webnovel

Gadis yang luar biasa.

Vino menarik tangan Vira, mereka sudah cukup lama berjalan. Vino menggigit bibir bawahnya, dia mengeryitkan dahi.

Vira memperhatikan raut wajah Vino yang menurutnya terlihat menakutkan. Vino sedikit meringis dan melepaskan tangan Vira. Pria itu membenarkan sepatunya. Vira ikut memperhatikan.

Vino menginjak bagian belakang sepatunya. Dan kulit lecet dengan memar jelas terlihat disana membuat Vira sedikit khawatir tapi gengsi dong. Paling juga vino cuma caper. Padahal itu bukan modus, dia dari tadi berkeliling mencari Vira, memakai sepatu asal tanpa kaos kaki, mana sepatu baru lagi. 

"Kenapa?" Akhirnya Vira nyerah juga, dia bertanya dan biro cuma menggeleng pelan.

"Kaki lu lecet?" 

"Engga, ga papa" balas vino singkat, dia melanjutkan perjalanan diikuti Vira. Tapi sepertinya kakinya cukup perih juga sehingga Vino terlihat sedikit mengatur langkahnya. 

"Coba gue liat!" Pinta Vira, vino menarik kakinya dimana posisi Vira yang mulai menurunkan tubuh berjongkok.

"Udah ga usah!" Ujar vino gengsi.

"Ga papa ini, biasa aja" lanjutnya menggaris senyum terpaksa.

"Coba liat dulu. Udah duduk dulu deh!" Vira memaksa.

"Terakhir lu ngasih gue sepatu pas gue lecet make high heel, dan sekarang anggap aja gue lagi balas Budi!" Vira menarik lengan vino duduk di bangku pinggir jalan. 

"Buka sepatu lu!" Pinta Vira, vino menurut saja, tapi dia terlihat sungkan melihat Vira yang berjongkok di ujung kakinya. Vino turun dari kursi dan ikut berjongkok bersama Vira.

"Lu ngapain sih?" Sergah Vira menatap tingkah vino yang janggal. Ngapain dia ikut ikutan jongkok, kan cukup gue aja, batin Vira protes dalam hati.

"Gue ga enak ngebiarin lu jongkok sendiri, gue mm.." Vino sedikit berpikir "ya, ga pantes aja lah!" Elak vino akhirnya.

"Terserah deh!" Ujar Vira akhirnya

"Kulit kaki lu lecet, kayaknya sepatu ini terlalu kecil buat lu. Lu tunggu sini ya, biar gue beli sendal--" Vira segera bangkit tanpa ngulur waktu.

"Eh, Vii--" 

mana sempat keburu telat, baru juga mau di cegah Elfira Uda keburu kabur ke tukang dagang pinggir jalan, dia nyari sendal harga mabelas ribuan. Vino cuma bisa tersenyum kecil melihat tingkah spontan Vira. Tak berapa lama gadis itu kembali dengan sandal karet tali ijo khas penduduk Indonesia pada umumnya.

"Nih, coba pakai deh!" 

Sepatu kulit asli Vino berganti jadi sandal karet longgar dengan ventilasi udara terbuka sempurna. 

"Gimana?" Tanya Vira menunggu pendapat vino. Pria itu tersenyum kecil melihat sendal yang baru pertama kali dia rasakan. 

"Lumayan"

Jawab vino singkat sambil tersenyum.

"Iya kan!" Vira kembali berjongkok dan menarik kaki Vino, membuat pria itu terkejut. Dia menarik lagi kakinya membuat Vira heran.

"Gue beli plaster buat luka lu, sini!" Vira menarik lagi kaki vino. Pria itu jelas canggung 

"Jangan, biar gue aja yang pasang" Vira mengangguk mengerti, dia membuka genggaman tangannya dan memperlihatkan tiga plaster dengan motif binatang warna warni yang lucu. Vino tertawa geli.

"Ko lu ketawa sih?"

"Hahaha.. motifnya lucu, mirip sama lu" Vira mengangkat salah satu plaster, dia memperhatikan motif binatang yang terprint disana. 

"Maksudku, gue mirip jerapah gitu?" Vino terkekeh mendengar ucapan polos Vira. 

"Sebel, bukannya bilang makasih!" Gusar Vira merebahkan pantatnya di kursi sebelah vino. 

Pria itu membuka plaster dan melipat kakinya di atas dengkul, vino mulai memasang plester pada bagian atas tumitnya, dia menutup luka lecet sesuai keinginan Vira. 

Vino menoleh pada gadis di sebelahnya yang cemberut 

"Vir" panggil Vino dengan suara lembut yang tenang. Seperti angin malam ini yang menggerai rambut panjang Vira. Gadis itu menoleh dan mendapati wajah vino yang menatapnya. Vira menggaris senyum getir yang terpaksa.

"Vira, gue ga marah sama lu. Gue cuma mau minta maaf.." ucap vino. 

Oiya, gue kan lagi kesel sama dia! Ko gue malah baik sih! Protes batin Vira seakan baru sadar. Kemana aja lu!

Mulut Vira cuma bisa menganga tanpa kata kata.

"Gue memang ga kenal siapa lu, yang gue tau cuma sedikit cerita dari buku catatan yang nyokap gue tinggalkan. Gue nyesel bilang mau balas dendam sama lu. Virr.."

Entah karena angin malam yang lembut, udara malam yang dingin. Vira seakan juga bisa merasakan suara vino yang tadi terdengar menyebalkan kali ini malah menenangkan, dan raut wajah di sebelahnya ini, sorot mata Vino seperti berkilau. Mungkin efek kena lampu malam kali ya.

Apapun itu, membuat perasaan takut Vira seketika hilang, vino malam ini rasanya sedikit lain.

"Gue juga salah!" Balas Vira mengalihkan tatapan

"Gue main npar dan pergi gitu aja, harusnya gue nanya dulu sama lu, harusnya gue ngasih waktu biar lu jelasin semuanya.." Vira mengaitkan rambut ke telinganya. Membuat wajah polosnya terlihat sempurna. Vino bisa melihat pesona apa adanya Vira, gadis ini begitu cantik dan alami.

"Lagian obrolan lu sama om Eman tuh mana pernah serius sih, gue aja yang terlalu baper!" 

Lanjut Vira bangun dari duduknya. Dia meraih sepatu vino dan mengait dengan jarinya.

"Yaudah yuk! Kita pulang!" Ajak Vira sambil mengulurkan tangan satu lagi. 

Vino melebarkan senyuman, dia begitu menyukai gadis yang berdiri di hadapannya saat ini.

Vino meraih tangan Vira, menggenggam telapaknya. Dia merasa hangat dari telapak tangan Vira sampai ke hatinya.

"Lu bisa jalan ga?" Tanya Vira khawatir, menatap kaki vino.

"Duh, kayaknya ga bisa deh!" Balas vino manja sambil merangkul pundak Vira. Kesempatan dalam kesempitan.

"Ngaco! Memangnya lu abis di tabrak mobil!" Kesal Vira menghentakkan tangan Vino, membuat pria itu tertawa geli. Vira berlari meninggalkan vino.

"Viraa tunggu! Gue udah ga bisa lari lagi!" Teriak vino di belakang punggung Vira. Gadis itu mana peduli. Dia berlari dan merentangkan tangan, seakan menikmati udara malam ini.

"Vira, lu udah ngelakuin yang terbaik! Sadar diri. Kayak gini aja gue harusnya bersyukur. Gue dan Vino selamanya cuma bisa sebatas ini.." gumam Vira pada diri sendiri, dan melebarkan senyuman. Dia mengubur perasaannya dengan kejadian malam ini. 

Lahir di keluarga old money tak membuat Vino merasa bahagia. Dia yang sejak kecil ditinggalkan ibunya. Papa sambung yang menguasai hartanya karena ibu vino seorang WNA.

Vino yang memilih tinggal sendiri dan hidup di sini, meninggalkan tradisi ningrat keluarga ibunya di Eropa sana. Bagi vino, berjuang dan menguak kisah masa lalu dari ibunya adalah impian. Dia ingin memecahkan banyak teka teki disana. 

Tapi Vira, gadis yang dia anggap sebagai tonggak awal teka teki yang akan di pecahkan malah sebaliknya. 

Vino merasa Vira membuat kehidupannya menjadi rumit dan kian rumit. Karena kini bukan hanya masa lalu ibunya. Tapi masa depan dia juga menjadi taruhan.

"Viraaa, tunggu!!" Teriak vino berusaha mengejar langkah Vira sambil mengembangkan senyuman.

Baru kali ini dia bisa tersenyum lebar dan tertawa setelah mendapat tamparan. Berlari dengan kaki terluka. 

Vira, kau gadis yang luar biasa.

Next chapter