5 Bab 5 Operasi Berhasil

"Bagaimana? Apakah Anda sudah mendapatkan donor yang cocok untuk pasien?"

Pertanyaan itu kembali keluar dari bibir dokter Panca begitu bertemu dengan Bu Renata, mama Andra.

Bu Renata menggeleng. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya mendapatkan donor yang sesuai. Sudah berbagai cara ia lakukan. Menghubungi keluarga terdekat, memeriksa kondisinya sendiri dan kondisi suaminya, bahkan membuat pengumuman di kantor untuk mendapatkan donor dengan imbalan yang tidak sedikit. Namun, tak satupun yang berhasil. Tidak ada donor yang cocok, sementara kondisinya dan suami pun tidak baik sehingga tidak bisa menjadi pendonor. Sementara itu harapan mereka satu-satunya yang adalah adik Andra, tidak dapat diandalkan.

Charles, adik Andra menolak sebagai pendonor. Ia bersikeras bahwa operasi itu terlalu beresiko dan mengancam nyawanya. Ia jelas menolak apalagi dia masih muda dan merasa bahwa kehidupannya masih panjang.

"Kami tidak memiliki donor yang cocok," ucapnya dengan sedih. "Adik Andra yang memiliki ginjal yang cocok, enggan untuk melakukan donor. Kami sudah membujuknya tapi ia tetap tidak mau."

Dokter Panca menghela nafas panjang, "Kita harus segera melaksanakan operasi. Pasien tidak dapat bertahan dengan kondisi itu lebih lama."

"Saya tahu. Tapi kami sudah berusaha. Kami sekeluarga sudah melakukan yang terbaik yang bisa kami lakukan," ujar Bu Renata. "Saya ingin Andra selamat. Bagaimanapun caranya."

"Tapi putra Anda tidak bisa bertahan lama tanpa donor ginjal. Saya sudah menjelaskan hal ini sebelumnya dengan Anda dan Anda mengatakan bahwa kemungkinan sanggup untuk mencari donor," kata dokter Panca dengan sabar.

Bu Renata hanya bisa menunduk sedih. Ia tahu resikonya tapi saat ini ia tidak bisa berbuat banyak.

Asha yang kebetulan mendengar pembicaraan yang mereka lakukan di depan ruang ICU pun mengusap dadanya dengan pelan. Seperti sedang menyiapkan diri, Asha pun mengangguk yakin kemudian pergi dari persembunyiannya dan menuju tempat seharusnya ia berada saat itu.

Asha menuju lantai empat tempat dokter Ilyas berada. Dokter Ilyas adalah dokter yang kemarin sudah memeriksa kondisi Asha dan keadaan tubuhnya sebelum melaksanakan prosedur donor.

"Dok, ini Asha," ucap Asha mengetuk pintu ruangan dokter Ilyas.

Dokter Ilyas memberi tanda bahwa Asha bisa masuk. Dan Asha pun bertemu dengan dokter Ilyas kemudian duduk di kursi di depan meja kerja dokter itu.

"Kamu pasti ingin melihat hasil pemeriksaan tubuhmu kemarin, bukan?" tebak dokter Ilyas melihat kedatangan Asha.

"Iya, Dok. Saya ingin mengetahui hasilnya. Pasien sedang dalam kondisi yang tidak stabil yang kemungkinan akan semakin memperburuk keadaannya. Sementara keluarga pasien sampai sekarang belum mendapatkan donor yang sesuai."

Dokter Ilyas tersenyum kecil kemudian mengeluarkan sebuah map dari lacinya. Ia sekali lagi membaca hasil pemeriksaan Asha sebelum memberikannya pada yang bersangkutan.

"Ginjal kamu cocok. Kamu dalam kondisi yang sehat dan baik untuk melakukan donor. Dari segi medis, kamu masih bisa bertahan dengan satu ginjal dalam tubuhmu. Tapi kepala rumah sakit mengatakan bahwa kamu tidak boleh melakukan donor ginjal."

Asha mengerutkan dahinya. Ia bingung kenapa kepala rumah sakit harus melarangnya.

"Kenapa?" tanya Asha. "Kenapa semua orang melarang saya melakukan donor? Saya yakin saya siap dan saya tidak apa. Saya hanya ingin menolong, itu saja."

"Kami tahu. Tapi setelah melakukan donor, keadaan tubuhmu akan berubah. Perlu pembiasaan yang cukup sampai kamu siap untuk bekerja kembali," jelas dokter Ilyas.

"Itu hanya perkara waktu, dok. Saya yakin saya pasti bisa melakukannya," ucap Asha meyakinkan.

Dokter Ilyas sudah tahu bahwa Asha pasti bersikeras. Ia pun hanya mengangguk kecil kemudian mengeluarkan sebuah map lain dari lacinya.

"Kalau kamu masih bersikeras, kamu harus menandatangani surat ini. Ini adalah surat perjanjian bahwa kamu boleh mendonorkan ginjal kamu dengan catatan bahwa jika sewaktu-waktu ada ginjal yang sesuai, kamu akan mau untuk melakukan operasi. Kamu harus tetap memiliki dua ginjal dalam tubuhmu. Mengerti?"

"Maksud dokter, adalah—"

"Iya," tukas dokter Ilyas. "Kita sering menyebutnya alternative lain. Pasien akan mendapatkan donor yang sesuai dalam beberapa bulan ke depan. Tapi ia tidak bisa bertahan lebih lama. Maka dengan terpaksa dia akan mendapatkan donor darimu. Tapi, jika sudah ada yang cocok ginjal yang akan didonorkan oleh orang lain itu akan diberikan padamu sebagai gantinya."

Asha membaca surat perjanjian itu dengan seksama. Sekalipun Asha tidak mendapatkan ganti donor ginjal lain pun sebenarnya tak apa asal Andra dapat selamat. Tapi dokter Ilyas dan kepala rumah sakit sepertinya memiliki pertimbangan sendiri. Mau tak mau Asha pun harus setuju supaya Andra dapat segera mendapatkan penanganan yang sesuai.

"Baik, saya akan mengikuti persyaratan dari rumah sakit," Asha pun menandatangani surat perjanjian itu. Ia menyerahkan surat yang sudah ia tandatangani pada dokter Ilyas lantas dokter Ilyas menyimpan kembali suratnya.

"Kamu ikuti asisten saya. Sore ini juga kamu akan di operasi. Dokter Panca, dokter Kafa, dokter Dani, dan saya sendiri yang akan melaksanakan prosedur operasinya.

Asha mengangguk, "Baik, dok. Saya percaya bahwa semuanya akan berjalan dengan baik seperti yang seharusnya."

***

Operasi berjalan cukup lama. Entah sudah berapa jam berlalu dan baru selesai ketika fajar hampir tiba. Satu per satu dokter yang bertugas keluar dari ruang operasi. Mereka saling tersenyum satu sama lain dan memberi selamat karena usaha yang mereka lakukan sudah berjalan dengan baik.

Dokter Dani dan dokter Ilyas pergi berganti pakaian lebih dulu sebelum meninggalkan lorong tempat ruang operasi berada. Dokter Panca berganti pakaian kemudian menemui keluarga pasien untuk menjelaskan kondisinya. Sementara dokter Kafa selesai berganti pakaian tetap menunggu di depan ruang operasi dan mendampingi Asha hingga ia dipindahkan di ruangan khusus yang ada di lantai lima. Dokter Kafa yang tahu betul kondisi rekannya itu tidak bisa begitu saja meninggalkan perempuan itu. Setidaknya ia harus memastikan bahwa kondisi Asha cukup baik dan normal untuk ia tinggalkan sendiri.

Sementara di ruangan lain tepatnya di depan ruang observasi. Bu Renata tampak menunggu di kursi yang disediakan yang ada di depan ruangan. Ia menanti dengan sabar hingga dokter Panca menemuinya dengan membawa sebuah map berisi catatan hasil pemeriksaan Andra.

"Keluarga Tuan Andra," panggil dokter Panca dengan sopan.

Bu Renata dan suaminya pun berdiri. Ia mendekat ke arah dokter Panca dengan wajah penuh harap.

"Iya, Dok. Kami keluarga Andra. Bagaimana keadaannya?" tanya Bu Renata.

"Operasi berjalan dengan baik dan kondisi pasien berangsur stabil. Kami perlu melakukan pemantauan 1 x 24 jam sebelum memindahkannya ke ruang rawat."

Bu Renata dan suami tampak bernafas lega. Ia tersenyum pada dokter kemudian berterimakasih. "Saya benar-benar beruntung karena dokter menangani putra saya sehingga dia bisa selamat dari kondisi buruk yang ia alami kemarin. Dengan tulus, saya dan suami mengucapkan terima kasih."

"Saya juga berterimakasih karena Anda sekeluarga mempercayakan Tuan Andra untuk kami tangani. Tuan Andra-lah yang sebenarnya beruntung karena seseorang rela mendonorkan ginjalnya saat kita sudah tidak memiliki harapan."

"Benar, Andra sangat beruntung karena seseorang menyelamatkannya. Saya juga ingin berterimakasih dengan pendonornya. Mungkin dokter bisa memberitahu saya dimana pendonor itu supaya saya bisa berterima kasih secara langsung," ujar Bu Renata

"Anda bisa menemuinya nanti setelah kondisi Tuan Andra dan si pendonor stabil. Nanti saya sendiri yang akan mengantar Anda menemuinya."

[]

avataravatar
Next chapter