webnovel

Catastrophic Fall

Apa yang terjadi bila bumi dihadapi dengan asteroid besar bahkan lebih besar dari yang pernah memicu kepunahan dinosaurus? Ini adalah kisah pilu dari seorang ilmuwan bernama Wadito Stalhom.

Okiku_0 · Sci-fi
Not enough ratings
16 Chs

CATASTROPHIC FALL - chapter 1

- 2 bulan sebelum asteroid jatuh -

Cahaya matahari menembus kaca jendela restauran yang menyinari jas putih khas scientist menjadi tampak terang dari pandangan orang sekitar. Dengan rambut panjangnya dan syal yang menghangatkan leher menambah kesan cool padanya. Dia Wadito Stalhom sedang duduk seraya menunggu pesanan Noodle yang biasa dia makan di tempat itu.

Dia menunggu pesanan sambil membaca koran untuk mengatasi rasa jenuh.

"Beberapa sisi positif perang nuklir?" Gumam darinya.

"Apa mereka tidak tahu kalau yang mencetuskan pernyataan itu aku?"

"Iya kan benar, tidak ada nama Prof. Wadito Stalhom disini. Padahal aku juga memberikan pernyataan walaupun tidak sebanyak Prof. Helga," didalam hati ia berbicara.

AHAHAHA!!

Terdengar suara ketawa keras darinya dengan menghadap muka ke atas yang membuat bingung orang sekitar.

Seorang pria bersetelan serba hitam dengan senyuman lebarnya mendekati Wadito dari belakang.

"Selamat pagi, Sir. Bolehkah saya duduk?"

"Oh iya pagi, dan siapa kau?" Tanya nya Wadito sembari menutup koran.

"Saya Dakino Thorsten dari Divisi Lab yang baru direkrut minggu lalu. Dan panggil saja Daki."

"Daki??, Oh jadi kau orang baru itu. Silahkan duduk." Mempersilahkannya dengan mengulurkan tangan ke bangku.

"Ya Sir, Thank You." Daki segera duduk ke bangku didepan Wadito.

Wadito mulai bertanya, "Maaf, sebenarnya sudah seminggu ini aku tak pernah ke lab karena banyak acara pribadi. Jadi aku tak sempat bertemu denganmu. Hey, apakah kau bukan dari sini? Kudengar kau sering mengucap bahasa asing."

" Tidak. Saya hanya terbiasa berbicara bahasa asing karena dulu saya bekerja di Russia."

Daki menyulurkan senyuman dengan tatapan tajam. Matanya terlihat seperti lubang hitam yang tak kunjung kedalamannya. Dilihat dari penampilan mungkin dia orang yang aneh, tetapi Dito tidak mencoba berpikir buruk dan hanya mewaspadainya saja.

"Jangan terlalu formal, kita seumuran kan?"

"Iya baiklah." Daki menyunggingkan senyum lebarnya.

Melihat seringai pria itu membuat Wadito terasa tak nyaman karena ia sudah terbiasa melihat kepalsuan dari wajah seseorang.

"Langsung saja ada apa kau  menemuiku?" Tanyanya cepat.

Gadis berpakaian maid itu berdiri di samping meja menyela pembicaraan dua orang tersebut dan menyiapkan makanan Noodle yang sudah di tunggu lama oleh Wadito.

Memegang nampan dan menaruh pesanan ke meja. "Silahkan dinikmati makanan dan minumannya."

Noodle yang berasap tipis karena baru matang membuatnya ingin segera disantap.

"Apa kau tak ingin memesan sesuatu?" Tanyanya pada Daki setelah menyeruput minuman.

"Tidak, sebenarnya aku ingin membicarakan sesuatu tentang pekerjaan kepada mu?"

"Tentang hal ap-"

tet teet te teett!

Suara Handphone yang berada di saku celana berbunyi nada panggilan. Wadito segera mengangkat dan ternyata panggilan dari teman kerjanya.

"Tunggu sebentar sepertinya ada telepon"

"Ya silahkan diangkat," mengangguk pelan.

"Hallo hallo?"

"Apa? Probabilitas menabrak bumi 75 persen?"

"Baiklah aku akan segera kesana." Dengan sedikit cemas dia langsung berdiri dari bangku.

"Ada apa disana?" Daki menanyakan dengan mendongak ke atas.

"Sedang ada masalah di Lab, kalau mau bicara sesuatu nanti saja," berjalan menuju pintu.

"Oh tak apa itu hanya pembicaraan tak penting." Jelasnya.

"Oh iya, apa kau membawa motor?" Membalikkan badan dan menanyakan langsung kepada Daki.

"Aku tidak punya motor, tapi aku membawa mobil."

"Baiklah, berikan kunci kontaknya. Aku yang akan mengendarai."

Meraih kunci mobil dari saku bajunya. "Ini kuncinya."

"kita harus bergegas."

                              ~ | | | ~

Eeeeek!

Suara pintu utama itu mendencit di dalam lab SAJ. Prof Helga yang mendengarnya langsung menoleh ke pintu bahwa akan datang seseorang memasuki ruangan. Orang itu Wadito dan Daki masuk ke dalam ruang yang penuh dengan kesibukan para fisikawan.

Wanita yang sedang sibuk dengan komputernya itu adalah Prof Helga Shirui. Sudah 4 tahun ini dia bekerja di Lab bersama Wadito dan rekan rekannya. Helga selalu diandalkan rekan setimnya karena itu ia menjadi pemimpin.

"Dito, kau sudah datang ya, kemarilah lihat ini," sahutnya kepada Wadito.

"A-apa apaan ini! "

"Ya, aku menamainya 302AN. Asteroid raksasa ini berukuran lebih besar dari yang pernah mengancam bumi. Dari hasil penelitian kira-kira sepanjang 92 km dibanding asteroid yang pernah menimbulkan punahnya dinosaurus dengan panjang 81 km."

Dari pernyataan Helga spontan Wadito terkejut mendengarnya.

"Ini benar-benar mengerikan, berapa jaraknya," menghadapnya dengan memasang wajah serius.

"Dua bulan kalau dihitung dengan waktu, dan lagi jatuhnya tepat berada di pulau Jawa. Kecepatan mencapai 48.000 km/jam. Bahkan lebih cepat dari asteroid bulan lalu yang melewati bumi."

"Kami sudah diberitahu sejak kemarin dan hanya kau saja yang belum diberitahu." Ucapnya dari salah satu orang yang duduk di pojok ruangan.

Tiba-tiba seseorang merangkul ke pundak Daki. "Jangan cemas kita pasti bisa mengatasinya, iya kan?"

Seketika suasana hening melihat tanggapan Don yang baru datang.

"Jangan bercanda, kita sedang berada dalam situasi panas"

"Hey Stalhom, lama tak jumpa denganmu."

"Padahal baru seminggu. Ohiya kalian sudah mengenal satu sama lain?" Tanyanya Dito.

"Ahahaha kami sudah akrab, iyakan Daki." Ucapnya Don dengan ketawa yang menyebalkan.

"Kenapa kau tertawa?"

"Saat mengucap namamu entah kenapa perutku tak bisa menahan ketawa, Ahahaha"

Daki hanya bisa tersenyum mendengar ucapannya."Apa ada masalah"

"Maaf, aku hanya bercanda."

"Hiraukan saja , dia memang suka bercanda tapi candaan nya jelek." Jelasnya dari Wadito. "Bagaimana pendapatmu sekarang Helga?", Lanjutnya lagi.

"Untuk saat ini aku ingin istirahat dulu, masalah tak akan selesai bila pikiran kita tak tenang." Suara sepatu terdengar anggun mendekati pintu keluar. Dengan memasukkan tangannya ke dalam saku dia berjalan menuju teras Lab untuk meminum secangkir teh.