28 #028: Perkataan Asti

Endra sudah mengingat baik-baik jenis phobia yang Sarah miliki. Phobia terhadap sentuhan laki-laki. Ya, setidaknya itulah yang bisa Endra simpulkan sejauh ini.

Setelah kejadian Endra tidak sengaja menyentuh tangan Sarah, dan Asti menceritakan fakta itu, Sarah menjadi lebih galak dibanding hari biasanya, terlebih saat Endra masuk ke dalam ruangan kerjanya.

"Lo bacain aja skedulnya dari situ! Gue nggak mau kalau lo sampe berani deket-deket dari gue lagi. Awas lo ya!" perintah Sarah saat keesokan harinya Endra mulai pada kegiatan rutinnya.

Sarah benar-benar membatasi jarak dengan Endra. Bukan berdiri di depan meja Sarah lagi, tapi Endra diharuskan berdiri dengan jarak empat meter dari tempat Sarah duduk. Tak hanya itu, Sarah juga tidak mau lagi duduk di jok depan, bahkan Endra sudah tidak boleh lagi masuk ke kamar Sarah meski untuk sekadar menaruh makanan, membereskan kamar, atau melakukan pekerjaan lainnya. Sarah hanya menyuruh Endra untuk meletakkan makanan untuknya di meja makan, lantas dia akan mengambilnya sendiri, atau langsung makan di tempat. Sarah tidak pernah sekalipun mengijinkan Endra makan bersamanya. Selalu saja makan di tempat terpisah.

Pembatasan Sarah itu terus dilakukannya selama beberapa hari kemudian. Sampai Endra merasa begitu terasingkan. Dia merasa semakin jauh dengan Sarah. Bahkan saat akhirnya Sarah dijadwalkan akan melakukan perjalanan ke luar negeri.

"Emang lo berharap mau ikut ke luar negeri juga, Ndra?" tanya Asti saat dirinya kembali memberitahu Endra kalau hari ini Sarah akan bertolak ke luar negeri untuk menghadiri fashion show ternama.

"Ya enggak juga sih. Gue juga sadar biaya tiketnya mahal. Cuman kan ... Sarah akhir-akhir ini lagi ngejauhin gue, As." Endra berdiri di samping kubikel Asti. Kedua tangannya bertopang di atas sekat.

"Terus kenapa? Eh, bentar deh, lo kayaknya nggak pernah nyebut Bu Sarah si sadis lagi deh, nggak nyebut estri juga, jangan-jangan lo..." Asti sengaja menggantung kalimatnya dengan tatapan usil.

"Gara-gara lo juga kan? Lo nyuruh gue buat melihat Sarah dari sisi yang lain, akhirnya gue bener-bener terjebak dengan sisi Sarah yang aneh banget ini, dan beginilah hasilnya," suara Endra terdengar murung.

"Soal phobia Bu Sarah itu ya?"

Endra membuang napas pendek. "Soal itu, juga soal yang lainnya. Gue jadi terus kepikiran soal apa yang sebenernya pernah Sarah alami. Kenapa dia jadi kayak punya dua kepribadian gitu. Kalau lagi ngadepin cewek, sama kalo lagi ngadepin cowok."

Asti terdiam. Dia melihat Endra yang memang tampak tidak bersemangat akhir-akhir ini. Padahal sebelumnya, Endra selalu saja menggebu-gebu kalau mulai menceritakan keburukan Sarah. Tapi sekarang ... justru yang Asti lihat, Endra seperti sedang merasa kehilangan.

"Sebenernya ... perasaan lo buat Bu Sarah emang masih ada kan ya?" kata Asti yang diakhirinya dengan senyuman.

"Maksud lo?" Endra menatap Asti tak mengerti.

"Sejak lo jatuh cinta sama Bu Sarah pada pandangan pertama dulu, sampai dengan hari ini, perasaan itu sebenernya tetep lo simpan baik-baik di dalam hati lo kan?"

Endra terdiam. Dia menatap laptop Asti dengan pandangan kosong. Biasanya dia akan langsung membantah ucapan konyol Asti itu, tapi kali ini Endra merasa ragu.

Asti tersenyum karena rupanya Endra tidak menyangkal. "Awalnya gue emang sempet heran saat tau soal cerita lo yang pengen punya istri dari kota, sampe akhirnya tercipta surat perjanjian segala. Gue pikir, lo bakal nolak mentah-mentah perjanjian yang dibuat Bu Sarah itu, dan langsung cabut dari tempat ini buat pulang ke kampung halaman lo."

"Gue milih bertahan kan karena Ibu gue, As," ralat Endra masih dengan nada tak bersemangat.

"Iya gue tau. Tapi coba deh lo pikir, dibanding harus nerima semua perlakuan tidak menyenangkan dari Bu Sarah, lo kan bisa banget buat mutusin pergi. Atau kalau enggak, lo bisa cari cewek kota lain, yang sikapnya ke lo bisa jauh lebih baik. Terus lo bisa kasih tau deh ke nyokap lo itu."

Endra diam saja mendengar itu. Asti masih belum selesai bicara. Endra tahu, masih ada maksud lain yang akan Asti sampaikan.

"Oke, gue akui lo punya wajah yang ganteng. Gue malah denger dari temen-temen yang lain, katanya lo sering dicengin sama pegawai kantor di seberang jalan sana, pas lo masih belum nikah sama Bu Sarah. Pas lo masih ngekos dan berangkat ke sini jalan kaki. Gue denger kalau lo beberapa kali dihadang sama pegawai sana, dengan dalih mau minta katalog terbaru."

Endra masih mendengarkan dalam diam.

"Gue tau kalau sebenernya di kota ini pun lo banyak yang suka. Lepas dari Bu Sarah, lo juga tetep bisa ngedapetin istri kota seperti yang lo mau itu. Gue yakin nyokap lo juga bakalan langsung nerima. Tapi apa yang justru lo lakuin?" Asti menatap Endra yang sedang menatapnya dengan datar.

"Lo lebih milih bertahan dengan segala kesadisan Bu Sarah kan?" Asti mengambil jeda. "Itu karena ... perasaan lo ke Bu Sarah itu masih ada. Walaupun selama ini lo berusaha menutupinya dengan kebencian. Lo nggak mau cewek kota lain yang jadi istri lo, karena yang lo mau itu cuma Bu Sarah. Karena sejak awal ... lo udah jatuh cinta sama Bu Sarah."

Endra mengalihkan tatapannya menatap peralatan kerja Asti yang tampak rapi. Ada secercah keraguan saat mendengar cerita Asti itu, meskipun di sisi lain Endra juga tidak bisa membantahnya.

"Gue malah seneng kok, Ndra." Asti tersenyum lembut.

Endra jadi kembali menatap Asti. "Sebelumnya kan gue juga udah bilang ... kalau itu lo, gue malah bakal setuju banget."

Endra akhirnya ikut tersenyum kecil. "Gitu ya?" Endra bersuara, meskipun suaranya lebih terdengar seperti gumaman. "Gue ... udah jatuh cinta sama Sarah ya?"

"Kenapa? Kok lo malah makin nggak semangat gitu?"

Endra hanya tersenyum tipis. Setelah sempat mengambil beberapa laporan dari Asti, Endra pun kembali menemui Sarah di ruang kerjanya.

"Walaupun gue nggak ada di sini, tapi gue tetep bisa mantau lo," kata Sarah dengan tatapan galak saat dia sudah selesai bersiap-siap. "Jadi ... awas aja kalau gue sampe denger lo males-malesan selama gue pergi. Pokoknya lo kerjain apa yang bisa lo kerjain, jangan malah lo bikin pekerjaan gue tambah kacau sepulangnya gue nanti," tambahnya disertai dengan sedikit ancaman.

Sebenarnya Sarah sudah bersiap saat di rumah, membawa beberapa potong pakaian dan peralatan lain seperlunya. Dan sebelum menuju bandara, Sarah ingin membawa beberapa berkas yang ada di ruang kerjanya. Jadi saat ini, Sarah hanya akan mampir saja sebelum Endra mengantarnya ke bandara.

Namun setelah apa yang terjadi, juga perkataan Asti yang mengatakan kalau dirinya sebenarnya masih cinta dengan Sarah, rasanya ... ada sebagian dari dirinya yang tidak rela membiarkan Sarah pergi. Meskipun itu hanya untuk beberapa hari.

avataravatar
Next chapter