan merasa memiliki hidup yang paling sempurna.

Mungkin jika keluarga Lavanya lengkap, maka bisa dibilang hidup Lavanya sangat sempurna. Tapi tidak. Nyatanya tidak ada manusia yang memiliki kesempurnaan dalam hidupnya. Termasuk Lavanya. Dan sekarang hidup Lavanya bukan lagi nyari sempurna, tetapi tidak sempurna.

Bagaimana tidak? Sejak Lavanya berusia 10 tahun, Ayah dan Ibu Lavanya memutuskan untuk berpisah karena diduga Ibu dari Lavanya tidak bisa menjadi istri dan Ibu yang baik untuk anak-anaknya. Sehingga sejak saat itu Lavanya hanya tinggal bersama dengan sang Ayah dan satu orang kakak laki-lakinya yang bernama Esha Kanchana Aditya. Ketika Ayah dan kak Esha disibukkan oleh perkejaan mereka, Lavanya biasa diurus dan dijaga oleh pengasuhnya.

Perjalanan hidup Lavanya selama ini membuat Lavanya di dewasakan oleh keadaan. Kekurangan kasih sayang dari seorang Ibu membuat Lavanya hanya bermimpi untuk bisa memiliki kehidupan yang sederhana dan damai bersama dengan laki-laki yang dia cintai dan mencintainya. Apa yang terjadi pada kedua orangtuanya, sebisa mungkin Lavanya tidak akan mengalaminya. Lavanya tidak ingin anaknya merasakan kesedihan yang sama sepertinya.

Dan laki-laki yang beruntung itu bernama Arzan. Laki-laki yang Lavanya temui secara tidak sengaja.

"Aduh, ban mobil aku bocor lagi. Gimana ya? Mana ga ada bengkel di sekitar sini. Aku juga ga bisa ganti ban," ucap Lavanya sendirian.

Lavanya baru saja selesai meeting dengan beberapa klien nya. Meeting tersebut memakan waktu lama. Sehingga Lavanya harus pulang malam kali ini. Di tengah-tengah perjalanan, tiba-tiba saja ban mobil Lavanya bocor. Tidak ada bengkel di sekitar sana dan keadaan sedang hujan deras. Lavanya mencoba menelepon seseorang untuk membantunya. Tetapi sayangnya ternyata baterai handphonenya habis.

"Baterai handphone aku habis lagi."

Tidak lama kemudian datang seorang laki-laki menghampiri mobil Lavanya. Lavanya merasa ketakutan. Lavanya takut dijahati oleh laki-laki itu. Apalagi saat ini Lavanya hanya sendirian.

"Permisi Mba. Mobilnya kenapa ya?" tanya laki-laki yang bernama Arzan.

"Kamu mau apa?"

"Ban mobilnya bocor ya? Ada ban serep ga? Biar saya bantu pasangkan."

Lavanya tidak bergerak. Dia tetap diam di dalam mobilnya sambil berpikir apakah orang yang akan membantunya itu benar orang baik atau memiliki niat jahat yang lainnya.

"Hallo? Mau saya bantu ga? Kalau engga, saya pergi nih," tanya Arzan kembali.

Karena Lavanya tidak ada pilihan lain, akhirnya Lavanya pun menerima tawaran Arzan.

"I... Iya Mas. Sebentar."

Lavanya keluar dari dalam mobilnya sambil membawa sebuah payung. Lavanya ikut mengawasi Arzan menggantikan ban mobilnya. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit ban serep pun sudah terpasang dengan sangat baik.

"Udah selesai ya. Semoga aja di jalan ga terjadi lagi," ucap Arzan.

"Terima kasih banyak ya. Sebentar."

Lavanya kembali masuk ke dalam mobil. Lavanya mengambil dompet miliknya yang sangat tebal dengan uang dan beberapa kartu kredit serta debit nya.

"Ini Mas. Sekali lagi makasih banyak ya."

Lavanya memberikan beberapa uang miliknya kepada Arzan. Tetapi Arzan langsung menolaknya. Karena Arzan memang ikhlas membantu Lavanya.

"Ga usah. Terima kasih. Saya bantu kamu ikhlas. Lebih baik uangnya kamu simpan aja."

"Tapi Mas, Mas kan udah bantu saya. Ga apa-apa diambil aja Mas."

"Ga usah. Saya pergi dulu ya. Kamu hati-hati di jalan. Permisi."

Arzan langsung pergi begitu saja dengan menggunakan sepeda motornya yang sudah terkena hujan sedari tadi selama dirinya memasangkan ban serep mobil milik Lavanya. Lavanya termenung sebentar. Karena dia tidak habis pikir masih ada orang yang baik dan benar-benar ikhlas untuk membantu orang lain.

Tanpa di sadari Lavanya tersenyum sendirian sambil melihat kepergian Arzan.

"Kenapa aku jadi senyum-senyum sendiri kaya gini. Lebih baik sekarang aku pulang. Pasti Ayah dan kak Esha udah nungguin aku di rumah."

Lavanya pun masuk ke dalam mobil dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke rumah.

*****

Di rumah.

"Lavanya kemana? Kamu ga tau adik kamu sendiri ada dimana sekarang?" tanya Ayah kepada sang kakak, Esha.

"Aku ga tahu, Yah. Aku juga kan baru sampai rumah."

"Aduhh, kalau sampai adik kamu kenapa-kenapa gimana? Dia itu kan perempuan, bawa mobil sendiri juga lagi."

"Lavanya udah besar, Yah. Mungkin dia lagi main di luar sana teman-temannya."

"Tapi tetap aja dia perempuan. Kamu itu gimana sih ga bisa menjaga adik kamu. Padahal dia itu adik kamu satu-satunya."

Ayah memang suka memarahi dan menyalahi kak Esha ketika Lavanya kenapa-kenapa. Karena yang Ayah mau adalah kak Esha bisa menjaga Lavanya dengan baik seperti Ayah yang menjaga Lavanya dengan sangat baik selama ini. Namun kesibukan kak Esha lah yang membuat dirinya tidak bisa menjaga Lavanya 24 jam dimana pun dan kapanpun.

Ayah mencoba menelepon Lavanya kembali. Kebetulan sekali Lavanya tiba di rumah dalam keadaan sedikit basah. Lavanya sempat terkena hujan sedikit ketika sedang menemani Arzan memasang ban serep mobilnya.

"Ayah, kak Esha," sapa Lavanya.

"Lavanya. Akhirnya kamu pulang juga. Kamu habis dari mana aja nak?" tanya Ayahnya.

"Dari mana aja sih dek? Kakak sampai di salahin terus sama Ayah dari tadi."

"Udah, udah. Ayah sama kak Esha ga usah berantem. Lavanya ga kenapa-kenapa kok. Lavanya baik-baik aja."

Pada kali ini Lavanya terlihat sangat berbeda. Terlihat jelas lukisan senyum indah dari kedua bibirnya. Tercipta dengan sangat mudah dan sempurna.

"Terus kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Ada apa?" tanya Ayahnya lagi.

"Engga. Aku ga kenapa-kenapa. Emangnya ga boleh ya kalau aku senyum?"

"Tapi senyuman kamu kali ini beda. Hayo ada apa? Cerita sama Ayah."

"Engga, Yah. Lavanya ga kenapa-kenapa. Udah ah, aku mau ke kamar dulu ya. Aku mau ganti baju. Baju aku basah sedikit nih. Dah Ayah, dah kakak. Good night."

Lavanya langsung pergi ke kamarnya tanpa menjawab pertanyaan dari sang Ayah. Karena sebenarnya Lavanya sendiri pun tidak tahu kenapa dirinya menjadi seperti itu pada hari ini. Dan Ayahnya pun hanya bisa ikut tersenyum karena melihat putri kesayangannya terlihat sangat bahagia hari ini.

-TBC-

avataravatar
Next chapter