1 1. Prolog

Kedua orang gadis yang sama-sama sedang merebahkan tubuhnya di ranjang sibuk dengan urusannya sendiri. Mereka memang sedang berkumpul, hanya saja aktivitas yang mereka lakukan masing-masing. Memang anak muda zaman sekarang seperti itu, senang sekali bermain ponsel lalu berselancar di dunia sosial media. Seharusnya mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan aktivitas yang jauh lebih mengandalkan kekompakan, bukan seperti ini. Namun nyatanya yang terjadi justru sebaliknya.

"Argh! Gue butuh banget jodoh!" teriak salah satu gadis dengan tangan yang mulai mengacak rambutnya. Gadis itu langsung duduk dan meraih kaca kecil yang ada di nakas untuk melihat bagaimana keadaan wajahnya saat ini. "Si ... perasaan gue enggak jelek-jelek banget kan, ya? Gue lumayan cantik gak sih? Coba deh liat aja, antara gue sama lo juga cantikan gue!" lanjutnya yang kali ini mengajak sang sahabat untuk mengobrol.

Sang gadis yang dipanggil 'Si' tersebut langsung memutar bola matanya kesal. Lumayan sebal dengan apa yang dikatakan oleh gadis di hadapannya ini. Ia langsung meraih bantal guling yang ada di sebelahnya dan mulai melempar ke arah sang sahabat.

"Aduh, anjir! Lo ngapain sih kayak orang kesurupan gini, hah? Lo gila ya, Si? Masalah hidup lo apa sih?" tanya sang gadis dengan rambut cokelat curly yang sedang memegang kaca kepada 'Si' tersebut.

"Lo tanya masalah hidup gue apa, Sha? Masalah hidup gue itu cuman satu, berteman sama seorang gadis gila yang bernama Alesha Priscanara. Andai ada pasar yang jual akhlak, udah gue beliin buat lo. Supaya apa? Supaya akhlak lo jauh lebih baik daripada ini."

Ya bagaimana tidak kesal jika memiliki seorang sahabat yang memang membuat hatinya merasa gondok setengah mati coba? Sudah over percaya diri, setelah itu kewarasan yang sangat minim sekali, lalu akhlak yang selalu di bawah ketentuan. Sisi Margareta, sang gadis cantik yang baik hati ini merasa menyesal memiliki sahabat yang sangat jauh dari kriteria seperti Alesha Priscanara. Menyesal dari lubuk hati yang sangat dalam karena telah menghabiskan tujuh tahunnya bersama dengan gadis yang memiliki otak setengah.

"Yeu! Gue timpuk juga lo pakai guling! Enak aja bilang gue butuh beli akhlak, gue butuh jodoh kali. Jodoh, Sisi. Lo tau gak cara dapetin jodoh di mana kalau gue diem terus di rumah kayak gini? Masih nganggur karena enggak tau mau apply lamaran di perusahaan mana, enggak punya tetangga yang ganteng, enggak punya crush juga. Ini jodoh gue lewat jalur mana, ya? Kok enggak ketemu-ketemu, sih. Gue kan udah capek jadi beban orang tua," gerutu Alesha yang mulai acara mengeluhnya.

Selama dua puluh dua tahun seorang Alesha Priscanara hidup, baru kali ini Alesha merasa menjadi beban orang tua. Bagaimana tidak? Sudah setengah tahun alias enam bulan ia lulus dalam menyelesaikan studinya di bangku perkuliahan, tak satu pun ada pengalaman bekerja yang ia miliki. Tak ada satu pun perusahaan yang mau menyantol kepadanya, semua lamaran pekerjaan yang ia kirimkan selalu ditolak secara mentah-mentah. Mengenaskan sekali, bukan?

"Eh, Sha! Sebenernya di perusahaan gue lagi butuh sekretaris gitu. Mana bosnya masih muda, ganteng, kaya juga! Kalau lo mau, lo bisa coba kirim CV ke mereka, siapa tau aja diterima." Sisi yang mulai teringat akan adanya lowongan pekerjaan di perusahaannya langsung menawarkan hal tersebut kepada Alesha. Siapa tahu mereka bisa satu perusahaan dan bisa sukses bersama, kan?

Alesha memejamkan mata terlebih dahulu setelah mendengarkan apa yang dikatakan oleh Sisi. Berpikir sejenak tentang apa yang ditawarkan. Menjadi seorang sekretaris? Ah, Alesha merasa sangat ragu sekali! Image seorang sekretaris di novel serta beberapa film yang ia baca dan ia tonton sangatlah buruk. Kebanyakan dari mereka selalu berusaha membuat si bos jatuh cinta. Tidak mau! Alesha tidak mau menjadi seperti itu! Ia harus mendapatkan pekerjaan yang berimage bagus sehingga saat ada arisan atau kumpulan keluarga, ia mendapatkan sebuah decakan kagum, bukan nyinyiran pedas.

"Gak deh! Lo tau sendiri kalau gue itu mau cari pekerjaan yang imagenya bagus, Si. Jadi sekretaris itu kayaknya enggak berimage bagus, deh! Nanti gue dikira jadi simpenan," balas Alesha yang menolak tawaran dari Sisi. Semua yang terjadi di hidupnya harus diterima matang-matang dan harus diterima dengan baik. Jadi, Alesha harus berpikir panjang akan itu semua.

"Please deh, Sha! Sekretaris itu keren. Lo pasti bakalan cocok banget kalau lo jadi sekretaris. Beberapa yang lo baca sama yang lo tonton itu cuman fiksi aja, jangan dianggap sama di dunia nyata. Kalau lo enggak mau dianggap jadi simpenan si bos, ya udah, cukup menjadi sekretarisnya aja. Jangan kemakan sama omongan orang dong!" saran Sisi yang menjelaskan serta meluruskan pola pikir Alesha.

Memiliki sahabat seperti Alesha memang cukup membuatnya harus waspada karena pola pikir gadis tersebut gampang sekali terpengaruhi oleh sekitar. Entah terlalu polos atau terlalu bodoh, Sisi sendiri tak cukup mengerti.

"Oke, gue coba daftar, deh! Supaya nantinya kita bisa sekantor juga."

***

"Oke, Alesha Priscanara, selamat bergabung di perusahaan kami!"

Alesha, gadis dengan kemeja putih yang sangat formal seketika langsung mengerjap kaget saat mendengar satu kalimat yang baru saja terucap oleh seorang pria tampan berusia kisaran dua tahun di atasnya. Gadis tersebut langsung bergetar, matanya berkaca-kaca dengan tangisan yang sebentar lagi akan pecah. Wajahnya bersemu merah akibat terharu dan sedikit tak percaya dengan apa yang terjadi.

"Jadi, sa—saya lo—lolos, Pak?" tanya Alesha yang memastikan maksud dari ucapan si bos. Rangkaian kalimat yang ia lontarkan penuh dengan getaran dan penuh dengan terbata-bata karena ini adalah pertama kalinya Alesha bisa diterima saat apply CV.

"Iya! Kamu akan menjadi anggota dari perusahaan kami. Kamu akan menjadi sekretaris saya," jelas sang bos dengan mengulurkan tangannya, berusaha mengajak Alesha untuk berjabatan tangan.

"Yes! Terima kasih banyak, Pak! Insya Allah saya akan bekerja dengan baik! Saya janji untuk selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada perusahaan ini!" sahut Alesha dengan wajah penuh sumringah. Akhirnya, setelah sekian lama menjadi beban, saat ini ia bisa membanggakan dan memiliki gaji sendiri.

Alesha sangat bahagia sekali hari ini!

"Sama-sama. Kalau bisa minta satu hal ke kamu, saya ingin kamu memanggil saya Samudra saja jangan Pak. Kita hanya berselisih dua tahun saja. Kita tidak perlu selayaknya sekretaris dan bos, kita sahabat."

Really? Baru kali ini Alesha menemukan bos modelan seperti Samudra Keith. Bos yang sangat friendly sekali kepada seluruh karyawannya. Bos yang sangat pengertian, bos yang sangat baik, bos yang merasa semua karyawan adalah temannya. Hanya Samudra Keith saja bos seperti itu.

"Baik, Pak. Eh, Samudra."

avataravatar
Next chapter