1 First meet on bus

Han Jaera harus menerima kenyataan terpahit di dunia ini, dijual oleh ibunya sendiri kepada Jeon Jungho Anak dari pengusaha kaya Jeon Sunghoon. Jaera dijual begitu saja karna ibunya yang seorang wanita penghibur kelas atas mempunyai kesalahan pada ayah Jungho yang sering menyewanya.

Karna tak ingin punya masalah berbelit dengan orang kaya licik itu, ibu Jaera mengorbankan putri satu-satunya pada Jeon Jungho, yang mempunyai tabiat sama dengan ayahnya. Bahkan ini tidak bisa disebut dijual, Jaera hanya diserahkan cuma-cuma oleh ibunya. Dengan perjanjian, Jungho harus membujuk ayahnya agar ia dilepaskan dari masalah ini. Dan tanpa dipercaya, Jungho langsung menyukai Jaera. Sebagai mainannya. Bonekanya, yang kapan saja bisa ia mainkan.

"Tuan muda, nona Jaera kabur. Ia tak ada di sekitar mansion"

"APA?" teriak Jungho lantang pada bahawannya.

"Maaf, atas kelalaian saya tuan. Saya akan mencarinya sekuat tenaga saya"

"Tidak, tidak. Kau tak usah mencarinya. Lagi pula aku juga sudah bosan dengan wanita itu. Biarkan saja dia pergi sesukanya" ucap Jungho tanpa pikir panjang.

"Tapi tuan. Bagaimana jika kaburnya dia, akan menyulitkan anda nantinya"

"Itu tidak akan terjadi, gadis bodoh itu tak akan bisa berbuat apa-apa selain menangis seperti biasanya"

"Baiklah tuan, kalau begitu saya permisi"

Semudah itu kah Jeon Jungho, pria 22 tahun itu melepaskan Jaera yang bahkan sudah hamil 7 bulan akibat perbuatannya. Meniduri, mempermainkan, dan menyiksa gadis polos 18 tahun seperti Jaera.

"Dasar gadis bodoh, pergi saja sesukamu. Aku tak peduli, lebih bagus karna aku memang berniat membuangmu sebelum bayi itu lahir" gumam Jungho.

Dengan bermodalkan nekad, Jaera kabur dari mansion yang mengurungnya beberapa bulan terakhir. Dengan berbekalkan topi dan sedikit uang Jungho yang ia curi sebelum keluar dari mansion indah nan terkutuk itu. Jaera, menyelinap naik kedalam mobil pick up yang entah ada urusan apa ke mansion. Beruntung ada terpal plastik yang bisa menutupinya.

Entah sudah berapa lama Jaera meringkuk dibawah terpal plastik ini. Sudah berjam-jam rasanya. Bahkan langit biru cerah yang menyambutnya keluar dari mansion tadi sudah digantikan oleh langit hitam pekat. Ia merasa perutnya sedikit keram. Beruntung mobilnya berhenti, sebelum yang punya mobil tau ia disini lebih baik ia turun sekarang. Jaera sedikit mengintip, memastikan keadaan.

"Dimana ini?" monolog Jaera.

"Akkhh" erangnya memegangi perutnya.

Dengan tertatih karna perut dan kakinya merasa keram, akhirnya Jaera bisa turun dari mobil ini. Jaera mengedarkan pandangannya, mencari petunjuk dimanakah ia sekarang. Mata wanita ini melotot tak percaya.

"Astaga, ini Daegu. Bagaimana aku bisa hidup disini, tak ada saudara atau temanpun yang bisa membantuku"

Jaera kembali berpikir, bagaimana ia punya saudara. Bahkan ayah kandung sendiripun ia tak tau siapa dan bagaimana rupanya. Dan lebih buruknya, anak yang ia kandungpun akan bernasib sama sepertinya. Jaera bersumpah tak akan memberi tau anak ini siapa ayahnya. Dan untuk teman, Jaera juga tak punya karna ia terus saja dikucilkan di sekolah karna pekerjaan ibunya.

"Tenang Jaera-yaa, bukankah kau sudah menjalani hidup yang lebih buruk dari ini. Ini akan jadi awal yang baik. Kau pasti bisa, ini lebih baik karna jauh dari pria brengsek itu"

Jaera mencoba menyemangati diri sendiri, meskipun ia sangat tau hatinya diselimuti kekhawatiran yang amat besar saat ini.

"Kenapa terpalnya terbuka? Apa kau tak menutupnya dengan benar?" maki orang yang membawa mobil pick up tadi pada temannya.

"Aku tidak tau. Sudahlah, ayo jalan"

Setelah mobil itu pergi, Jaera hanya mematung tak tau harus kemana sampai bunyi perutnya sendiri menyadarkannya. Ia ingat tak sempat makan satu hari ini.

"Hei, apa kau lapar? Sama aku juga" ucap Jaera pada perut buncitnya.

"Ayo kita makan ramen di mini market itu. Dan aku akan menanyakan jika ada flat murah disekitar sini" Jaera tetap bebicara pada perutnya, seolah bayi yang ada di dalam sana mendengarkan celotehannya.

Setelah makan ramen dan bertanya pada kasir mini market itu, akhirnya Jaera punya sedikit titik terang. Ada flat murah di daerah ini, namun ia harus naik bus dulu dari sini. Dan di pemberhentian halte pertama akan ada flat murah disekitar sana. Meskipun daerahnya sedikit buruk. Tapi tak apa pikir areum, setelah nanti ia dapat kerja dan menghasilkan cukup uang, ia akan menyewa tempat yang lebih layak untuk anaknya nanti.

****

Sudah hal biasa bagi Lee Yoonki, sepulang dari kantor langsung mengunjungi tempat dimana ada alkohol, musik yang menggema cukup kuat dan tentunya para gadis yang siap menggoda dan menyodorkan diri mereka padanya. Pria tampan, dan mapan yang mampu memberi mereka uang hanya dengan melakukan permainan di atas ranjang.

"Hai, Yoonki bagaimana malam ini?" goda seorang wanita pada Yoonki yang sedang meneguk minumannya.

Sementara Yoonki hanya tersenyum miring menanggapinya. "Tidak untuk malam ini. Aku sedang tidak berselera" tukasnya datar.

"Baiklah, panggil aku jika kau berubah pikiran"

Sebelum beranjak meninggalkan Yoonki, wanita penggoda itu mengecup singkat pipi mulus seorang Lee Yoonki.

Sadar handphonenya bergetar Yoonki langsung merogoh saku celananya.

"Hallo ibu, kenapa?"

"Hya, dimana kau anak nakal? Apa kau di club lagi?"

"Ya, ada apa menelpon?" jawab Yoonki yang sudah sedikit mabuk.

"Pulang sekarang. Kau tau Yoori rewel sejak tadi. Kami sudah kehilangan akal. Mungkin kau bisa menenangkannya"

"Ibu coba lagi saja, atau berikan pada babysitternya"

"Hya Lee Yoonki, kau itu ayahnya. Tidak bisakah kau pulang sekarang, dan tenangkan anakmu? Berhentilah main di club, merusak dirimu sendiri dan bermain dengan perempuan tak jelas di luar sana!"

Nyonya Lee, ibu Yoonki sudah naik pitam. Mematikan panggilan sepihak setelah memaki anak satu-satunya yang ia punya. Ia tau ini juga kesalahannya bersama nenek Yoonki. Memaksa pria itu menikah dengan relasi bisnis keluarga. Yoonki jelas menolak tapi mereka tetap memaksa dan membuat yoonki melakukan tabiat buruk ini untuk melampiaskan kekesalannya.

Dan buruknya, Yoonki keterusan dengan kebiasaan ini setelah istri hasil perjodohan paksanya, Kim Eunri meninggal setelah melahirkan Yoori, putri mereka. Yoonki sangat merasa bersalah pada dirinya, Yoori hadir bukan karna kemauannya. Melainkan karna ia mabuk dan melakukannya pada Eunri sehingga gadis itu hamil. Dan meninggalnya Eunri, Yoonki juga merasa itu adalah kesalahannya.

Eunri mengalami kecelakaan setelah mereka bertengkar hebat saat Eunri menghampiri Yoonki di club malam. Yoonki hanya membiarkan Eunri pergi begitu saja tanpa menahannya. Eunri gelap mata, mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi dan mengalami kecelakaan.

Setelah dilarikan kerumah sakit, Eunri bisa melahirkan Yoori dengan selamat. Namun tidak dengan dirinya. Eunri mengalami pendarahan hebat dan tak bisa bertahan. Penyesalan itu lah yang tak mampu hilang di benak Yoonji. Dan kenyataan bahwa Eunri mencintainya yang belum mampu ia balas. Meskipun belum bisa membalasnya dengan sepenuh hati, setidak nya Yoonki ingin membalasnya dengan kata-kata saja.

Ingin rasanya Yoonki mengucapkan kata maaf dan aku mencintaimu saat Eunri di ujung mautnya. Agar gadis itu bisa merasa bahagia disaat terakhirnya. Namun Eunri selalu menahan Yoonki agar tak mengucapkannya. Hanya Eunri yang selalu merapalkan kata itu. Yang membuat Yoonki menyesal hebat hingga saat ini.

Setidaknya ia tidak menelantarkan darah dagingnya, meskipun ia hadir tanpa cinta diantara orang tuanya. Tidak, itu hanya bagi Yoonki yang belum bisa mencintai Eunri, tapi tidak dengan gadis itu. Ia amat mencintai Yoonki.

"Aiissshh, kenapa bannya kempes disaat seperti ini?" Yoonki menendang kesal ban mobilnya.

Yoonki meraih ponselnya, mencoba menghubungi jihyuk temannya.

"Jihyuk-ah, tolong jemput aku di klub" ucapnya lemah karna pengaruh alkohol.

"Dimana mobilmu hyung?"

"Bannya kempes. Cepat jangan banyak tanya"

"Ah, aku sungguh menyesal hyung. Aku tak bisa menjemputmu. Karna aku sesang berlovey dovey dengan kekasih cantikku"

"Yaiissh, Park Jihyuk" kesal Yoonki

"Maaf, tapi hyung bisa menghubungi Jiseok hyung atau dengan terpaksa anda harus naik bus direktur" kekeh Jihyuk dan mengakhiri panggilan.

Yoonki menghungi Jiseok, sesuai ide Jihyuk. Tapi malangnya tak ada jawaban dari 5 panggilan yang Yoonki berikan. Yoonki mendesah frustasi, untuk kesekian lamanya Yoonki harus naik bus malam ini.

Dengan langkah gontai Yoonki menaiki bus yang sudah datang. Hanya satu kursi kosong yang tersisa, Yoonki langsung mendudukkan diri disana. Ia sedikit melirik ke arah sampingnya. Seorang gadis yang kemungkinan besar adalah seorang pelajar menurut Yoonki, kerna postur tubuhnya yang kecil dengan baju kebesaran dan topi hitam yang menutupi wajahnya. Tengah tertidur dengan kepala yang tersandar pada kaca. Pandangan Yoonki sedikit tergangu pada perut gadis itu, namun Yoonki tak ambil pusing.

Mungkin itu hanya efek baju kebesaran gadis itu, atau efek ia yang sedikit mabuk. Dan untuk apa juga ia harus memikirkannya. Yoonki mencoba memejamkan matanya, meredam sedikit lelahnya sebelum sampai dirumah. Baru saja Yoonki memejamkan matanya, ia merasa terganggu kara gadis disebelahnya ini terus saja bergerak gelisah. Yoonki mencoba mengabaikannya dan tetap memejamkan mata. Hingga tiba-tiba tangganya di cengkram kuat oleh gadis itu.

"Akkkhhh" gadis itu mengerang kesakitan dan memegangi perutnya.

Yoonki membelalak ternyata benar ia tak salah lihat ada yang beda dengat perut gadis pelajar ini. Kenapa perutnya membesar apa dia punya penyakit serius? Yoonki terus saja bermonolog dengan pikirannya sendiri, hingga tanggannya dicengkram semakin kuat.

"Nona pelajar, ada apa denganmu?"

Akkhhh, tolong aku"

Author note :

cerita sebelum nya sudah pernah di post di wattpad dengan akun author yang sama sugarpouu 💜

avataravatar
Next chapter