webnovel

Catatan Ujung Teras

Sebuah kisah Catatan buku harian dari seorang pemuda kampung bernama Effendik Bin Kastury. Effendik yang memiliki keistimewaan mata anugerah atau yang sering disebut orang sebagai mata indigo. Sebuah keahlian khusus titipan Allah SWT dari semenjak iya dilahirkan. Awal mula Effendik menganggap matanya yang mampu melihat makhluk tak kasat mata adalah kutukan. Tetapi lama-kelamaan saat usianya beranjak remaja bahkan menuju dewasa. Effendik sangat menikmati sebuah keahlian mata aneh yang dititipkan kepadanya. Sehingga pada masa kini dikala tahun berganti menjadi masa tahun 2021. Effendik memiliki kegiatan aneh yang iya sukai, bahkan cenderung menjadi kebiasaan. Depan teras dengan secangkir kopi hitam pahit sedikit gula menemani aktivitas duduk tengah malam di ujung teras. Sebungkus rokok adalah sahabat pelepas senyap dari kesendirian dikala petang adalah rajanya. Kala setiap malam Effendik menyapa ujung teras sendiri pada waktu rembulan merah telah berada di tengah-tengah. Selalu ada keadaan atau situasi ganjil yang menghampirinya dari gangguan makhluk astral sekitar. Dari hanya lewat atau sekedar menakuti hingga mengajak berkelahi. Apakah Effendik Bin Kastury mampu meredam semua gangguan makhluk tak kasat mata di ujung teras rumahnya? Ikuti perjalanan catatan buku harian Effendik saat bertemu sejuta rupa dan bentuk dari makhluk astral sekitar rumah. Bijaklah membaca ambil positifnya buang negatifnya. Tuanglah secangkir kopimu marilah bercerita bersamaku.

Cacak_Endik_6581 · Horror
Not enough ratings
10 Chs

Bercanda dengan Mbakyu Kuntilini

Segelas racikan kopi hitam pahit sedikit gula menyapaku rendah riuh dari mengepulnya asap hangat di permukaan airnya. Atap langit cerah mengawasi sebagai atap, kala malam bersua tengah malam benar di ujung kota Gresik. Sebatang rokok pabrikan kota malang bertajuk gembok dan kunci berwarna biru tua melapisi bungkusnya. Telah terisap separuh jalan di mulut dengan bibir sudah semakin hitam kepala ku.

Pabrik mebel setengah PT berdiri dua gedung memanjang ke utara sebelah ku. Mereka hanya terdiam sebagai benda mati tak bersuara dan tak protes akan asyiknya aki bercakap dengan suasana sepi.

Angin mulai meniupkan dingin merambat pada dinding pagar dari tumpukan batangan cor memanjang sealur bangunan pabrik di belakangku. Mereka jua terdiam saat aku sandari sebagai benda mati dan saksi bisu langkah perjuanganku.

Malam kembali merayu serta berbisik lembut akan suasana pekat membawa kabut gelap merayap pada sela-sela bangunan pabrik. Semakin petang berselang beberapa menit dari acara menghisap sebatang. Ada bayangan putih agak rusuh mengendap pada gang sekat antara bangunan mes dan gedung pabrik pertama.

"Keluar saja mbakyu kunti, sudah lewat saja aku hanya manusia biasa. Justru aneh bukan kalau kau berwujud setan takut denganku berwujud manusia," ucapku melambaikan tangan ke arah bayangan.

Iya hanya terdiam menatapku berwajah pucat bak kapur tulis namun tetap ayu. Rambutnya yang terurai memanjang tak beraturan menambah keangkeran wajah yang ia miliki. Baju lusuh mirip daster putih berbau tanah pemakaman menghiasi sang badan.

Dia Mbak Kunti entah dari mana berasal tiba-tiba ada begitu saja dipojok mes pabrik. Dia Mbak Kunti tak menapak tanah tapi terlihat kakinya berkukuh-kukuh hitam mengambang. Senyumnya menyeringai bagaikan alam lain yang menelusuk bagai jarum langsung menghunjam uluh hati. Membuat rasa kengerian tersendiri otomatis bulu kudu langsung berdiri dan ketakutan menjalar bagai api melahap kayu bakar kering teramat cepat.

Dalam hatiku berkata, hem awas kau beraninya menggoda ku saat aku sendiri ya Mbakyu Kunti. Tunggu saja nanti akan aku balas untuk berganti menakutimu. Malam ini boleh saja kau menakutiku tunggu saja besok malam Jumat sudah. Kalau aku tiada berhasil menakutimu jangan panggil aku Effendik.

Malam ini aku biarkan saja Si Mbakyu Kunti berlalu di bawah teras samping antara mes pabrik dan gedung utama. Malam pertama bertemu Mbakyu Kunti memang ku biarkan saja lewat. Mata sudah teramat lelah aku rasa, bukan ihwal rasa ketakutan. Bukan pula akan rasa ngeri atau rasa merinding disko tumbuh pada otak yang biasa menjalar pada orang kerasukan.

Melainkan esok hari masih ada cita-cita harus tercapai dari bangsa istilah pekerjaan serta tujuan hidup. Akan rayuan pulau kelapa dalam nyiur lambaian cacing dalam perut akan laparnya esok jadi kubiarkan saja Mbakyu Kunti terus tersenyum jijik.

Langkah gontai agak menyeret-nyeret lelah ku lewati sosok Kuntilanak ujung teras samping mes begitu saja. Rasa acuh bertabur dendam kesumat aku layangkan pada otak untuk menanti malam berikutnya.

Wajah Si Mbakyu Kunti menampakkan rasa kebingungan. Saat aku langkah kakiku melewati sosoknya dengan keadaan acuh tak acuh. Mungkin dalam hatinya berkata, ini orang apa bukan kenapa tak takut padaku. Atau memang dia belum tahu siapa aku, atau tiada melihatku.

"Woi anak manusia kemana kau ayo bermain denganku. Kita main petak umpet yuk nanti kamu aku culik," kelakar tak wajar dari Mbakyu Kunti kembali mencoba menakuti ku.

Akhirnya malam aku akhiri dengan bau bantal dan kasur usang dalam mes pabrik. Mataku terpejam membelai mimpi dari awalan doa, Bismikah Allahuma Ahya wa bismika amut. Agar Si Mbakyu Kunti tak dapat merasuki otakku lalu ikut menelusuk pada mimpi yang seharusnya Allah memberi tanda akan istilah ruh pergi saat kita terlelap.

Malam kedua tepat hari kamis pada kisaran istilah Jawa kuno bernama malam Jumat legi. Istilah yang sangat melekat pada setiap otak manusia Jawa akan naas hari. Malam Jumat legi teramat sakral untuk bangsa Jawa di malam ini banyak aktivitas magic sebagai tes ilmu atau mengirim santet nyata bagi musuh mereka para pelaku magic. Mereka adalah golongan sayap kiri sisi dunia yang sering dinamai oleh orang bertitel dukun.

Malam kedua sengaja aku tak keluar mes pabrik untuk mengelabuhi Mbakyu Kunti. Terbujur malaslah aku pada seonggok kasur lawas pemberian Pakde Mandor Singhaji setahun yang lalu. Menikmati sebatang tetap produkan pabrik kota Malang. Segelas kopi hitam pahit sedikit gula tetap sebagai sahabat setia menunggu mesra sampingku terbaring.

Pas detak jam dengan kedua jarumnya mengarah ke atas semua. Jam dinding yang menempel malas pada dinding sebelah dalam mes pabrik. Tepat di depanku terbaring dengan kata malas jua akan berdiri. Sudah niat aku untuk memancing keluar Si Mbakyu Kunti, mulailah aku menyetel mp3 pada HP sekencang-kencangnya.

Pemahamanku Mbakyu Kunti jua ciptaan dan tentu dia jua tidak mau ketenangannya dirusak oleh suara bising dari HP ku. Benar juga akhirnya pukul 00:15 waktu desa Kandangan, kecamatan Cerme, kota Gresik, dimana pabrik mebel setengah PT tempatku bekerja berdiri. Mbakyu Kunti mulai menampakkan diri.

Pas di atas aku terbaring ada sebuah jendela kaca berbentuk kerepyak bertingkat. Beberapa batang besi diameter enam cm tertata rapi dan di atasnya ada kaca-kaca sebagai penutup jendela. Mbakyu Kunti muncul di balik luar jendela kerepyak. Tetap berwajah putih pucat laksana kapur tulis.

Tangannya telah iya julurkan antara kerepyak berbentuk layaknya kulit yang terbakar. Hitam melepuh di beberapa bagian kulitnya dengan kukuh-kukuhnya yang panjang jua berwarna hitam.

Suaranya mulai keluar serak berat menusuk gendang telinga. Embusan nafasnya bau harum anyir darah menjijikkan. Rambutnya tetap terurai tak karuan bagai penyanyi roker belum keramas bertahun-tahun.

"Hayo loh anak manusia aku makan kau, takutlah akan aku dan aku adalah setan yang nyata menggoda mu," sayup-sayup Mbak Kunti mulai meneriakkan kata-kata menakuti.

Dalam malas berbaring aku tertawa simpul sebab jebakanku ternyata berhasil. Dalam hati aku berkata, kena kau Kuntilini malam ini tak akan ku lepaskan kau. Kita lihat siapa yang ketakutan malam Jumat legi kali ini. Aku sudah siapkan semua strategi, Sejak sore sudah aku khatamkan Al Quran dan berzikir banyak-banyak. Kali ini kekuatanku sudah full super Power.

Ku rubah posisi tubuh agak mengendap di bawah jendela kerepyak bertujuan untuk mengageti Si Mbakyu Kunti. Posisi duduk setengah jongkok begitu pas di bawah jendela dan dengan hitungan dalam hati antara satu sampai tiga. Aku melompat seraya berteriak, "Hayo mau apa kau," namun tetap dalam hati melafaz sebuah doa-doa pengusir setan.

"Huwa, woi, kaget aku!" Mbakyu Kunti berteriak tak karuan lalu lari terbirit-birit entah kemana.

"Yes aku menang," ucapku bergaya kepalan tangan sebagai pemenang.