webnovel

Bicara 4 mata

"Kamu kenapa Bunga? Kenapa kayak menahan sakit gitu? Kalo memang lagi tidak enak badan kamu bisa istirahat dulu!" ucap Nisa saat melihat Bunga seperti tengah menahan sakit.

"Nggak Papa kok Mbak Nisa. Saya baik - baik saja," jawab Bunga dengan sedikit gugup.

Karena bagaimana pun juga rasa sakit di antara kedua pahanya masih begitu terasa saat ia gunakan untuk beraktivitas pagi hari ini. Bahkan Bunga telah berusaha dengan cukup keras untuk menormalkan cara berjalannya agar tidak membuat curiga orang - orang yang berada di sekitarnya karena cara jalannya yang terlihat aneh.

'Ya Tuhan kenapa rasa sakitnya masih belum juga hilang?' monolog Bunga dalam hati.

Ibu Zaenab yang tidak sengaja mendengar percakapan antara Nisa dan putrinya itupun segera berjalan mendekat untuk memastikan apa yang sebenarnya telah terjadi.

"Ada apa ini Nak?" tanya Ibu Zaenab.

"Ini loh Bu, si Bunga sepertinya sedang sakit tapi dia tetap memaksa untuk bekerja," aduh Nisa.

"Bunga kamu sakit, Nak?" tanya Ibu Zaenab kepada putrinya.

"Bunga baik - baik saja kok Bu. Memang badan Bunga terasa sedikit tidak nyaman tapi Bunga masih kuat untuk bekerja kok. Setidaknya sampai Bapak Anggoro dan Ibu Nirmala selesai sarapan," jawab Bunga demi mengurangi rasa khawatir Ibunya.

"Yakin tidak apa - apa Nak?" tanya Ibu Zaenab memastikan.

"Iya Bu, sungguh!" jawab Bunga meyakinkan.

"Baiklah, setelah kedua juragan kita sarapan kau bisa istirahat sampai kondisi badanmu pulih kembali, Nak."

"Iya Bu."

Bukan tanpa alasan Bunga menolak perintah Ibunya untuk beristirahat sekarang. Karena Bunga merasa kasihan jika membiarkan wanita yang telah melahirkannya itu bekerja sendirian meskipun masih banyak pembantu lain di rumah ini.

Karena bagaimana pun juga mencuci piring adalah bagian pekerjaan Bunga. Sehingga membuat Bunga tidak bisa mengabaikan pekerjaan itu dalam kondisi apapun karena pasti akan sangat merepotkan Ibunya. Bunga merasa Ibunya sudah cukup bekerja keras di rumah ini sehingga ia tidak ingin lagi menambah beban pekerjaan Ibunya dengan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.

Bunga juga tidak pernah keluar menuju ruang makan jika pemilik rumah ini sedang melakukan sarapan mereka. Karena waktu dan pekerjaan Bunga hanya akan tersita di dalam dapur saja.

Namun tidak untuk kali ini karena tiba - tiba Ibunya menyuruh Bunga untuk mengantarkan teh susu pesanan Ibu Nirmala, majikan mereka.

"Nduk tolong antarkan minuman ini ke juragan putri!" seru Ibu Zaenab yang membuat Bunga menghentikan kegiatannya mencuci piring.

"Memangnya Mbak Nisa ke mana, Bu? Bukannya itu tugas Mbak Nisa ya?" tanya Bunga heran.

"Nisa lagi di kamar mandi, Nduk. Katanya tadi perutnya mules. Ibu sedang menggoreng ikan jadi tidak bisa ke mana - mana," jawab Ibu Zaenab.

"Kalo begitu biar Bunga saja yang menggoreng ikannya Bu. Biar Ibu bisa mengantarkan minuman Bu Nirmala sebentar," usul Bunga yang langsung mendapat penolakan dari Ibunya.

"Jangan, sekarang ini Ibu lagi goreng ikan bandeng. Nanti kamu bisa kecipratan minyak panas. Sudah cepat saja antarkan minuman juragan putri setelah itu cepat balik lagi ke sini."

Bunga hanya bisa mendesah pasrah mendengar ucapan Ibunya tadi. Sehingga tidak ada pilihan lain untuknya selain pergi ke ruang makan sekarang.

Dengan penuh hati - hati Bunga berjalan membawa baki yang di atasnya sudah ada secangkir teh susu pesanan Nyonya majikannya.

Awalnya Bunga masih merasa baik - baik saja, tetapi tidak setelah pandangannya tidak sengaja tertuju pada sosok yang kini duduk di salah satu kursi meja makan bersama dengan Pak Anggoro dan Ibu Nirmala untuk menikmati sarapan mereka.

Suhu tubuh Bunga seketika menjadi panas dingin, dengan lutut yang tiba - tiba melemas seakan tidak mampu menahan berat tubuhnya saat ini.

Bunga melangkah pelan mendekat ke arah meja makan sembari mengeratkan pegangan tangannya pada baki yang dibawanya sekarang. Karena takut minuman itu akan terjatuh akibat tangannya yang mendadak gemetar mengikuti debaran jantungnya yang semakin berdegup kencang.

'Tolong kuatkan aku Tuhan!'

Doa Bunga dalam hati saat pandangan matanya tidak sengaja bersibobrok dengan tatapan tajam pria yang baru tadi malam telah merenggut kehormatannya dengan cara paksa.

Dengan tangan yang semakin gemetar Bunga memindahkan teh susu yang dibawanya tadi ke atas meja.

"Si-silahkan juragan putri!" gagap Bunga seakan kesulitan untuk berkata - kata.

Pemandangan tersebut tak lepas dari tatapan ketiga orang yang kini sedang menikmati sarapan mereka.

"Bunga kamu sakit, Nak?" tanya Ibu Nirmala yang membuat Bunga merasa tercengang.

Ingin rasanya Bunga berlari secepatnya dan pergi dari tempat yang semakin membuatnya sesak itu. Namun pertanyaan dari sang majikan membuatnya terpaksa harus terjebak semakin lama di tempat itu.

"Ti-tidak Bu, saya baik - baik saja," jawab Bunga dengan terus menundukkan wajahnya.

"Tapi wajahmu pucat sekali, Nak. Sampai keluar keringat dingin seperti itu," ucap Ibu Nirmala yang membuat Bunga dengan cepat mengusap peluh yang sudah terlanjur membasahi pelipisnya.

"Saya hanya masuk angin saja kok Bu. Minum teh hangat juga sebentar lagi sembuh," jawab Bunga meyakinkan.

"Jangan terlalu memforsir tenagamu Nak. Kalau dirasa kau kurang enak badan, kau bisa beristirahat sejenak."

Bukan Ibu Nirmala tetapi Pak Anggoro yang ikut berbicara. Memang pasangan suami istri itu terkenal sangat baik kepada para pekerjanya sehingga membuat mereka betah untuk mengabdikan diri kepada keluarga tersebut. Tidak terkecuali Ibu Zaenab yang juga sudah bertahun - tahun bekerja untuk keluarga Jaya Diningrat.

"Iya Pak, terima kasih atas perhatiannya," jawab Bunga santun.

"Angger, kenalkan ini Bunga, Nak. Putri Bi Zaenab yang akan melanjutkan kuliah di kota ini. Kalau kau ada waktu kau bisa merekomendasikan kampus yang bagus untuk Bunga," ucap Pak Anggoro kepada putra semata wayangnya.

"Hemm!" jawab Angger dingin dan datar.

"Nggerr ...!" tegur Ibu Nirmala atas sikap dingin putranya tersebut.

"Maaf Bun!" jawab Angger singkat.

"Baiklah kau bisa kembali ke dapur Bunga!" ucap Ibu Nirmala kemudian.

"Inggih Bu, permisi."

Baru beberapa kali melangkah, Ibu Nirmala sudah menghentikan langkah Bunga.

"Bunga mengapa jalanmu seperti itu, Nak?" tanya Ibu Nirmala yang merasa heran dengan cara berjalan Bunga.

Angger yang juga mendengar pertanyaan dari Ibunya langsung mengangkat wajahnya kemudian mengalihkan perhatiannya ke arah Bunga.

Sementara Bunga yang mendapat pertanyaan seperti itupun seketika menghentikan langkahnya. Memejamkan matanya sejenak sebelum kemudian berbalik badan dan menghadap sang majikan.

"Bu-bunga tadi tidak sengaja jatuh di dalam kamar mandi juragan putri," jawab Bunga sembari menggigit bibir bawahnya.

"Hati - hati dong, Nak. Mau Ibu panggilkan tukang urut?" tawar Ibu Nirmala.

"Tidak usah juragan, sebentar juga sudah sembuh. Terima kasih atas kebaikan hati juragan putri dan juragan besar," jawab Bunga.

Ibu Nirmala hanya mengangguk sebagai jawaban atas ucapan Bunga.

"Kalo begitu Bunga permisi ke belakang dulu, Bu."

Pandangan Bunga tidak sengaja tertuju ke arah Angger yang saat ini juga menatap tajam dirinya. Sehingga membuat Bunga merasa ketakutan dan meremas pakaiannya sendiri.

"Pergilah!" ucap Ibu Nirmala.

Bunga menundukkan kepalanya sebentar sebelum kemudian benar - benar pergi dari ruang makan.

***

"Wajahmu kenapa tambah pucat begitu toh, Nduk?" tanya Ibu Zaenab khawatir saat Bunga baru saja menginjakkan kakinya di lantai dapur.

"Ah masa sih Buk," jawab Bunga gelagapan karena secara tidak langsung Ibu Zaenab telah membuyarkan lamunannya.

Ibu Zaenab tampak mengangkat dagu Bunga dengan satu tangannya. Kedua mata yang sudah berkeriput itu tampak memindai wajah putrinya sehingga membuat Bunga merasa gugup ditatap sedemikian rupa oleh sang Ibu.

"Kamu kurang sehat Nak. Istirahat sana!" ucap Zaenab.

"Iya Bu, Bunga akan beristirahat tapi nanti setelah Bunga menyelesaikan tugas Bunga yang masih belum selesai," jawab Bunga sembari melirik ke arah tumpukan piring kotor yang belum ia cuci tadi.

"Sudah, biar Ibu saja yang selesaikan nanti!" saut Ibu Zaenab.

"Tapi Bu—"

"Bunga!" seru Ibu Zaenab seakan tidak ingin dibantah.

Karena tidak mempunyai pilihan lain selain menurut, Bunga hanya bisa mengangguk mengiyakan. "Baik Bu."

"Cepat kembali ke kamar mu dan istirahat Nak!"

Setelah memastikan putrinya sudah keluar dari dapur, Ibu Zaenab lantas melanjutkan kembali pekerjaannya, sebelum nanti ia juga akan meneruskan pekerjaan putrinya yang belum selesai tadi. Yaitu mencuci piring.

Sedangkan Bunga yang memang merasa sedikit berat di kepalanya karena semalaman ia belum tidur, tengah berjalan dengan menunduk menuju kamarnya yang terletak di paviliun belakang.

Namun tiba - tiba Bunga merasakan ada yang menarik tangannya dari belakang.

"Ikut denganku, kita harus bicara sekarang!"