webnovel

1. Toko Herbal

Pada suatu hari, aku merasa tenggorokanku sangat kering dan gatal. Hidungku juga tersumbat. Wajar, sih, karena sebulan ini hujan terus-menerus turun. Sudah beberapa kali pakaianku basah kuyup akibat hujan yang tiba-tiba turun. Itu sebabnya kini aku menderita sakit flu.

Akhirnya, setelah jadwalku tidak lagi padat, aku sempatkan diriku mampir ke toko herbal. Toko herbal tersebut berada tidak jauh dari tempatku bekerja. Meski kawasan tempat kerjaku merupakan kawasan sibuk yang sering dilalui orang, toko herbal tersebut tampak tidak terjamah. Toko herbal itu berlokasi di ujung Jalan Kenari, mungkin sekitar nomor 43 atau 44.

Sejujurnya, toko tersebut terlihat unik dan cantik. Dindingnya tersusun dari kayu dan banyak sekali tanaman di sana, baik yang menggantung maupun yang dipelihara di dalam pot. Beberapa dekorasi juga terlihat menghiasi toko tersebut. Kira-kira begitulah gambaran toko tersebut.

Oh iya, toko tersebut bernama "Cattleya's Therapeutic". Toko tersebut benar-benar cantik. Terlihat kuno, namun tidak usang. Melihat kecantikannya, awalnya aku sedikit heran mengapa jarang sekali pengunjung yang terlihat memasuki toko tersebut. Sampai akhirnya, aku berhadapan dengan pemilik toko yang juga menjadi satu-satunya karyawan yang bekerja di sana.

Aku betul-betul terkejut! Tidak kusangka pemilik toko tersebut berwajah kucing! Bukan, bukan mirip lagi, namun benar-benar memiliki wajah kucing!

Pada saat itu, aku merasa agak takut melihat wajahnya. Namun, karena aku benar-benar membutuhkan obat untuk penyakitku, aku tetap membelinya di toko tersebut. "A-aku mau obat untuk sakit flu," kataku dengan sedikit gemetar saat itu pada pemilik toko.

Meski berwajah kucing, ternyata ia ramah. Ia tersenyum padaku sambil mengambilkan obat untukku. "Baiklah," katanya sambil tersenyum. "Ini obatnya," katanya lagi setelah memberikan obat tersebut padaku.

Setelah bertanya harganya dan membayar, aku buru-buru pergi keluar toko. Aku berjalan dengan langkah yang gusar. Saat hampir mencapai pintu toko, aku mendengar sang pemilik mengatakan "Terima kasih atas kunjungannya. Semoga cepat sembuh!"

Tanpa menoleh, aku membalasnya dengan cepat. "Ya, terima kasih kembali!"

Setelah itu, aku kembali melangkah pergi dari toko tersebut. Kini, sudah beberapa hari berlalu dan tidak kusangka ternyata obat yang ku beli dari toko tersebut sangat ampuh. Aku pulih dengan cepat. Sungguh sebuah pengalaman yang unik dan aneh!

Kembali aku membaca ulasan pengunjung tentang toko herbalku. Beberapa kali ku dapati ulasan mengenai tokoku ini. Kali ini aku membacanya dari sebuah situs web di internet. Tampaknya, ulasan tersebut merupakan artikel yang paling ramai pembaca yang ada pada situs tersebut.

Aku ingat pengunjung tersebut. Gadis muda yang berkunjung sekitar seminggu yang lalu pukul 5 sore, saat-saat di mana para karyawan kantoran selesai bekerja. Sepertinya ia merupakan karyawan dari salah satu kantor yang ada di sekitar sini. Ia datang menggunakan mantel dan sepatu bot karet lengkap dengan payung yang ia letakkan di depan pintu toko.

Aku menggulir halaman artikel tersebut hingga ke kolom komentar. Terdapat 21 komentar di sana dan hampir semuanya membicarakan tentang wajahku.

"Apakah tulisanmu ini benar? Benarkah pemilik toko tersebut berwajah kucing?"

"Jangan mengada-ada. Mana ada manusia berwajah kucing!"

"Cerita ini sepertinya familiar! Aku juga pernah membaca toko herbal yang pemiliknya berwajah kucing."

"Wah, wajah pemiliknya benar begitu? Apakah dia ternyata kucing?"

"Jalan Kenari ya... Mungkin akan ku kunjungi nanti. Aku ingin melihatnya sendiri apakah benar pemilik tokonya berwajah kucing."

Aku menghembuskan nafasku dengan gusar. "Huff, lagi-lagi mereka membicarakan wajahku. Memangnya kenapa kalau punya wajah kucing? Seluruh keluargaku pun berwajah kucing," ucapku sambil menuang teh. Aku duduk di teras lantai atas toko sambil menikmati teh.

Memang sih, bagi orang awam, memiliki wajah kucing adalah sesuatu yang jarang mereka lihat. Mungkin bisa disebut aneh. Keluargaku yang seluruhnya berwajah kucing juga jarang memperlihatkan keberadaan mereka ke publik. Mereka memilih untuk membuka usaha sendiri untuk menghindari keramaian. Alasan lainnya yaitu jarang sekali ada perusahaan atau institusi yang mau menerima kami bekerja.

Pandangan aneh sudah seringkali aku dapatkan. Kata-kata hujatan dan kebencian juga sering kudengar. Sampai-sampai aku sering bertanya-tanya dalam hati: Memang, apa salahnya berwajah kucing? Apakah menjadi berbeda merupakan suatu kejahatan?