webnovel

SANG VOKALIS

"Yang itu arta, Danuarta Rakash" bisik seorang gadis berambut lurus sebahu, pada gadis disampingnya.

Suasana riuh acara festival tahunan, mendominasi seluruh ruangan aula sebuah gedung salah satu kampus ternama.

Didalam sudah tampak penuh dengan hampir seluruh mahasiswa dan mahasiswi yang berkuliah disana, menyaksikan acara musik yang dibawakan oleh sebuah band cukup populer dikampus itu.

Acara ini diadakan hampir setiap tahunnya. Dan band beranggotakan empat lelaki tampan sekaligus mahasiswa disana, selalu berhasil mendapat banyak sorotan dari media kampus atau juga hampir semua mahasiswi yang tengah berseru histeris melihat penampilan mereka saat ini, kecuali seorang gadis yang sejak tadi menunjukkan ekspresi datar.

"Gue keluar aja deh" ucap gadis itu beranjak melewati celah beberapa orang yang duduk dibelakangnya.

Hal itu ternyata mengundang perhatian sang vokalis yang tengah bernyanyi dengan suara merdunya, memandang seorang gadis berjalan cepat keluar dari ruangan yang luas itu.

"Hadeh gue malah ditinggal" keluh gadis disampingnya tadi.

[Taman Kampus]

"Lo gak ke aula?" tanya seorang lelaki jangkung pada gadis tadi yang kini tengah duduk termenung di bangku.

Gadis itu menoleh sejenak padanya lalu kembali memandang kedepan.

"Gue bosen kak, mana tu cewek cewek teriaknya kenceng banget. Budeg lama lama gue disana" cibirnya kesal.

Lelaki disampingnya tertawa kecil menatap raut wajah cemberut gadis itu yang tampak menggemaskan dengan pipinya yang agak chubby.

"Ya wajarlah, hampir semua cewek disini tergila gila sama arta" jelas lelaki itu.

"Oh si arta arta vokalis itu?" jawab gadis itu sembari mendecih.

"Lo baru tau? Hampir setahun ngampus disini?" tatap lelaki itu heran.

Gadis bernama kalea itu, beranjak. Dia menatap lelaki itu sejenak sambil menghela nafas berat sebelum akhirnya berjalan meninggalkannya sendiri.

"Gak penting juga kali kak. Dia gak berpengaruh sama nilai gue disini, aman kan?"

Kalea Chani. Gadis cantik yang beberapa bulan lalu pindah dari kampus lain ke kampus barunya saat ini. Wajahnya memang tampak manis, namun bertolak belakang dengan sikapnya yang ketus dan dingin.

Lelaki tadi masih duduk disana, memandangi punggung kalea yang semakin jauh seraya tersenyum tipis.

[KANTIN]

"Disini lo rupanya. Gue cariin kemana mana" gerutu gadis yang duduk bersamanya tadi didalam aula.

Gadis bernama Catherine itu, ikut duduk dan memesan semangkok mie ayam seperti kalea.

Sedetik kemudian, keempat lelaki populer tadi memasuki kantin. Berbeda dengan cath yang langsung memandang kagum kearah mereka yang kini tengah duduk disalah satu meja, kalea bahkan tak menoleh sedikitpun.

Suasana kantin yang tadi cukup tenang, mendadak berubah agak riuh oleh segerombol mahasiswi yang berebut ingin duduk di sekitar arta dan ketiga temannya.

Kalea ingin buru buru pergi dari sana, jika saja cath tak menahannya agar menunggu gadis itu menghabiskan makanannya.

Sambil menunggu gadis dihadapannya selesai, kalea memakai headphone berisi lagu yang disambungkan melalui ponselnya, yang sejak tadi menggantung dilehernya. Untuk meredam suara berisik disana yang membuatnya agak terganggu.

Cath yang tengah menyantap makanan miliknya, mendadak menoleh kembali kearah kerumunan arta karena merasa ada yang memperhatikan mereka.

Dan benar saja, saat itu juga arta yang memang sejak tadi memandang kearah dua gadis itu buru buru mengalihkan pandangan.

"Apa gue salah liat ya?" Pikir cath sambil kembali menoleh pada kalea dan arta secara bergantian.

Cath akhirnya mengabaikan dan menyantap kembali makanan yang masih tersisa setengah.

Arta kembali mencuri pandang pada keduanya. "Hampir aja" batinnya lega.

Melihat mangkok cath yang sudah kosong, kalea kembali melepas headphone dan beranjak.

"Gue mau nyamperin kak dave, lo mau ikut atau?" tanya kalea.

"Ikut" tukas cath.

Keduanya berjalan keluar dari kantin, diikuti tatapan arta yang lebih tepatnya memandang kearah punggung kalea sambil tersenyum tipis.

[ART GALLERY]

Seorang lelaki bertubuh tegap, sedikit lebih tinggi dari kalea yang juga bertubuh agak tinggi dari kebanyakan cewek dikampusnya, tengah menatap sebuah lukisan tergantung rapi di dinding putih polos dihadapannya.

"Hai kak" sapa cath.

Lelaki itu menoleh pada dua gadis dibelakangnya yang baru saja tiba. Sejenak tersenyum tipis membalas sapaan cath, lalu merangkul bahu kalea agar lebih dekat berdiri disampingnya.

"Gimana? Bagus kan?" tanyanya.

"Hmm, lumayan" jawab kalea datar.

Lukisan abstract dihadapan mereka saat ini, hasil karya kakak laki laki kalea. Cath menatap sedikit iri pada kedua orang itu. Sesekali dia ingin berada diposisi kalea, yang mempunyai kakak tampan dan berbakat seperti Kadaveen Galio, yang masih merangkul gadis itu.

Namun juga cath sesekali merasa iba pada kalea, yang tumbuh tanpa kasih sayang orangtua sejak kecil. Kedua orangtua mereka berpisah dua puluh tahun lalu. Hanya dave yang tulus merawat dan membesarkan kalea hingga sekarang.

Hampir setengah jam kedua gadis itu mengamati setiap lukisan dari beberapa artist di sana. Museum itu sudah beberapa kali memajang hasil tangan dave. Bakat melukis itu keturunan dari kakek mereka yang seorang seniman. Sebab itu, kalea mengambil jurusan dkv dikampusnya.

Setelah cukup puas, kalea dan cath berpindah menuju cafe yang berada tak jauh dari gedung museum itu.

Dua menit setelah memesan, minuman mereka diantar oleh seorang lelaki jangkung yang mengenakan seragam karyawan disana.

Cath cukup kaget karena ternyata lelaki itu adalah arta. Namun tidak dengan kalea yang tetap berwajah datar. Lelaki itu melirik sejenak padanya lalu pergi.

"Wah keren banget tuh orang. Udah ganteng, mau kerja kaya gini lagi" puji cath memandang arta yang tengah mengantar pesanan pada meja lain.

"Kok gue baru tau ya ada cafe disini" ocehnya lagi.

Kalea tak menanggapi satupun perkataan temannya itu, dan fokus menatap ponsel di genggamannya.

"Le, tadi pas dikantin gue mergokin kak arta ngeliatin lo deh" ucap cath.

Kalea menghela nafas kasar, memandang tajam sejenak pada gadis dihadapannya yang tengah menyesap minuman.

"Kebanyakan halu lo" jawabnya kembali menatap ponsel.

Cath menatap sinis padanya, beralih kembali memandang arta yang tengah melayani pelanggan.

"Masa iya sih gue salah liat. Ah gak mungkin. Apa jangan jangan?" cath kembali melirik kalea yang menatapnya tajam, membuatnya enggan melanjutkan perkataanya.

Cath baru ingat, temannya itu tak suka membicarakan lelaki kecuali dave dan lelaki yang duduk bersama gadis itu tadi.

Mereka berada disana hingga sore menjelang malam.

Dua karyawan disana telah pulang beberapa menit lalu, tersisa arta yang kini tengah membersihkan meja. Cafe bertema outdoor itu miliknya, namun tak ada yang mengetahui kecuali ketiga temannya.

Arta menemukan sebuah dompet perempuan tergeletak diatas meja, tempat kedua gadis tadi duduk. Melihat keychain photocard yang tergantung disana, refleks bibirnya menggores senyum tipis.

Next chapter