1 PROLOG

Di sebuah kafe bergaya vintage yang nampak lebih lengang akan pengunjung karena hari ini bukanlah akhir pekan, dimana semua orang terlalu sibuk dengan rutinitas masing-masing. Terlihat dua pria tampan sedang duduk saling berhadapan tanpa membuka suara. Suasana terlalu hening dan kaku di sekitar mereka, hanya terdengar alunan musik klasik yang diputar oleh pegawai kafe tersebut. Hal ini terus berlangsung sampai salah seorang di antaranya muak dan memutuskan untuk mengakhiri kebisuan.

"Apa kau yakin akan bahagia dengan pernikahanmu, Joonie?" Terdengar suara lembut sedikit bergetar dari pria berambut dark brown yang berusaha menahan tangisnya. "Apa kau yakin akan mengakhiri hubungan kita?" tanya Jin sekali lagi untuk memastikan. Air mata menetes dari sudut mata indahnya tanpa bisa ditahannya lagi. Masih berusaha untuk tidak menangis karena sadar harga dirinya sebagai pria, ia mengalihkan pandangannya ke dinding kaca yang ada di sebelahnya. Terlihat deretan mobil yang terhenti akibat kemacetan lalu lintas.

"Maafkan aku, Jinnie," ucap Namjoon penuh penyesalan. "Semua telah ditetapkan. Aku tak mungkin menolak dan mengecewakan kedua orangtuaku. Sekalipun aku tak menikah dengannya, apa hubungan kita akan berhasil? Cinta semacam ini tak akan berakhir bagus, Jin," jelasnya panjang dengan suara sedikit meninggi karena frustasi akan masalah ini.

Sepasang iris Jin melebar saat mendengar jawaban dari Namjoon. Jin sangat mengerti dengan kondisi hubungan mereka, namun ia tidak menyangka jika Namjoon sendiri yang akan mengatakannya. "Hahaha," tawa hambar keluar dari bibir seksinya. "Woahhh! Kau sungguh membuatku tertawa, Joon."

"Aku tak menyangka kau akan mengatakannya padahal dirimu lah yang membuatku seperti ini!" murka Jin yang tak kuat menahan sakit di hatinya. "Kenapa kau harus membuatku menyukaimu bila sudah tahu akan berakhir seperti ini, hah?" Secara reflek ia menggebrak meja dan hal itu membuat atensi beberapa pengunjung dan karyawan kafe tertuju ke arahnya. "Kau yang memaksaku, Joon!"

"Kau pikir aku mainanmu yang dapat kau buang seenaknya setelah rasa penasaranmu berakhir?" imbuh Jin lagi masih diliputi dengan emosi. "Aku kecewa denganmu, Joon," ucapnya lirih.

Namjoon yang merasa bersalah bingung harus menjawab apa, hanya dapat terdiam melihat kemurkaan Jin. Ia harus membulatkan tekadnya dan bersikukuh dengan keputusannya. 'Ini harus kulakukan untukmu dan keluargaku. Maafkan aku, Sayang. Aku tak ingin kau menderita lebih banyak lagi jika aku tetap mempertahankanmu,' batinnya.

Jin yang menyadari tatapan penasaran dari pengunjung dan karyawan kafe, memutuskan untuk segera berdiri sembari mengambil undangan pernikahan Namjoon. "Baiklah, kita akan mengakhirnya. Kupastikan aku akan datang ke pernikahanmu. Selamat tinggal, Joonie," ucapnya tanpa memandang Namjoon sedikitpun. Ia melangkah pergi dari kafe itu, sekaligus meninggalkan orang yang sangat dicintainya meski hatinya mengerang perih.

Jin dapat merasakan air mata terus mengalir deras dari pelupuk mata indahnya yang kini sedikit membengkak. Sesekali ia mengusapnya kasar. Tanpa memperdulikan pandangan orang yang berpapasan atau menatap aneh ke arahnya. Jin terus berjalan, melangkah pergi sejauh mungkin agar tidak perlu lagi melihat kekasih yang telah memutuskannya.

###

Terlihat sebuah taksi melaju di jalanan sepi komplek perumahan elit, dimana rumah mewah bak istana berjajar rapi. Setelah berbelok ke jalan yang sedikit menanjak, taksi tersebut menurunkan kecepatannya dan berhenti di depan gerbang sebuah rumah mewah bergaya minimalis. Tak lama kemudian, seorang lelaki berwajah tampan melangkah keluar dari taksi diikuti oleh sopir taksi yang segera membantunya mengeluarkan koper dari bagasi.

Penjaga rumah yang melihat sosok tuan mudanya keluar dari taksi segera membuka gerbang dan mempersilahkan majikannya itu masuk. "Selamat datang, Tuan Taehyung," sapanya ramah. Tersirat kerinduan di sepasang iris yang mulai buram termakan usia itu saat menatap ke arah Taehyung.

"Pak Choi, lama tidak bertemu. Sepertinya aku terlalu lama pergi." Pria yang bernama lengkap Kim Taehyung itu segera memeluk hangat penjaga paruh baya yang sudah menjaga rumahnya sejak ia masih kecil.

"Iya, Tuan. Sembilan tahun bukanlah waktu yang sebentar." Pria tua itu segera mengambil koper tuannya dari sopir taksi. "Sebaiknya Tuan segera masuk. Nyonya sudah menunggu kedatangan Anda sejak tadi. Saya akan menyuruh pelayan membawakan kopernya ke kamar," saran Pak Choi yang segera disetujui oleh Taehyung.

Selama sembilan tahun terakhir, Taehyung tinggal di Paris untuk menemani neneknya agar tak kesepian di usia senja. Namun karena sang nenek tercinta telah tiada setahun silam, akhirnya kedua orang tuanya memutuskan untuk menyuruhnya kembali ke Korea Selatan. Awalnya ia menolak untuk kembali karena sudah terlalu nyaman tinggal di Paris. Namun tak lama ia berubah pikiran begitu teringat akan cinta pertamanya yang sudah lama tidak ia temui.

Langkahnya terhenti begitu sampai di depan pintu masuk utama rumahnya. Lelaki yang memiliki paras rupawan itu menatap penuh makna ke rumah yang telah lama ia tinggalkan. 'Aku pulang,' batinnya sarat akan kerinduan. Seulas senyum bahagia mengembang di bibir tipisnya. Ia segera melangkahkan kakinya ke tempat dimana ibunya sedang menunggu, ya tentu saja ruang keluarga, tempat favorit ibunya untuk bersantai.

"Mama," panggilnya seraya menghampiri ibunya. Tanpa ragu Taehyung merengkuh dan memeluk erat wanita yang paling ia sayangi itu. "Aku kangen, Ma," bisiknya tulus.

Nyonya Kim yang juga sangat merindukan putra bungsunya itu balas memeluk serta membelai surai lembut Taehyung. "Mama juga merindukanmu, Tae. Bagaimana perjalananmu tadi? Kau lelah bukan?" Nyonya Kim Sue perlahan melonggarkan pelukan putranya dan menangkupkan kedua tangannya di pipi tirus Taehyung.

"Astaga! Anak mama jadi kurus begini. Mulai sekarang mama akan masak yang enak-enak." Wanita paruh baya itu masih setia menatap penuh sayang dan mengacak-acak surai anaknya sesekali.

"Tae, tidak kangen aku?" Tiba-tiba terdengar suara gadis yang familiar di telinga Taehyung menginterupsi adegan ibu dan anak tersebut.

Taehyung refleks menoleh ke arah sumber suara itu berasal. Didapatinya sesosok wanita cantik dengan senyum manis di bibir berpoleskan liptint berwarna peach sedang duduk di salah satu sofa tak jauh dari tempatnya berdiri. 'Jung Sara?' tanyanya dalam hati. Taehyung dapat merasakan jantungnya berdetak dengan sangat cepat dan ada perasaan bahagia merekah di hatinya saat menatap sosok yang sangat dicintai dan dirindukannya.

"Tentu saja," jawabnya singkat. "Kakak, kenapa tidak pernah menjawab telponku?" protes Taehyung dengan nada merajuk.

Sara masih sibuk mengecek dan mencocokkan daftar nama tamu yang ada di undangan. "Maaf, pekerjaanku menumpuk akhir-akhir ini. Tak ada waktu meladeni bocah sepertimu," ejeknya asal, senyum cantik merekah di bibirnya untuk kesekian kali.

"Yak! Aku sudah besar. Bukan bocah la…" ucapan Taehyung terhenti saat perhatiannya teralihkan pada tumpukan undangan yang ada di meja ruang tamu. "Mama, undangan apa ini? Seingatku tidak ada yang ulang tahun. Apa Mama menyiapkan pesta penyambutanku?" tebaknya.

"Tae-tae, duduklah dulu. Mama akan jelaskan." Jawab Nyonya Kim Sue sembari menuntun anaknya untuk duduk di sampingnya, berseberangan dengan posisi Jung Sara.

"Mama memang akan mengadakan pesta penyambutanmu, tapi ini adalah undangan pernikahan Namjoon dengan Sara. Maaf, Mama baru memberitahumu. Kami ingin memberikan kejutan untukmu saat sampai di rumah. Pasti kamu bahagia karena tahu kakakmu akhirnya menikah dengan Sara kan?" tutur Nyonya Kim pelan sembari menggenggam dan mengelus tangan putra bungsunya.

Taehyung kaget bukan kepalang. Hatinya sakit dan otaknya seperti blank tidak bisa memikirkan apapun. Bagaimana tidak kaget bila cinta pertamanya yang sangat ia rindukan akan menikah dengan kakak kandungnya sendiri. "Apa! Menikah?" tanyanya masih tidak bisa percaya apa yang baru saja didengarnya.

Sara dengan polosnya memamerkan kartu undangan pernikahannya yang jelas menunjukkan namanya dengan kakak Taehyung. "Jung-Sa-ra dan Kim-Nam-joon," ejanya bahagia.

Taehyung yang melihat kedua wanita yang disayanginya tersenyum bahagia mau tidak mau ikut tersenyum walau terpaksa dan menahan sayatan-sayatan pisau tak kasat mata di hatinya. "Selamat, Kak! Tentu aku senang mendengarnya."

"Mama, aku ke kamar dulu. Badanku kotor dan lengket rasanya," keluh Taehyung mencari alasan agar ia dapat meninggalkan ruangan itu secepatnya. Sesak saat melihat Sara terlebih lagi dengan senyum bahagia yang bukan untuknya.

"Iya, Nak. Sebaiknya kau cepat mandi dan istirahat. Mama akan menyiapkan makanan kesukaanmu," jawab Nyonya Kim sambil membelai bahu Taehyung. "Sara, tolong hubungi Namjoon untuk segera pulang. Bilang kalau adiknya sudah sampai," titahnya saat Taehyung melangkah pergi ke kamar.

Taehyung yang tak kuasa menahan tangisnya segera melangkah ke kamarnya yang ada di lantai dua. Di sepanjang lorong sepi menuju kamarnya, ia berjalan gontai sambil menangis tanpa suara. Ia tidak tahu apa kepulangannya ini adalah kebaikan atau justru bumerang baginya.

TBC

avataravatar
Next chapter