webnovel

Catatan Cerita

Sheren Queena memiliki mimpi yang manis. Gadis cantik itu menyukai musik, dan mimpinya adalah orang-orang bisa mendengarkan musiknya. Sesederhana itu. Namun rupanya, jalan yang dia tempuh teramat sangat terjal.

ranyraissapalupi · Teen
Not enough ratings
297 Chs

Catatan 41: Latihan Orkestra Pertama

Sheren baru saja menginjakkan kakinya di gedung markas Winter Orkestra saat dia mendengar suara pertengkaran yang kencang. Dia bisa mendengar suara-suara itu dari depan pintu ruang latihan orkestra. Dia mendapat ide untuk mencuri dengar pembicaraan itu dan membuatnya menempelkan telinganya pada pintu.

"MEMANG DIA SEHEBAT APA?! DIA HANYA BOCAH KEMARIN SORE! BAGAIMANA BISA KALIAN MEMASUKKANNYA MENJADI PUSAT PERHATIAN DARI PERTUNJUKAN INI?!"

Sheren mengernyit, dia sadar bahwa orang yang dimaksud adalah dirinya. Namun, siapa orang yang sedang marah-marah itu? Suaranya terdengar asing di telinga Sheren. Kemudian, gadis cantik itu membuka pintu ruang latihan. Bunyi pintu yang berderit mengalihkan fokus orang-orang yang ada di sana.

Seorang gadis berwajah sombong menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. "Hei, apa yang sebenarnya kamu lakukan? Apa yang sudah kamu berikan pada mereka? Tubuhmu? Hidupmu?"

"Anda siapa? Berani sekali Anda bertanya seperti itu pada saya!" Harga diri Sheren terluka saat gadis itu memberi pertanyaan yang melecehkan harga dirinya.

Gadis itu bersedekap, sepasang manik matanya menyorot Sheren tajam. "Ck, kamu tidak tahu siapa aku? Panggil aku Queen Idol!"

"Oh Queen Idol, oke. Kalau begitu, sedang apa kamu di sini?"

Si gadis yang menamai dirinya dengan panggilan Queen Idol itu berjalan mendekati Sheren, gerak tubuhnya memberikan kesan menantang pada Sheren. "Aku di sini untuk mengambil hakku sebagai solo piano!"

Tawa bernada menghina keluar dari mulut Sheren. "Mengambil hakmu? Bukannya lebih tepat disebut mencuri? Bu Winona tidak memberikan posisi ini padamu. Beliau memberikan posisi ini padaku, dan aku cukup mampu melakukan tugas itu." Sheren melirik jam dinding raksasa yang berada di dinding ruang latihan orkestra. "Kamu sudah membuang terlalu banyak waktu kami. Jadi, keluar sekarang atau aku telpon Bu Winona!"

Gadis itu menatap Sheren kesal. Dia akan menampar Sheren saat sebuah tangan menahannya. Tangan itu milik seorang pria muda. Pria itu menatap Sheren dengan penuh penyesalan. "Maafkan kami ya? Aku janji dia tidak akan mengganggumu lagi." Kemudian, pria muda itu menyeret si gadis berjalan pergi, meninggalkan ruang latihan orkestra.

"Ada-ada saja," gumam Sheren.

Konduktor kemudian mengambil alih situasi dan mulai memberi aba-aba pada anggota orkestra untuk bersiap.

***

Sheren menggerakkan jari-jemarinya yang terasa pegal. Dia sudah lama tidak bermain piano, dan otot-otot tangannya menjadi kaku. Jam telah menunjukkan pukul 20.30 malam, waktu yang sudah termasuk larut untuk seorang gadis muda sepertinya. Sheren kemudian mengemasi barang-barangnya dengan cepat.

"Kamu bawa mobil She?" Adeline berjalan mendekati Sheren yang tengah sibuk dengan tasnya.

"Tidak, tapi manajerku menunggu di luar. Ayo pulang!" Sheren kemudian merangkul pundak Adeline, mereka lalu berjalan beriringan.

"Cewek tadi siapa, Line? Kamu kenal dia?"

Adeline mengangguk. "Dia adalah lawan main Shawn di salah satu filmnya. Namanya Jasmine. Jasmine adalah gadis yang menyebalkan. Dia selalu menganggap dirinya adalah pusat dunia, dia juga memposisikan dirinya di posisi yang lebih tinggi dari semua orang. Jasmine juga merasa sangat puas dan sangat bangga dengan pencapaiannya. Hobinya adalah membesar-besarkan pencapaiannya, faktanya pencapaian-pencapaian dia itu biasa saja. Tidak sehebat itu. Namun, dia masih bertahan di industri ini karena orang tuanya kaya."

"Agensinya apa?"

Adeline menggeleng. "Dia tidak terikat agensi. Dan cara dia terkenal tentu saja dengan mengandalkan orang tuanya. Orang tuanya yang kaya raya itu melakukan publikasi besar-besaran terhadap dirinya."

Sheren mengangguk mengerti. "Dan dia tadi marah-marah ke sini, merasa bahwa dia bisa menggilas Starlight Entertainment?"

"Bingo! Dan lagi, Bu Winona tidak akan tinggal diam dengan masalah ini. Begitu juga Pak Julian."

"Pak Julian? Julian Janson yang terkenal itu?"

Adeline mengangguk mengiyakan. "Winter Orkestra adalah salah satu unit musik milik 29 Music." Seketika, Sheren merasa bodoh. Dia merasa bodoh karena tidak hapal dengan unit-unit bisnis milik orang tuanya. Selain tidak hapal, dia juga tidak peduli mengenai bisnis orang tuanya. Karena selama ini, hanya Shaka yang membantu mengurus usaha orang tua mereka.

Alana telah menunggu Sheren di lobi saat kedua gadis itu tiba di lobi. Gadis cantik itu lalu menyerahkan sebotol minuman ringan dingin pada Sheren. Sheren kemudian menoleh menatap Adeline, "Line, aku duluan ya?" Adeline mengangguk. Kedua gadis itu kemudian berpisah.

***

"Kak Alana kenal Jasmine?"

Alana yang sedang sibuk dengan tabletnya kemudian menatap Sheren. "Jasmine siapa?"

"Jasmine yang menyebut dirinya Queen Idol."

Alana menatap Sheren dengan pandangan menuntut penjelasan. "Dia melakukan onar apalagi?"

"Apalagi? Berarti dia sering berbuat onar? Tadi, Jasmine datang ke gedung orkestra sembari marah-marah. Katanya, dia akan merebut kembali haknya sebagai solois piano di konser ini."

Mendengar cerita Sheren membuat Alana merasakan lelah seketika. "Nama baik Jasmine di industri ini sangat buruk. Jasmine menganggap dirinya ratu dari segala ratu. Dia menamai dirinya sebagai Queen Idol. Dia sangat bangga pada dirinya sendiri, menganggap dialah yang paling terbaik. Jasmine selalu berbuat rusuh di tempat diadakannya projek-projek besar berlangsung. Jasmine anak dari keluarga kaya, orang tuanya memiliki bisnis perhotelan." Alana kemudian teringat sesuatu. "Dia naksir Shaka, Shaka Alexander. Anak pemilik dari 29 Starlight Entertainment."

Sheren merasa ingin pingsan saat mendengar nama Shaka disebut. Jasmine naksir Shaka?! Sheren bersumpah akan memecat Shaka sebagai saudara kembarnya jika dia dan Jasmine benar-benar jadian! "Bagaimana cara Jasmine mengenal Shaka?"

"Setahuku, mereka mengenal melalui acara yang diselenggarakan 29 Music dua tahun lalu. Shaka yang rupawan, cerdas, tinggi, lembut, dan kaya tentu saja menjadi incaran para gadis. Siapa yang bisa menolak pesonanya?"

Sheren tertawa mendengar itu. Tentu saja hanya Sheren yang mampu menolak pesona Shaka. Karena baginya, Shaka tidak lebih dari seorang manusia yang menjabat sebagai kakak kembarnya.

"Eh She, kamu sudah tahu Shaka belum? Beberapa bulan lagi, 29 Music akan mengadakan acara. Aku akan mengenalkanmu pada dia!" Alana berkata dengan menggebu-gebu. Gadis cantik itu begitu bersemangat untuk mengenalkan Sheren pada Shaka.

"Baiklah, terima kasih banyak ya Kak," senyum Sheren. Gadis itu berpura-pura menerima tawaran dari Alana.

***

"Ka, kamu punya pacar?"

Sheren kini berbaring di ranjang Shaka. Gadis itu baru saja tiba di rumah beberapa menit lalu. Setelah mandi dan makan malam yang sangat terlambat, gadis itu lalu menerobos kamar Shaka begitu saja.

"Belum. Aku masih belum berminat pacaran," jawab Shaka yang baru saja selesai memasukkan buku-bukunya ke dalam tas sekolah miliknya. Shaka kemudian ikut berbaring di samping sang adik di atas tempat tidurnya.

"Benarkah? Padahal kamu tampan dan pintar. Kamu adalah manusia nyaris sempurna."

"She, kali ini aku sudah tidak memprioritaskan urusan hati. Itu akan menjadi prioritasku yang kesekian. Prioritas teratasku adalah bersiap untuk memimpin perusahaan Ayah."

"Perusahaan Ayah? Ayah kenapa?" Sheren mengerjap-ngerjap kebingungan. Raut khawatir tampak di wajah cantiknya.

Shaka mengusap rambut adiknya lembut. "Ayah enggak kenapa-kenapa, semuanya baik-baik saja. Hanya saja, aku harus bersiap untuk meneruskan perusahaan Ayah dan menggantikan Ayah. Tentu saja, persiapan itu butuh waktu yang tidak sebentar."

"Bebanmu sebagai anak laki-laki tertua berat ya?" Sebuah rasa kasihan menelusup di hati Sheren saat dia mendengar penjelasan Shaka tadi.

Tawa terdengar dari bibir Shaka. "Enggak kok, Eh iya, bagaimana latihannya tadi? Menyenangkan?"

Sheren menatap Shaka tajam. "Ka, 29 Music, Starlight Entertainment, dan Winter Orkestra. Semuanya bernaung di bawah perusahaan yang sama. Apa kamu dan Mama membantuku agar bisa debut?"

"Tentu, Mama memasukkan kamu ke kursus piano. Dan aku yang mengantar jemputmu."

"Bukan itu! Maksudku adalah kamu dan Mama berkolusi agar aku bisa debut?"

Shaka menggeleng. "Kami tidak melakukan itu. Mama bilang bahwa debutmu adalah murni karena kemampuanmu. Para staf Starlight tidak tahu identitas aslimu kecuali rekan setimmu, itu juga mereka sudah berjanji untuk tidak membocorkan identitas aslimu."

"Apa itu benar? Yang kamu katakan itu benar?"

Shaka mengangguk. "Itu benar. Mama percaya pada kemampuanmu, Mama juga tahu kamu pasti bisa bertahan di industri hiburan dengan baik. Kemampuanmu dan karaktermu yang akan membuatmu bertahan di sana. Kamu pekerja keras, kami tahu itu."

"Aku? Pekerja keras? Aku berlatih piano dengan keras karena dipaksa Mama," koreksi Sheren.

"Itu memang benar. Namun, Mama hanya memaksamu di waktu-waktu yang sudah ditentukan. Kamu sering berlatih di luar waktu-waktu itu. Dan kamu memang pekerja keras."

"Bohong!"

"Manusia memang sangat sulit untuk melihat dirinya sendiri, walau kaca sebesar dunia memantulkan bayangan manusia dengan sangat jelas."

***

Surabaya, 4 April 2020

Aku pekerja keras? Shaka pasti bercanda! Aku berlatih piano dengan keras karena dipaksa Mama, bukan karena aku adalah seorang pekerja keras.