62 #062: Menjadi Egois

Tiba-tiba Endra sudah berada sangat dekat dengan Sarah, lantas membawa tubuh Sarah ke dalam pelukannya. Sarah benci mengakui ini, tapi dia benar-benar merasa begitu nyaman berada dalam pelukan Endra. Tapi kalau dibiarkan seperti ini, maka Endra akan...

"Udah cukup," kata Endra pelan, saat kepala Sarah akan terangkat dan Endra sudah lebih dulu menyandarkannya lagi ke bahunya. Menahan Sarah meregangkan pelukan mereka.

"Aku udah tahu alasan kamu seperti ini, dan aku nggak mungkin ngijinin kamu pergi. Tapi aku janji, aku nggak akan bersikap seperti itu lagi. Aku akan bicara sama Ibu, sama Ayah, sama Dwi sama Tyas. Pokoknya aku nggak bakal bikin mereka khawatir lagi. Jadi Ibu juga nggak bakal nyalahin kamu."

Sarah tidak bisa berhenti merasa bersyukur saat mendengar Endra tetap berjuang untuk menahannya pergi. Tapi seberapa pun Endra melarangnya, Sarah harus tetap pergi. Tidak ada alasan untuk melibatkan Endra pada permasalahannya. Terlebih lawan yang dihadapi adalah ayah tirinya yang memiliki sejarah kejahatan yang panjang. Sarah tidak bisa bersikap egois dengan tetap bersama Endra. Lantas saat sudah terlambat, ayah tirinya itu justru menyakiti Endra dan orang-orang di sekitarnya.

Sarah tidak akan pernah membiarkan itu terjadi. Toh, hubungan pernikahan mereka juga terjalin karena kesepakatan semata. Sarah yakin, Endra akan bisa menemukan penggantinya yang jauh lebih baik dari dirinya.

Terima kasih Sarah ucapkan pada mertuanya yang sudah menyadarkan tentang keegoisannya selama ini. Entah apa jadinya kalau mertuanya itu tidak menceritakan soal penderitaan yang Endra rasakan akibat sikap egoisnya itu.

Sarah membiarkan dirinya dipeluk lebih lama lagi, memejamkan mata sambil menikmati kedekatan tubuh Endra yang begitu hangat dan menenangkan. Setelah beberapa lama membiarkan pelukan itu terlampiaskan, Sarah menjauhkan tubuhnya dari pelukan Endra. Matanya yang sudah berhenti menangis mulai menatap Endra lurus-lurus. Sebuah senyuman juga Sarah selipkan sebelum mulai berbicara.

"Karena aku sudah diberi kesempatan buat ketemu sama kamu, jadi kali ini pandanganku soal laki-laki nggak selamanya buruk." Sarah kembali menyelipkan senyuman lembutnya. "Karena sekarang aku tahu, di dunia ini bukan cuma ada laki-laki jahat saja, tapi juga ada laki-laki yang baik seperti kamu."

"Apa maksud kamu?" Suara Endra terdengar serak.

"Kamu pasti akan bertemu dengan wanita yang sama baiknya seperti kamu."

Pandangan mata Endra tiba-tiba berubah gelap dan tajam. "Omong kosong apa ini? Aku sudah bertemu dengan wanita yang sangat aku inginkan, dan itu kamu Sarah. Jadi berhentilah mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti itu."

Sarah merasa ciut saat melihat ekspresi wajah tegang Endra yang terlihat tidak suka dengan caranya mengucap salam perpisahan.

"Maafin aku," lirih Sarah mengatakannya. Dia sempat menuduk sebentar, kemudian mulai melihat kakinya sendiri dan memutuskan untuk berbalik dan beranjak dari hadapan Endra.

Dengan terkejut Endra langsung mengikuti Sarah. Meskipun langkah kaki Sarah menuju pintu keluar kamar, tapi Endra berjanji pada dirinya sendiri tidak akan pernah membiarkan Sarah keluar dari kamarnya.

"Apa yang--" Sarah terkaget-kaget saat pintu kamar yang sedang dibukanya langsung ditutupnya lagi oleh Endra, lantas tanpa Sarah duga Endra langsung membalik tubuh Sarah dan mendorongnya ke arah pintu yang sudah tertutup tadi.

Endra mendorongnya pelan dan memeluk Sarah seolah tidak pernah berniat untuk melepaskan pelukan itu. Samar-samar Sarah mulai mendengar suara isakan di telinganya. Dan saat menyadari tubuh Endra mulai bergetar karena isakan itu, akhirnya Sarah menyerah. Hatinya ikut sesak melihat Endra seperti ini.

Kalau saja... Kalau saja Sarah tidak memiliki masa lalu kelam seperti itu, bertemu dengan laki-laki seperti Endra dan menjadi istrinya adalah hal yang paling membahagiakan hidupnya. Dia tidak akan pernah meminta kebahagiaan lain selain kebahagiaan itu. Tapi apa yang terjadi sekarang, sama sekali tidak bisa membuatnya mensyukuri pertemuannya dengan Endra. Karena semakin Sarah merasa nyaman di sisi Endra, semakin Endra akan menderita karena masa lalunya. Dan Sarah tidak ingin membiarkan itu.

Tapi kali ini ... setidaknya untuk kali ini saja, Sarah benar-benar ingin menjadi egois. Dia ingin menikmati perlindungan dan kenyamanan yang diberikan Endra. Bila perlu, Sarah ingin sama bodohnya seperti Endra. Ingin menjadi orang yang tidak pernah sadar dengan kebaikan yang dia lakukan, agar pada akhirnya Sarah bisa merasa percaya diri untuk bersanding bersama Endra.

Tangan Sarah akhirnya terangkat untuk melingkar erat di tubuh Endra. Dia terlanjur merasa nyaman saat bersama Endra. Dan berusaha mencari berbagai alasan untuk bisa tetap bersama Endra. Meskipun itu akan sangat egois, tapi biarkan saja. Toh, ada banyak orang yang malah membanggakan keegoisan yang mereka miliki demi bisa meraih kebahagiaan untuk mereka sendiri. Dan Sarah tidak keberatan bergabung dalam golongan orang-orang egois itu.

***

Endra tetap memeluk Sarah dan menumpahkan kepedihannya selama ini. Dia tak peduli akan semenyedihkan apa Sarah melihatnya. Hanya saja, Endra tidak bisa melepaskan Sarah sekejap pun. Endra akan memeluk Sarah selamanya jika memang perlu. Hanya agar Sarah tidak pernah berani untuk meninggalkannya. Tidak, Endra tidak akan sanggup hidup tanpa ada Sarah di sisinya.

Cukup lama Endra menangis terisak sambil memeluk Sarah. Dan dia akhirnya sadar kalau Sarah rupanya juga balas memeluknya sambil ikut menangis.

"Apa boleh ... aku ngerasa egois, buat ... tetep ada ... di sisi kamu?" meski lirih dan tersengal, Sarah yang masih membenamkan kepalanya ke tubuh Endra rupanya bertanya demikian.

Endra langsung menarik tubuhnya dan menatap Sarah dengan ekspresi tak percaya. Endra lantas menyibak rambut Sarah yang menutupi wajah juga menghapus sisa air mata yang masih terlihat jelas. "Kamu ini bicara apa?" Endra berusaha keras mengulas senyum, meskipun suaranya tadi begitu parau tapi ekspresi wajahnya terlihat bahagia. "Kamu boleh egois sebanyak apapun yang kamu mau. Karena aku juga bakal ngelakuin hal yang sama buat memastikan kamu selalu ada di sisiku selamanya." Endra akhirnya tersenyum.

"Meskipun aku tau kamu akan menderita lagi?" Sarah menatap Endra tanpa daya.

Jemari Endra bergerak untuk membingkai wajah Sarah yang sembab. "Kamu seharusnya tahu kalau itu nggak bener. Dengan keberadaan kamu di sisiku, justru aku nggak akan pernah menderita. Selama ini aku cuma ngerasa nggak sanggup melihat kamu menderita."

Sarah tidak bisa menyembunyikan perasaannya lagi mendengar jawaban Endra. Lantas tanpa pikir panjang, Sarah kembali menubrukkan kepalanya ke dada Endra. Sarah memeluk Endra seerat-eratnya. Karena perkataan mertuanya itu, Sarah akhirnya sadar betapa laki-laki seperti Endra-lah yang selama ini dia harapkan.

Saat Sarah masih tidak mau melepaskan pelukannya, tiba-tiba saja perut Endra berbunyi. Sarah refleks melepaskan pelukannya dan menatap Endra sebelum akhirnya dibuat tertawa. Endra juga tertawa. Keduanya lantas tertawa bersama-sama meski sebelumnya mereka juga baru saja menangis bersama-sama.

"Kamu tadi udah bawa makanannya kan, kalau gitu, ayo kita makan," ajak Sarah kemudian dengan masih diiringi tawa.

Endra langsung mengangguk setuju. Dia lantas berbalik untuk mengambil makanan yang tadi diletakkannya di meja lantas membagikannya pada Sarah.

Karena cerita ini ratingnya belum cukup, yuk buat pembaca sekalian, tolong kasih review agar ratingnya bisa terlihat.

avataravatar
Next chapter