1 Ketika mata bertemu pandang

Irawan pandu Atmaja.

Biasa dipanggil Pandu. Anak semata wayang dari seorang pengusaha sukses di kota Jakarta. Dia itu masih kelas dua SMA sederajat. Cuma dia sekolah di sebuah Yayasan. Yaitu yayasan, di mana Sekolah dasar, Sekolah menengah pertama, dan Sekolah menengah atas, berada di satu lokasi.

Sekolah elite, hanya orang-orang berduit yang mampu menyekolahkan anaknya di tempat seperti itu.

Kalau kata temen-temennya bilang, atau anak jaman now mengatakan, Pandu itu katanya badboy. Taulah ya? Gambaran anak badboy itu kayak apa?

Nakal, atau bandel, itu adalah kata paling identik yang tepat untuk menggambarkan kat-kata badboy. Tapi emang bener sih, Pandu ini memang anak yang terkenal nakal, di seantero jagat sekolahan itu.

style-nya aja tidak pernah rapih. Seragam tidak pernah dimasukan, kancing seragam bagian atas selalu dibiarkan dibuka. Gaya rambut yang dipotong sasak, membuatnya seperti terlihat acak-acakan.

Tapi jangan salah, meskipun Pandu ini terkenal nakal, tapi dia juga terkenal sebagai sala satu cowok terganteng di sekolahnya. Anehnya meskipun dia seperti berandal, Pandu tetep menjadi idola bagi remaja putri di sekolahnya. Banyak banget cewek-cewek yang ngebet pingin jadi pacarnya.

Sayang sekali, secantik apapun cewek yang menyatakan cinta sama Pandu, satupun tidak ada yang diterima. Maugimana lagi? Pandu tidak suka dengan yang namanya mahluk wanita.

Tidak ada yang tahu kalau si Pandu ternyata mempunyai orientasi seks yang menyimpang.

Cuma dia sendir yang tahu soal itu. Soalnya tidak mungkin kan? Dia cerita sama temen-temen sekolahnya kalau dia itu gay. Bisa-bisa reputasi dia sebagai cowok garang, cowok berutal bakal tercemar, kalau sampai temen-temen Pandu tahu soal kelainan seksnya itu.

Pandu emang selalu bisa bersikap keras, tegas, dan juga nakal sama temen-temennya. Tapi semua kegarangan dia, atau gelar badboy--nya dia seakan hilang, kalau Pandu sedang berhadapan dengan...

Haris aden sanjaya.

Nama panggilannya Aden. Aden ini sebenarnya masih seumuran dengan Pandu. Umurnya sekitar tujuh belas tahun. Kalau Aden melanjutkan sekolah harusnya dia sudah kelas dua SMA. Sama seperti Pandu.

Cuma karena Aden ini anak orang miskin, yah terpakasa dia harus putus sekolah. Orang tuanya cuma mampu menyekolahkan Aden hanya sampai pendidikan tingkat pertama saja.

Terus untuk membantu atau meringankan beban orang tua, Aden yang berasal dari Ciamis, sala satu kabupaten di Jawa Barat itu, terpaksa harus merantau ke ibu kota.

Di Jakarta Aden tinggal di rumah kontrakan bersama kakak dan kakak iparnya.

Pekerjaan Aden sehari-hari, dia membantu kakak iparnya menjual 'cilok' di depan sekolah Pandu.

Aden ini sebenenarnya anak yang ganteng, genteng banget malah. Cuma karena dia berasal dari pelosok, dari kampung nun jauh di sana. Jadi kegantengannya ini seolah tidak terlihat. Aden itu tidak tahu gimna caranya berpakaian yang keren. Baju yang dia pakai ukurannya selalu lebih besar dari badanya. Jadi seperti baju minjem, atau kayak culun gitu. Sangat bertolak belakang sama Pandu.

Tinggi badannya juga kalah dari Pandu. Beda beberapa centi. Cuma kalau untuk bentuk badan Aden lebih padat dan berisi. Yah walaupun tidak seperti binaraga, tapi Aden memiliki bahu yang lebar, tulang yang besar dan kuat. Perutnya rata, belum kotak-kotak sih tapi kelihatan keras. Baru kelihatan dua kotak saja di perutnya. Warna kulitnya sawo matang. Kalau Pandu kan putih dan bersih.

Matanya agak sipit, terus ada tailalat di ujung mata sebelahnya. Alisnya lirus dan tebal. Bibirnya maskulin, bagian atas bibirnya itu kayak berbentuk love gitu. Terus kumis tipis yang baru tumbuh membuat Aden ini kelihatan manis. Kalau dia senyum terus kelihatan giginya, pasti bikin orang yang melihat, jantungnya jadi berdebar-debar.

~♡♡♡~

Pagi hari, sebuah mobil Alphard berwarna putih, berhenti di samping pintu gerbang Sekolah. Di samping pintu sudah berdiri lima remaja putra, yang sedang menunggu seorang yang akan keluar dari mobil Alphard itu.

Sedangkan si Aden sedang sibuk melayani anak-anak SD yang membeli Ciloknya. Jaraknya tidak lebih dari dua meter dari ke lima remaja putra itu berdiri.

Pada saat pintu mobil dibuka oleh pemiliknya, ada sebuah tas gendong dilempar begitu saja dari dalam mobil itu.

"Hap..." ucap Lukman, seraya menangkap tas yang baru saja terlempar.

"Kebiasaan banget nih si Pandu, main lempar aja." Lukman menggerutu setelah mencangklongkan tas itu di sebelah pundaknya.

"Ngomong apa lu? Elu nggak ikhlas bawain tas gue?" Bentak Pandu setelah ia turun dari dalam mobilnya.

"He.. he.." Lukman hanya nyengir tidak jelas, karena sorot mata Pandu yang tajam menatapnya.

Pandu melebarkan kedua tangangannya, dia merangkul Roby sama Alex yang berdiri tepat di dekatnya.

"Yuk ah... masuk..." ucap Pandu sambil berjalan memasuki pintu gerbang Sekolah.

Pada saat Pandu berjalan dia selalu terlebih dahulu melirik pedagang Cilok yang selalu menjadi pusat perhatiannya.

Tidak disangka, dan tidak seperti biasanya Aden juga secara kebetulan melirik pada Pandu. Sehingga pandangan mereka bertemu meski hanya selama beberapa detik saja.

Tapi meski cuman sekilas, itu sudah membuat Pandu jantungnya berdebar-debar. Karena tidak biasanya Aden juga ikutan-ikutan meliriknya.

"Kak..."

Pandu sama temen-temennya berhenti, karena seorang remaja putra menghadang mereka tepat di tengah halaman sekolah.

"Ngapain lagi sih ni anak?" Gumam Pandu. Wajahnya menatap malas pada anak yang sekarang berdiri tepat di hadapannya.

"Ngapain lo di situ? Minggir curut." Ucap Roby.

"Yeee apaan sih?" Tristan melirik kesal pada Roby. Kemudian dia tersenyum manis memandang Pandu. "Gue cuma mau ngasih ini buat kak Pandu." Tristan menyodorkan cokelat rasa kacang.

Yah, meskipun dengan raut muka yang malas, tapi tetep aja Pandu nerima pemberia itu.

"Hem, thank's ..." ucapnya.

"Oh iya ini titipan dari temen-temen sekelas kak," Tristan menyodorkan lagi kantong plastik yang entah isinya apa. Yang jelas banyak kotak sudah dibungkus rapih menggunakan kertas kado.

"Apa'n tuh? Buset banyak amat." Kata Lukman penasaran.

"Ini dari anak-anak," Tristan mendongakan kepala, melihat ke lantai dua di depan kelasnya.

Gerakan kepala Tristan langsung diikuti oleh Pandu dan kelima temannya. Di sana mereka melihat sekumpulan remaja putri yang sedang melambai-lambaikan tangan. Ke arah Pandu.

"Bilangin ke mereka gue lagi nggak ulang tahun..." ujar Pandu setelah dia nengok ke arah remaja-remja putri itu.

"Ambil aja kali kak nggak papa, mereka pada ngefans sama kak Pandu," jawab Tristan.

"Iya Ndu, lumayan kalau lu nggak mau ya udah buet gue aja." Ucap Lukman. "Lagian lu juga curut, ngapain ikut-ikutan ngasih beginian, lu kan cowo. Lu suka juga sama Pandu?" Lukman memicingkan bibirnya.

"Suka-suka gue," Tristan menarik tangan Pandu, sambil memberikan kantong kresek yang penuh dengan hadiah. "Ya udah gue balik dulu... bye..." Tristan balas memicingkan bibirny pada Lukman. Setelah itu dia pergi meninggalkan Pandu dan teman-temannya.

"Gue rasa tuh anak otaknya udah nyelip ya, atau jangan-jangan dia itu hombreng lagi."

Kata hombreng yang keluar dari mulut Roby membuat leher Pandu seperti tercekat. Bagaimana tidak? Karena Pandu juga sebenarnnya seperti itu. Hanya saja mereka tidak ada yang tahu.

Beberapa saat kemudian ke enam remaja cakep itu mulai berjalan ke arah kelas.

Sebelum melangkah Pandu menoleh kebelakang, melihat Aden yang juga kebetulan menengok ke arahnya. Lagi-lagi tatapan mereka bertemu. Jantung Pandu kembali berdebar menatap si mata elang yang berasal dari kampung itu.

"Eh.. tapi gue pernah baca kayak semacem artikel gitu, katanya cowok bisa dibilang ganteng kalau yang suka ama dia itu bukan cuma cewek. Tapi cowok juga." Lukman membuka obrolan di sela-sela langkah kaki mereka. "Kalau si Tristan suka ama lu Ndu, itu artinya lu beneran ganteng.

"Asal aja. Artikel apaan itu?" Serga Alex.

"Pokoknya gue pernah baca." Lanjut Lukman kembali.

Sementara Pandu cuma diem saja. Dia memikirkan kata-kata Lukman, yang didapat dari sebuah artikel. Yah walaupun mungkin benar si Tristan itu suka sama Pandu, tapi Pandu sama sekali tidak memiliki ketertarikan sama anak manis itu.

Meski terlihat sangar dan galak, tapi Pandu bukan type gay yang menyukai cowok manis atau imut. Pandu suka sama cowok yang jauh lebih garang dari dia. Lebih jantan atau perkasa yang bisa mendominasi dia.

Yah meskipun Aden si penjual cilok itu terlihat kalem di luar, tapi pandu merasa Aden lebih jantan di dalam. Pandu hanya butuh laki-laki yang benar laki. Dan itu Pandu bisa melihatnya ada pada diri Aden. Meskipun Aden berasal dari kampung dan pendiam.

Ibarat kata, bagi Pandu, Aden itu adalah mutiara terpendam.

avataravatar
Next chapter