webnovel

CAROLINE

Hidup Caroline berubah 180 derajat setelah ulang tahun ke-18 nya. Mengetahui seluruh anggota keluarga angkatnya ternyata adalah werewolf masih belum cukup, Ia harus menerima kenyataan bahwa kakaknya, Alex, adalah pasangan matenya. Belum lagi kenyataan bahwa selama ini sebenarnya Ia bukan manusia biasa. Caroline adalah Leykan terakhir yang hidup, bangsa superior yang sangat ditakuti dan dibenci oleh para werewolf. Apakah Ia harus melarikan diri atau menghadapi takdir barunya?

ceciliaccm · Fantasy
Not enough ratings
252 Chs

Chapter 52

"Kalau aku keponakan kesayanganmu, harusnya kau melindungiku bukannya menjerumuskanku." gerutuku sebelum kembali berjalan.

Vincent ikut berjalan di sampingku, "Caroline, apa kau lupa kau ini Leykan berdarah murni? Seharusnya kau lah yang melindungi pamanmu ini."

"Apa gunanya kekuatan jika aku tidak bisa menggunakannya." balasku.

Vincent menoleh padaku tiba-tiba dengan kedua alisnya yang terangkat, "Lalu, apa kau ingin mulai berlatih untuk mengendalikannya?"

Kubalas pandangannya dengan terkejut, "Aku bisa berlatih mengendalikannya?" tanyaku balik dengan antusias.

"Tentu saja. Apa kau berpikir darah murni Leykan yang mengalir dalam tubuhmu hanya untuk hiasan saja?" Vincent menepuk pelan puncak kepalaku dengan telapak tangannya. "Tapi kau sendiri yang harus bicara pada Alex." tambahnya yang diiringi dengan seringaian.

Ugh. "Aku hanya harus membuat Alex setuju, kan?"

"Kita juga memerlukan lapangan yang luas dan sepi untukmu. Lalu Alex tidak boleh ikut selama latihan." sahutnya. "Walaupun Alex seorang Alpha, tapi Ia hanya werewolf. Kau tidak ingin matemu terluka, kan?"

Kami berhenti di sudut terjauh halaman lalu berbalik lagi menuju rumah Pack, di depan pintu sana Evelyn dan Alex sedang berdiri berdampingan. Kelihatannya Evelyn masih menjelaskan sesuatu, Alex memasang gestur mendengarkan tapi kedua matanya tertuju padaku dan Vincent.

"Kenapa kau mengatakan Evelyn akan berpura-pura menjadi mate Alex saat di Tanah Abu?" tanyaku pada Vincent. "Alex bilang itu idemu."

"Bukankah mereka terlihat serasi?" balasnya sambil mengikuti arah pandanganku. Keduanya memang terlihat serasi, Alex dengan postur tinggi dan mendominasinya, Evelyn dengan rambut keemasan dan wajah lemah lembutnya.

Tapi bagaimanapun juga tetap aku lah matenya, bukan Evelyn.

"Mereka hanya enak dilihat." jawabku dengan wajah cemberut yang entah sejak kapan terpasang di wajahku.

Kedua mata Vincent terlihat geli saat mengamatiku, "Kau dan Alex... sangat menyenangkan untuk digoda."

Aku membalasnya dengan lirikan kesal sebelum mempercepat langkahku., tiba-tiba aku berhenti lalu berbalik ke arahnya yang masih berjalan santai. "Oh iya, Alex sudah menominasikan namamu sebagai Enforcer dari Pack ini."

Kali ini giliranku merasa puas saat senyuman geli di wajahnya memudar dengan cepat.

***

Seperti tebakan Vincent, keinginanku untuk berlatih mengendalikan kekuatan Leykanku ditolak mentah-mentah oleh Alex. Sebelum jam makan malam aku mencoba membicarakannya, setelah menunggu waktu saat Ia sudah tidak terlalu sibuk.

"Tidak boleh." balasnya untuk yang kesekian kalinya. "Apa Vincent yang memasukkan ide ini ke dalam kepalamu?" tanyanya dengan marah sambil menaiki tangga menuju ruang kerjanya di lantai tiga, aku mengikutinya dari belakang dengan langkah cepat.

"Aku yang memasukkan ide itu ke dalam kepalaku, Vincent hanya memberitahuku kekuatan ini bisa dikendalikan dengan latihan!" sahutku dengan kesal.

Alex menghela nafasnya dengan berat, "Cara, kau tidak perlu menggunakan kekuatan itu selama aku berada di sisimu."

"Lalu apa yang harus kulakukan saat berada dalam bahaya dan kau tidak ada disisiku?" desakku, masih mengikutinya. Alex masuk ke dalam ruang kerjanya, menungguku hingga masuk juga, lalu membanting pintu di belakangku hingga tertutup rapat dengan marah. Aku terlonjak kecil di tempatku karena terkejut.

"Apa kau berencana kabur lagi?" tanyanya dengan suara rendah hingga membuat bulu halus di kedua tanganku meremang.

"Tidak." jawabku dengan suara yang lebih rendah juga. "Alex, kau tidak akan selalu bisa melindungiku. Ada saat-saat dimana aku yang harus melindungi diriku sendiri."

"Sejauh ini kau bisa melindungi dirimu sendiri." balasnya singkat sebelum menuju meja kerjanya.

"Tapi dengan membunuh semua orang yang berada di dekatku!" pekikku dengan frustrasi. "Alex, aku tidak minta ijin padamu. Aku memberitahumu kalau aku akan berlatih menggunakan kekuatan ini, dengan atau tanpa persetujuanmu."

Alex berdiri memunggungiku, seluruh tubuhnya terlihat menegang marah. "Cara... jangan menguji kesabaranku."

"Aku akan berlatih menggunakan kekuatanku." ulangku dengan lebih berani.

Kedua mata Alex berkilat marah, dan perlahan warnanya berubah menjadi coklat keemasan. "Jangan memancingku." ulangnya juga dengan nada rendah yang penuh peringatan.

Kubalas tatapannya dengan pandangan keras kepalaku, "Aku akan—"

Kedua pupil mata Alex membesar dan seketika Ia menerjangku hingga membuat ucapanku terputus. Ia mendorongku hingga punggungku menabrak pintu yang tertutup di belakangku, kedua tangannya berpindah ke kedua sisi kepalaku hingga mengurungku. Alex menatapku dengan kemarahan posesif hingga kedua matanya berubah menjadi benar-benar keemasan seperti warna mata binatang di malam hari. "Jangan. Memancingku." ucapnya dengan susah payah, sepertinya Ia sedang berusaha menahan sisi serigalanya.

Entah kenapa melihatnya seperti ini membuat jantungku berdebar kencang, dan aku semakin ingin menantangnya. Alex pasti bisa membaca apa yang ada di pikiranku saat ini karena tiba-tiba Ia memejamkan matanya dengan erat. "Cara... kumohon." pintanya dengan rahang terkatup rapat.

"Aku akan berlatih menggunakan kekuatanku, dengan atau tanpa ijinmu." bisikku di telinganya.

Ketika Alex membuka matanya lagi, sisi serigalanya yang lebih dominan lah yang menatapku balik. Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi tangan kanannya menarik rahangku mendekat lalu Ia mengendus leherku tepat di lokasi bekas mark yang pernah digigitnya seakan berusaha memastikan tanda itu masih menempel di leherku. Setelah puas, Alex melumat bibirku tanpa menahan dirinya lagi. Ciuman dalamnya terasa lebih serampangan dari biasanya, dan aku hanya bisa menerimanya karena Alex mengurung tubuhku di antara dirinya dan pintu di belakangku. Saat Ia menciumku aku melupakan keinginanku, aku melupakan segalanya, aku bahkan tidak ingat apa yang sudah kami pertengkarkan. Yang ada di kepalaku saat ini hanya Alex dan ciumannya yang seakan berusaha menghukum pemberontakan kecilku barusan.

Tiba-tiba Alex menarik bibirnya menjauh lalu menarikku hingga ke belakang punggungnya. Satu detik kemudian suara ketukan terdengar di pintu. Alex yang masih terengah-engah karena ciuman kami barusan berusaha menguasai dirinya lagi, sementara kedua kakiku sendiri masih terasa lemas.

"Alex?" suara Jake terdengar mendesak dari balik pintu. "Aku tidak ingin mengganggu, tapi kita punya masalah."

Seketika Alex membuka pintu ruang kerjanya. "Ada apa?" tanyanya dengan suara serak.

"Seorang Rogue berhasil menyusup masuk teritori kita." balas Jake dengan serius. Tubuh Alex di depanku menegang saat mendengarnya.

"Apa kau menangkapnya?"

Jake mengangguk singkat, "Aku sudah menghubungi Enforcer juga. Tapi Rogue itu bilang Ia ingin bertemu denganmu langsung sebelum diserahkan ke Enforcer."

"Cara, tunggu disini." perintah Alex lalu kembali menatap Jake, "Dimana dia sekarang?" Keduanya mulai berjalan meninggalkan ruang kerja.

Oh, tentu saja aku akan ikut. Alex hanya membalasku dengan wajah cemberutnya saat menyadari aku mengikutinya dari belakang, tapi Ia tidak menyuruhku kembali. Kami berjalan menuju halaman belakang yang remang-remang diterangi lampu taman karena hari sudah malam. Banyak anggota Pack yang berkumpul di tempat ini, aku bisa melihat Reagan, Paman Brent, Annelise, bahkan Dane yang seharusnya kuliah di luar kota juga hadir di tempat ini. Ia melambai sekilas ke arahku saat menyadari kedatangan kami.

Seorang pria asing berdiri sendirian di depan kerumunan anggota Pack yang bersiaga. Darah mengalir dari pelipisnya tapi dilihat dari wajahnya kelihatannya Ia seumuran dengan Alex. Pria itu hanya mengenakan celana training berwarna abu-abu yang sudah kotor dan terkena darah yang mengering, Ia bahkan tidak mengenakan alas kaki.

Rambut berantakannya perpaduan coklat terang dan abu-abu yang terlihat natural. Dan kedua mata biru briliannya terlihat mencolok di wajah terlukanya, pria di depan kami ini sangat... tampan untuk ukuran orang yang sedang babak belur. Ia langsung menatap ke arah Alex saat kami tiba, lalu beberapa saat kemudian pandangannya turun ke tanah untuk memberikan penghormatan pada Alpha.

"Siapa kau? Dan apa yang kau lakukan di teritori Night Walker?" tanya Alex dengan suara Alphanya yang mendominasi. Tubuhnya terlihat tegang seakan sedang bersiap untuk bertarung. Ini adalah pertama kalinya aku melihat Rogue, dan pria ini tidak seperti tipikal Rogue yang diceritakan Jake atau Alex.

Rogue itu mengangkat pandangannya lagi ke Alex. Entah kenapa aku bisa merasakan auranya yang begitu menonjol sebagai werewolf... hampir seperti aura Alex.