webnovel

Catatan Ujung Teras

Sebuah kisah Catatan buku harian dari seorang pemuda kampung bernama Effendik Bin Kastury. Effendik yang memiliki keistimewaan mata anugerah atau yang sering disebut orang sebagai mata indigo. Sebuah keahlian khusus titipan Allah SWT dari semenjak iya dilahirkan. Awal mula Effendik menganggap matanya yang mampu melihat makhluk tak kasat mata adalah kutukan. Tetapi lama-kelamaan saat usianya beranjak remaja bahkan menuju dewasa. Effendik sangat menikmati sebuah keahlian mata aneh yang dititipkan kepadanya. Sehingga pada masa kini dikala tahun berganti menjadi masa tahun 2021. Effendik memiliki kegiatan aneh yang iya sukai, bahkan cenderung menjadi kebiasaan. Depan teras dengan secangkir kopi hitam pahit sedikit gula menemani aktivitas duduk tengah malam di ujung teras. Sebungkus rokok adalah sahabat pelepas senyap dari kesendirian dikala petang adalah rajanya. Kala setiap malam Effendik menyapa ujung teras sendiri pada waktu rembulan merah telah berada di tengah-tengah. Selalu ada keadaan atau situasi ganjil yang menghampirinya dari gangguan makhluk astral sekitar. Dari hanya lewat atau sekedar menakuti hingga mengajak berkelahi. Apakah Effendik Bin Kastury mampu meredam semua gangguan makhluk tak kasat mata di ujung teras rumahnya? Ikuti perjalanan catatan buku harian Effendik saat bertemu sejuta rupa dan bentuk dari makhluk astral sekitar rumah. Bijaklah membaca ambil positifnya buang negatifnya. Tuanglah secangkir kopimu marilah bercerita bersamaku.

Cacak_Endik_6581 · Horror
Not enough ratings
10 Chs

Tertidur saat persalinan

Hujan masih tersisa rintiknya, gerimis masih menyertai di setiap sudut jalan depan rumah Bu Bidan Ambar. Aspal basah depan pagar halaman Bu Bidan tampak menggenang air di beberapa tempat.

Keheningan rumah masih terpaut sepi sebab semua orang dalam rumah masih tertidur pulas. Hanya Bu Bidan Ambar tampak gelisah sambil berjalan mondar-mandir di ujung teras rumahnya.

Bu Bidan Ambar resah menunggu seorang pasien yang hendak melahirkan di tempatnya. Sesekali iya masuk ke dalam ruangan bersalin yang iya bangun bersama sang suami beberapa tahun yang lalu. Sebuah ruangan kecil cukup untuk merawat pasien dan membantu para ibu yang hendak melahirkan.

Ruangan tersebut pas di samping kiri teras sebelah utara sebab rumah Bu Bidan menghadap timur pas depan jalan gang buntu desa Mojodukuh.

"Nah ini orangnya yang ditunggu sudah datang. Kok lama sekali Nak Kasturi? Ada apa memangnya masak iya ada macet di pagi buta apa lagi jalanan desa yang dilalui," ucap Bu Bidan Ambar mengomel tak karuan saat melihat Amanah sudah pecah ketuban.

Sebab sangat riskan sekali untuk Ibu hamil tua yang hendak melahirkan apabila pecah ketuban di jalan. Bisa sangat membahayakan keselamatan Sang Ibu dan Si bayi itu sendiri.

"Maaf loh Bu Bidan tiba-tiba ada hujan deras dan angin ribut datang menerpa kami di tengah jalan. Apa daya kami yang hanya seorang manusia biasa bukan Supermen dan Wonder Women yang bisa mengangkat gedung atau berlari sangat cepat," kata-kata terlontar demi penyangkalan pada tuduhan Ibu Bidan Ambar yang tak beralasan.

"Benar Bu Ambar malah tadi hampir saja kami kejatuhan batang pohon kelapa yang terbelah karena tersambar petir. Untung saja batang pohon kelapa tersebut urung jatuh ke arah kami sehingga kami selamat. Ada lagi diujung gang ini di depan sana. Ada peristiwa pembunuhan seorang Ibu muda yang digorok lehernya oleh suaminya sendiri. Mohon dimaklumi Bu Nak Kasturi dan Dek Amanah cukup Ibu Bidan lakukan tugas Ibu sebagai penyelamat nyawa seorang bayi," ucap Pak Budi membela Kasturi dan memang begitulah keadaan sebenarnya.

"Iya, ya, ya sudah ayo bantu aku bawa istrimu ke dalam ruangan bersalin. Biar lekas Ibu tangani sudah waktunya ini ketubannya sudah pecah begitu kok," ucap Bu Bidan Ambar membantu Amanah turun dari becaknya Pak Budi seraya dibantu oleh Kasturi.

Setelah mengantar Sang Istri ke dalam ruang bersalin Kasturi lekas keluar sebab tidak diperbolehkan Bu Bidan untuk ikut menunggui proses persalinan di dalam ruang bersalin. Sudah ada dua anak Bu Bidan Ambar yang bertitel perawat sebuah rumah sakit Kristen yang ada di Kecamatan Mojowarno.

"Pak Budi ini upah Pak Budi mengantar kami tolong diterima Pak," ucap Kasturi mengulurkan amplop putih berukuran kecil berisi sejumlah uang sebagai upah jasa mengantarnya pada Pak Budi.

"Terima kasih Nak Kas lalu Bapak ikut menunggu atau bagaimana ini?" tanya Pak Budi meminta pendapat dari Kasturi untuk membantunya menunggu atau pulang.

"Bapak pulang saja dahulu pasti Pak Budi juga lelah sebab tadi kehujanan. Nanti biar saya atau Bapak Ali yang ke rumah Bapak mengabari jikalau anak saya telah lahir. Pasti nanti saya butuh jasa Bapak untuk kembali menjemput Dek Amanah pulang.

"Baiklah kalau begitu Nak Kasturi Bapak pamit pulang terlebih dahulu. Benar loh nanti kalau sudah melahirkan hubungi saya nanti saya jemput. Kasihan Dek Amanah kalau-kalau ada apa-apa dijalan. Saya jua kan masih termasuk Pakdemu Nak Kas dari jalur Mbak Tiari.

"Siap Pak Budi pasti akan saya beritahu siapa lagi yang mampu coba menghindari batang pohon kelapa segede itu dengan mengayuh becak dan membawa beratnya Ibu hamil," ucap Kasturi memuji Pak Budi.

"Ah bisa saja sampean ini Nak Kasturi. Kebetulan saja Allah memberi saya ijin untuk melindungi kalian. Kalau bukan Allah yang memberi saya kekuatan seperti itu mana bisa saya menggenjot pedal sekencang itu. Ya sudah saya pulang dahulu Nak Kas hati-hati ya, Assalamualaikum," ucap Pak Budi berlalu bersama becaknya meninggalkan pelataran rumah Bu Bidan Ambar.

"Waalaikumsalam," jawab Kasturi sembari duduk di kursi panjang pas bawah jendela kaca berbentuk kerepyak depan ruangan ruang bersalin agak ke ujung teras rumah Bu Bidan Ambar.

Kasturi menarik nafas panjang sambil merebahkan tubuh lelahnya di atas kursi panjang sambil menanti sang istri Amanah yang berjuang untuk melahirkan buah hati pertamanya. Dalam hati Kasturi agak tertawa namun hanya menampakkan senyum saja tersungging di bibirnya yang mulai menghitam oleh sebab terlalu banyak menghisap asab rokok.

"Alhamdulillah Ya Allah kau masih mempercayaiku untuk amanahmu sebagai seorang Bapak. Tidak terasa sudah mau menjadi Bapak saja diriku ini, Hufz..., tidak terasa usiaku sudah dua puluh tiga tahun. Aku sudah menjadi Bapak esok hari ah betapa senangnya tak terkira rasa hatiku," gerutu Kasturi sambil merebah dengan jemari tangan kanannya tetap memegang sebatang rokok yang sudah hampir habis separuh.

Tiba-tiba tanpa iya tahu ada sesosok jin tinggi besar berwarna hitam bercula dua. Matanya begitu merah tanpa bulatan kecil di tengah bola mata hanya merah bak warna darah. Jin berjenis dari bangsa Raja iprit tersebut mengacungkan tongkat yang berasal dari tulang belulang orang mati ke arah kening Kasturi.

Seraya meniup-niupkan hawa dari mulutnya agar Kasturi lekas tertidur pulas. Sebuah rencana jahat jin iprit rupanya berhasil dengan sempurna. Kasturi yang notabenenya lelaki biasa tanpa kekuatan rohani yang kuat akhirnya tertidur pulas sambil terbaring di atas kursi panjang depan ruang bersalin.

Secepat kilat Sang Jin laknatullah dapat dengan mudah melewati pintu ruangan bersalin yang terkunci rapat dari dalam dengan cara menembusnya. Dalam ruangan iya mulai beraksi kembali meniupkan angin hawa bius agar Amanah tertidur pula sama seperti Sang Suami. Dimana Kasturi telah terlelap di depan ruangan bersalin.

Akhirnya Amanah tertidur pula walau Amanah lebih suka mengaji dan berzikir daripada Sang suami. Tetapi itu belum cukup untuk menangkal serangan setan sekelas Raja jin iprit yang ada di sampingnya kini.

Raja jin iprit bermaksud agar Amanah tertidur saat berkontraksi dalam berjuang melahirkan si buah hati untuk hidup ke dunia. Raja jin iprit tahu jikalau Si Ibu tertidur maka iya tak lagi berusaha menahan kontraksi dan pada akhirnya bayi tak lagi keluar. Lalu dapat dipastikan keduanya yakni Ibu dan Si Bayi akan meninggal secara bersamaan sebab bayi telah berada diluar kandungan.

Perlahan Raja jin iprit berbentuk serupa gambaran malaikat iblis dalam manga negeri bunga sakura meniupkan hawa-hawa kematian dari dalam mulutnya. Perlahan mata Amanah terpejam merasa begitu kantuk sangat berat untuk membuka mata.

"Loh-loh Dek Amanah jangan tidur Dek Amanah, bahaya ini jangan tidur bisa-bisa ciloko ini Dek. Nak Kas, Nak Kasturi Dek Amanah ini loh!" teriak Bu Bidan Ambar begitu panik beserta cemas.

Kematian hanya milik Allah semata dan hanya kepada Allah lah kita akan kembali pulang

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Cacak_Endik_6581creators' thoughts