webnovel

Bukit Bunga Cinta

Ini kisah cinta pertamaku saat kelas satu SMP bersama Kak Setya, seorang mahasiswa KKN. Meski terpaut usia yang cukup jauh, namun itu tak menghalangi hubungan asmara kami. Lalu kuketahui bahwa ia juga menjalin cinta dengan sesama teman KKN, Kak Desi. Bagaimanakah kelanjutan kisah cinta kami?

cahyonarayana · Teen
Not enough ratings
4 Chs

Hujan Sore Itu

Pelajaran privat sudah selesai. Kami lanjutkan mengobrol berdua. Kutanyakan perihal Kak Desi padanya, "Kak Setya pacaran sama Kak Desi ya?"

"Ah, enggak. Kata siapa?!"

"Masa sih, kok kayaknya dekat banget. Hayo, ngaku aja Kak! Hihihi."

"Enggak, dia udah punya pacar kok. Udah dijodohkan."

"Hah, dijodohkan?"

"Iya, dijodohkan sama orang dari kampung halamannya. Tapi pria itu juga kuliah di kota kami. Lain kampus."

"Ohh, kirain di kota nggak ada lagi perjodohan. Di sini aja udah nggak ada Kak."

"Nggak tahu deh. Mungkin adat mereka di sana."

"Terus pacar Kak Setya siapa nih? Hehe."

"Nggak ada, udah putus."

"Kenapa putus Kak?"

"Yah, gitu deh. Udah nggak cocok."

"Pasti orangnya cantik. Hehe."

"Ah, bisa aja kamu Put. Kamu sendiri udah punya pacar belum?"

"Ah, belum Kak. Masih kecil nggak boleh pacaran! Hehe."

"Kalau yang naksir kamu ada nggak?"

"Ihh apa sih, malu aku Kak!"

"Pasti ada kan. Cantik begini!"

"Iya sih, kata temen-temen, ada cowok dari kelas lain yang suka aku."

"Terus, kamu suka?"

"Aihh, enggak Kak. Masih kecil. Nggak boleh cinta-cintaan. Hehe."

"Bagus. Aku boleh tanya sesuatu nggak, Put?"

"Apa Kak? Tanya aja."

"Apa bener kamu suka aku?"

Astaga, hatiku seperti disambar geledek! "Eh, ehh, kenapa Kak Setya tanya begitu?"

"Kata teman-teman, kamu suka aku."

"Hah, kok bisa?!"

"Nggak tahu, mereka bilang, dari gelagatmu, kayaknya kamu suka aku."

Aku terdiam. Terpojok. Terpojok! Apakah tingkahku selama ini begitu kentara? Celaka!

"Gimana, bener nggak Put?"

"Ehmm, se, sebenarnya sih iya, Kak. Duh, aku malu!"

"Hehe, jangan malu. Seusia kamu udah kok wajar menyukai seseorang."

"Hmm."

"Kenapa kamu suka aku? Aku kan jauh lebih tua."

'Hmm, apa ya, Kak Setya baik, cakep, ramah, pinter. Hehe."

"Aku juga suka kamu, Put."

"Hah?!"

Lagi-lagi hatiku serasa disambar geledek. Lebih besar!

"Iya, Put" lanjutnya, "Sejak lihat kamu, aku suka. Kamu cantik dan baik. Pinter lagi."

"Ah, masa sih Kak Setya suka aku?!"

"Iya, bener. Aku suka kamu. Mau nggak jadi pacarku Put?"

"Hah?!"

Hatiku berdegub sangat kencang. "Serius Kak?!"

"Iya, mau nggak?"

'Hmm, mau sih Kak. Tapi aku malu. Hehe."

"Kenapa?"

"Aku kan cuma anak desa miskin. Kak Setya orang kota, terpelajar. Kaya juga kayaknya. Hehe."

"Ah, biasa aja. Aku suka gadis desa kok. Kamu gadis desa yang baik."

Aku terdiam. Dalam hatiku penuh gejolak yang tak bisa kutahan. Seperti kembang api yang menyala dengan sendirinya.

"Mau ya, jadi pacarku?" tanyanya lembut.

Aku mengangguk tersipu, "Iya, mau Kak!"

Hatiku begitu senang dan meluap-luap.

"Nah, gitu dong." Ia genggam tanganku dan ia cium punggung telapak tanganku.

"Ah, Kakak!" kutarik tanganku. Rasanya malu dan merinding. "Harusnya aku yang cium tangan Kakak!"

"Nih, cium!"

Kuraih tangannya dan kutempelkan punggung telapaknya pada jidatku layaknya seorang istri pada suaminya. Pertanda tunduknya perempuan kepada lelaki.

"Cium bibir dong," ia arahkan punggung tangannya menyentuh bibirku.

Kukecup mesra tangan itu. Tangan pacar baruku ini. Lelaki yang sangat kucintai.

Hatiku rasanya melayang entah kemana. Tak pernah terbayangkan hal seromantis ini terjadi padaku. Di rumahku sendiri. Diiringi hujan sore yang begitu lebat dan indah.

"Sini, dekat dong!" pintanya meraih pundakku, "Aku peluk!"

Aku menurut saja dan mendekat di pelukannya. Rasanya sangat nyaman. Kusandarkan kepalaku di pundaknya. Dan ia cium mesra kepalaku.

"Mulai saat ini, jangan malu dan sungkan lagi sama aku ya?" pintanya.

"Hmm, iya Kak."

Ia ciumi terus rambut dan kepalaku. "Aku sayang kamu, Put. Sini, Kakak cium yaa?"

"Hmm?" tanyaku mendongakkan kepala.

Ia cium mesra pipi kiriku. "Cantik banget kamu, Put!"

Aku tersenyum senang. Dan ia ciumi terus pipiku.

"Mulus pipimu. Hehe." Pujinya.

"Ah, Kakak!"

"Sini, yang sebelah!"

Ia palingkan wajahku dan ia ciumi pipi kananku. Ah, betapa indahnya hidup ini. Jadi begini rasanya dicium lelaki. Selamat datang, cinta!

Kemudian ia kecup bibirku. Sekujur tubuhku merinding. Rasanya lemas, sekaligus bersemangat. Aneh!

Ada sesuatu dalam diriku yang meluap-meluap. Seperti sungai yang hendak banjir!

Ia kecup bibirku berulang kali. Lalu ia cium dengan mesra. Ia lumat-lumat bibir kecilku.

"Hmmh," desahku keenakan.

"Enak nggak?" tanyanya melepaskan bibirku.

"Enak, Kak."

"Lagi ya?"

Aku mengangguk dan ia cium lagi bibirku. Tubuhku terasa panas. Kali ini aku mulai membalas ciumannya.

Lidahnya menyeruak ke dalam mulutku. Mengobrak-abrik segenap mulut kecilku. Ia hisap lidahku dan lidah kami pun saling beradu. Ah, instingku sebagai wanita mulai bekerja!

Aku sungguh terlena. Hingga saat ia lepaskan ciuman, aku sungguh tak rela.

Kupandangi wajahnya yang tersenyum dengan manis. Mengharap ia cumbui lagi.

Kuberanikan diri berinisiatif mencium bibirnya. Aku belum puas menikmati bibir indah itu.

Ia membalas ciumanku dan kami saling beradu lidah lagi. Ohh, cinta! Aku mencintaimu, cinta!

Puas dengan bibir, Kak Setya ciumi jidat, pipi dan leherku. Aku mendesah semakin keras. Rasanya nikmat leher ini dijamah lelaki. Geli-geli nikmat.

Lalu kurasakan, tangannya mulai meraba-raba dadaku.

"Jangan Kak!" tanganku berusaha mencegahnya.

Namun ia tak peduli. Malah diremas-remasnya dada mungilku.

Tangan kecilku tak kuasa melawan tangan besarnya. Dan tanganku justru malah mengikuti tangannya meremas-remas dadaku.

"Kak, jangan!"

"Kenapa?"

"Malu Kak!"

"Malu sama siapa? Nggak ada siapa-siapa!"

Aku terdiam sejenak.

"Hmm, jangan Kak, please!"

"Kamu milikku, Put!" jawabnya tegas, 'Buka baju ya, Put?"

"Jangan Kak, malu!"

"Malu sama siapa?!"

"Sama Kakak!"

"Kan aku pacarmu!"

"Ehmm,"

"Sayang nggak sama Kakak?"

"Sayang!"

"Kalau sayang, aku pengin lihat kamu buka baju."

"Jangan, Kak!"

"Nggak papa Sayang," ia ciumi pipiku, "Buka yaa."

Ia sibakkan kaosku. Dan entah kenapa, aku menurut saja. Kak Setya menyibakkan kaosku hingga ke atas dada. Aku malu luar biasa. Tapi kubiarkan saja.

"Hmm, tubuhmu bagus, Put!" pujinya, "Aku suka!"

Ia raba-raba dadaku lagi, lalu mulai meremasnya. Kucoba menahan tangannya, namun tanganku justru turut meremas-remas dadaku lagi.

Ia ciumi bibirku hingga membuatku semakin terlena dan keenakan. Luar biasa!

Akhirnya kulepaskan tangannya dan kubiarkan ia memainkan dadaku sesuka hatinya. Ia ciumi leher dan pundakku.

"Ohh, Kak!" desahku tak kuasa menahan kenikmatan ini.

Dan tanpa kusadari, kancing braku sudah terlepas. Kak Setya dengan mudah melepas penutup dadaku itu. Kutangkupkan tangan menutupi buah dadaku.

"Buka, Sayang!" pintanya lembut, 'Aku pengin lihat."

"Punyaku masih kecil, Kak! Belum seksi, hehe!"

"Aku suka yang masih kecil!"

Aku hanya bisa menghela nafas. Ia buka tanganku dan aku menurut. Kedua dada mungilku pun terpampang di hadapannya. Ia tampak senang melihatnya. Kupalingkan wajah untuk menahan rasa malu.

"Hmm, sudah besar gini kok!" godanya, "Kelas satu SMP udah montok begini! Aku suka!"

Ia raba dan remas lagi dadaku itu.

"Hmm, ohh!" desahku menahan kenikmatan.

Ia lalu turun dan mulai menciumi buah dadaku. Ah, rasanya geli, sakit dan nikmat. Ohh, getaran apakah ini?!

Ia nikmati terus payudaraku seperti bayi besar yang menyusu pada ibunya. Kuusap-usap kepala dan rambutnya dengan penuh kasih. Ohh, lelaki ini. Pacar yang kucintai ini! Nikmatilah dadaku sepuasmu.

Mungkin aku dulu sering disusui oleh ibu saat masih kecil di sini. Di ruangan ini.

Dan sekarang, aku menyusui lelaki asing yang belum lama kukenal. Aku telah dewasa. Aku telah dewasa, Ibu!

Kak Setya melanjutkan kenakalannya hingga aku tak berdaya. Ia gumuli segenap tubuhku. Perut, paha, betis. Dan bahkan menyibakkan rokku. Lalu ia jamah milikku yang paling berharga.

Ahh, rasanya sangat malu dan nikmat. Luar biasa! Untuk pertama kalinya kurasakan puncak kenikmatan asmara.

Gelora yang menggelembung, hingga akhirnya meleleh deras dengan indah. Rasanya tak terlukiskan!

Aku pun terengah-engah menikmati pengalaman pertama itu. Aku sangat mencintai lelaki ini!

Panah asmara telah menembus hatiku. Hingga saat ia mengajakku ke kamar pun kusetujui saja.

"Kamarmu dimana Put?" tanyanya, "Pindah ke sana yuk."

Aku hanya mengangguk dan kukunci pintu depan.

"Motornya kehujanan Kak!" ungkapku.

"Biar aja, sekalian dicuci!"

Kami pun segera masuk ke kamar. Hatiku berdegup kencang, namun entah kenapa juga diliputi rasa penasaran dan semangat.

Setelah masuk kamar, kukunci pintu dan jendela. Untunglah aku selalu merapikan kamar.

Meski sempit, namun tertata rapi. Jadi aku tak malu saat mengajak lelaki masuk kemari - meski tak pernah terbayangkan sebelumnya untuk memasukkan lelaki ke sini.

Kak Setya segera memeluk dan mengumuliku lagi. Kali ini sambil duduk di atas dipan. Yah, dipan tua peninggalan nenekku.

Sore itu aku menjadi miliknya sepenuhnya. Kami bertelanjang bulat, dan ia mencumbui segenap tubuhku.

Kemaluanku lalu ia cium, hisap dan jilat. Jarinya pun mengaduk-aduk bagian terlarangku itu.

Rasanya begitu nikmat dan indah dilecehkan di kamar sendiri. Hingga akhirnya aku mencapai puncak kepuasan lagi! Seperti pipis!

"Hmm, keluar lagi ya Put?!" tanya lelaki itu.

"Iyah, maaf Kak! Kena wajah Kakak ya?"

"Nggak papa, cuma dikit! Aku suka!"

Ia lalu menyodorkan kemaluannya yang besar dan berdiri tegak. Aku sempat bergidik.

"Pegang Put!" perintahnya.

Dengan ragu, kupegang batang kekar itu. Ia lalu mengarahkanku untuk mengocoknya.

Kuikuti saja karena diliputi rasa penasaran. Kali itu aku baru tahu jika lelaki suka batang kemaluannya digosok.

"Hisap Put!" pintanya beberapa lama kemudian.

"Ihh, masa dihisap sih Kak?!" balasku jijik.

"Iya, nggak papa!"

"Nggak mau ah Kak!"

Ia tersenyum dan memegang kepalaku agar mendekat pada kemaluannya. Disodorkannya pula batang keras itu ke mulutku.

Aku sempat menghindar, namun ia terus memaksa hingga akhirnya kejantanan itu tercium olehku. Rasanya bergetar dan aneh seperti ciuman pertama tadi.

Karena paksaan dan rasa cintaku padanya, akhirnya kuberanikan diri mencium kemaluan lancang itu. Setelah terbiasa, kumasukkan ke dalam mulutku.

"Hisap Put!" perintahnya.

Kucoba menghisap batang besar yang memenuhi mulutku itu semampuku. Dan ia pun mulai mengocokkan kepalaku dengan tangannya.

Rasanya tak terima, namun apa daya, ia begitu kuat. Begitu juga dengan rasa penasaran dan cintaku.

Kepalaku pun maju-mundur seirama dengan kelamin gagah itu. Lama-lama ternyata enak.

Dilecehkan begini, membuat gairahku meningkat. Kurasakan tubuhku bergejolak. Kewanitaanku terasa gatal dan basah.

"Pinter kamu Put!" pujinya, "Enak mulutmu!"

Aku semakin tersipu dan terangsang mendengarnya.

Setelah cukup lama melecehkan mulut dan kepalaku. Ia pun mulai melecehkan mahkota wanita yang paling berharga.

Direbahkannya aku di kasur. Dimain-mainkan sebentar kemaluanku dengan jarinya.

Lalu ia tempelkan dan gesekkan batangnya pada belahan gundukan selangkanganku. Nikmat!

"Kak, Putri mau diapain?" tanyaku takut dan bergairah.

"Kusayang!" jawabnya tersenyum mencium bibirku, "Mau yah?!"

"Tapi jangan perawanin Putri yah?!"

"Nggak papa! Sayang nggak sama aku?"

"Sayang, tapi..."

"Aku juga sayang kamu! Layani aku ya?!" kembali bujuknya menciumi bibirku.

Aku terdiam tak berdaya melawan rayuan, pesona dan cumbuannya. Apalagi gairah dan cinta ini! Siapa yang mampu melawan cinta?!

Ia kembali bangkit dan berusaha memasukkan kemaluannya ke dalam lubang kecilku.

"Ahh, Kak!" rintihku, "Sakit!"

"Tahan ya, Sayang!"

Kurasakan benda besar berusaha menembus lubang sempitku. Aku memejamkan mata menahan rasa sakit dan malu.

Apakah batang sebesar itu bisa masuk?! Bagaimana jika kewanitaanku robek?! Oh!

Setelah beberapa kali usaha, benda lancang itu pun kurasakan masuk hingga memenuhi setengah liangku. Ahh, rasanya sangat mengganjal dan sesak!

Kemaluan dan pinggulku gelisah dan berkedut-kedut. Apa yang ia lakukan pada bagian terlarangku itu?!

Kemudian ia sodok lagi kemaluannya hingga terasa menusuk pangkal kewanitaanku. "Ahh, Kakaak!" pekikku membuka mata.

"Tahan ya, Sayang!" bujuknya menindih dan mencium bibirku.

Kubalas ciuman bibirnya untuk meredakan rasa perih dan ngilu pada kemaluanku. Kemaluan mungil ini! Dijamah seenaknya oleh batang orang kota!

Ia diamkan sejenak kejantanannya di dalam rongga kewanitaanku sembari menciumi dan menghisap-hisap dadaku. Gairahku kembali meningkat. Kali ini lebih nikmat!

Perlahan, Kak Setya mulai menggerakkan kemaluannya. Ohh, sensasinya!

Perih sekaligus nikmat! Baru kali ini kurasakan kenikmatan semacam ini!

Batang itupun mulai mengocok kewanitaanku. Dari lambat jadi semakin cepat.

"Kakaak, ohh, pelan!" rintihku memegang kedua tangannya.

"Punyamu enak banget Put!" jawabnya dengan nafas memburu dan wajah penuh nafsu.

Baru kali ini kulihat kegarangan sekaligus keindahan wajah lelaki yang diliputi oleh nafsu. Genjotan pada kemaluanku pun semakin kencang. Tubuhku menggelinjang dan berusaha meronta.

"Kakaakk!" erangku berkali-kali.

"Enak nggak?!"

"Enak Kak, tapi... "

"Kamu nikmati aja kalau enak! Aku enak banget nih!"

Kocokannya semakin kencang dan menusuk hingga pangkal liangku. Ah, hancur sudah kehormatan dan kemaluanku!

Mungkinkah organ ini bakal jebol?! Kasihan kau, lubangku! Maafkan aku karena terlena oleh cinta!

Aku, Putri, tiga belas tahun, kelas satu SMP. Direnggut kesuciannya oleh lelaki yang kucintai! Ah!

Untuk pertama kalinya kurasakan kegagahan lelaki! Aku telah menjadi wanita sempurna!

Ohh, asmara! Renggutlah apapun yang kau inginkan.

Nafas Kak Setya semakin memburu seiring makin cepat sodokannya. Sesekali dengan gemas, ia cium bibirku dan meremas dada kecilku.

Tak lama kemudian, akupun merasakan puncak kenikmatan lagi. Kali ini jauh lebih nikmat dengan batang besar yang mengobrak-abrik kemaluanku.

"Kaaak, pipis lagi!" erangku berusaha menahan pinggulnya yang bergerak cepat.

"Enak kan?!" balasnya, "Buat aku enak juga!"

"Iya Kak!" jawabku pasrah dan membiarkan tubuhku menjadi mangsa cinta dan nafsunya.

Kak Setya sangatlah perkasa. Ia  perdaya tubuhku hingga terguncang kesana-kemari. Dan kurasakan kembali puncak kenikmatan itu.

"Kak, Putri pipis lagi!" erangku lemah dan penuh kenikmatan. Luar biasa!

"Aku bentar lagi!" jawabnya memburu. Genjotannya pun semakin kencang dan dalam. Ah, ia nikmati sepenuhnya liang kecil gadis desa ini (yang sekarang sudah tak gadis).

Kak Setya terus memompa kemaluanku dengan ganas. Tubuhku kewalahan dan tergoncang kesana-kemari.

Dipan tua yang kami tiduri pun berderit-derit seperti hendak runtuh dan jebol. Seperti jebolnya kehormatanku.

Maafkan aku Nenek! Di atas dipan peninggalanmu ini aku berbuat tak pantas demi cinta! Maafkan aku! Aku ternoda di pangkuanmu!

Sesekali Kak Setya menggumuli wajah, bibir, leher dan dadaku dengan gemas. "Uhh, enak banget kamu, Put!" pujinya.

Aku hanya bisa membalas dengan desahan, "Ahh, Kakak!"

Kak Setya pun semakin kencang menggempur tubuhku. Hingga akhirnya ia dorong kejantanannya sangat dalam dan menyemburkan sesuatu berkali-kali. Kewanitaanku terasa penuh dan hangat!

Ia menciumi bibirku gemas sembari menyemburkan kepuasannya. Hmmh, kubalas dengan ciuman ganas pula.

Semburan eksotis itu membuatku begitu nikmat dan serasa ada yang ingin menyembur pula dari dalam dirku. Sruuutttt...

Aku mencapai kepuasan lagi bersamaan dengan dirinya! Ahh, begitu indahnya dunia. Luar biasaaa!

Aku bersyukur telah terlahir kemari dan dikoyak-koyak oleh lelaki yang kucintai!

Kak Setya membiarkan kemaluannya menancap agak lama dan mencumbui wajahku. Lalu ia melepaskanku dan berbaring di sampingku.

Tubuhku terasa sangat lemas dan lunglai. Namun ada kepuasan dan kebahagiaan yang sangat besar. Kebahagiaan yang tak pernah kurasakan sebelumnya!

Kak Setya memeluk dan menciumi keningku. "Pinter kamu Put!" bisiknya, "Enak banget! Makasih ya!"

"Iya Kak!" jawabku lemah dan mata setengah terpejam. Menikmati sisa-sisa kepuasan dan keindahan asmara.

Hujan masih saja lebat di luar sana. Dan cintaku untuk Kak Setya terus meluap-luap. Entah sungai di desa banjir atau tidak. Yang jelas, hati dan tubuhku telah dibanjiri oleh cinta.

Kuharap hujan ini tak berhenti agar aku bisa lebih lama bersama lelaki ini.