webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · Urban
Not enough ratings
247 Chs

#027: Phobia Sarah

Endra bermaksud memperlihatkan foto-foto yang dikirim ibunya saat acara resepsi di kampung halamannya pada Sarah. Namun, saat dengan entengnya Sarah berkata, "Gue juga dikirimin. Tapi udah langsung gue hapus."

Seketika saja Endra langsung dibuat kaget. "Kenapa dihapus?"

"Gue mau muntah pas lihat fotonya," jawab Sarah dengan nada dingin.

"Padahal di situ Bu Sarah cantik banget loh," puji Endra jujur.

Sarah tiba-tiba mendaratkan tatapan tajamnya pada Endra. "Hari ini lo salah minum obat apa gimana? Tingkah lo sekarang rasa-rasanya bikin gue jadi pengen muntah!" cibir Sarah ketus.

Tidak seperti biasanya, Endra malah tertawa kecil. Dia kembali mengarahkan tatapannya ke layar hape. Begitu melihat ada foto yang menarik perhatiannya, Endra langsung mengetap-nya.

"Kita pernah sedeket ini loh, Bu," kata Endra sembari memperlihatkan layar ponselnya ke arah Sarah. Keberadaan Endra sekarang berdiri tepat di samping kursi yang diduduki Sarah.

Mata Sarah langsung membulat sempurna. Dia bangun dari duduknya dan langsung merebut ponsel Endra. Tanpa pikir panjang, dihapusnya semua foto yang memperlihatkan tentang dirinya dan Endra saat acara resepsi di kampungnya Endra beberapa hari yang lalu.

Endra tentu saja dibuat terkejut. Dia bahkan belum melihat keseluruhan fotonya. Jadi dengan cepat Endra berusaha merebut kembali hapenya dari tangan Sarah, yang secara refleks membuat tangan Endra jadi bersentuhan dengan Sarah.

Tanpa Endra duga, Sarah justru langsung menjatuhkan hape Endra akibat sentuhan tangan Endra yang tiba-tiba. Raut kemarahan langsung tercetak jelas di wajah Sarah.

"Sejak kapan gue ngijinin lo nyentuh-nyentuh tangan gue, hah!" teriak Sarah dengan raut emosi. "Apa perlu gue bacain surat perjanjian itu lagi, hah?" Nada suara Sarah terdengar meledak-ledak. Pun tatapan matanya yang melotot tajam.

Endra terdiam. Dia tadinya tidak sengaja dalam menyentuh tangan Sarah. Tapi saat melihat reaksi Sarah yang bahkan langsung menjatuhkan hapenya, dan langsung menjaga jarak aman dari Endra dengan raut wajah yang begitu emosi, Endra jadi paham, betapa Sarah memang se-anti itu dengan laki-laki. Tapi ... bukankah saat resepsi dirinya dan Sarah sempat berpegangan tangan? Juga berdiri beriringan? Bahkan sampai ada cium pipi segala?

"Lo buruan pergi dari ruangan gue sekarang juga! Cepetan pergi!" perintah Sarah kemudian.

Endra masih diam di tempat.

"Gue bilang cepetan pergiiii!" teriak Sarah lantang. Endra akhirnya tersadar. Dia mengambil hapenya yang tadi jatuh, lantas melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan Sarah.

Begitu keluar dari ruangan Sarah, Endra jadi berpikir keras. Kenapa sikap Sarah sebegitu terkejutnya saat tangannya tidak sengaja bersentuhan dengan Endra? Apakah selama ini memang dirinya tidak pernah ada sentuhan fisik sedikitpun dengan Sarah?

Ah, Endra jadi ingat. Saat resepsi di kampungnya itu, meski tangan Sarah berpegangan dengannya, tapi saat itu tangan Sarah terus saja berkeringat dingin. Sampai Sarah harus meminta saputangan untuk mengelap keringat di tangannya.

Apa jangan-jangan, saat itu Sarah berusaha keras menahan perasaannya karena berada di tengah-tengah resepsi. Apa memang ucapan Asti sebegitu nyatanya? Tentang Sarah yang sangat anti dengan laki-laki, sementara dirinya juga adalah seorang laki-laki?

***

Pukul 09.30, Sarah keluar dari ruang kantornya dan langsung menuju mobil yang sudah Endra siapkan. Tidak seperti biasanya, Sarah justru memilih duduk di bangku belakang. Tidak duduk di samping Endra lagi. Lantas langsung sibuk memainkan mencoret-coret sesuatu di layar ipadnya.

Endra tidak berani bertanya. Karena raut wajah Sarah masih terlihat emosi.

Akhirnya sepanjang perjalanan, Endra hanya dibuat melirik-lirik kecil lewat kaca spion depan tanpa berani mengucapkan sepatah kata pun. Ingin sekali Endra bertanya pada Sarah tentang apa yang menyebabkan perempuan itu begitu anti dengan laki-laki. Tapi tentu saja Endra tidak akan menemukan jawaban dari perempuan itu. Ada kemungkinan malah Sarah jadi makin waspada padanya, dan yang paling fatal adalah seperti ucapan Asti, Sarah benar-benar membatasi diri bahkan pada Endra sekalipun.

Kalau sampai itu terjadi, langkah Endra untuk memasuki kehidupan Sarah akan gagal total. Dan Sarah akan membenci laki-laki selamanya. Endra tentu tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

***

"Astiiiiiiiiiiiiiii!" teriak Endra heboh seperti anak kecil yang sedang memanggil ibunya.

Jam 15.35, Endra sudah kembali ke kantor bersama Sarah. Skedul Sarah hari ini sudah dilaluinya dengan baik. Tapi tidak dengan raut wajah Endra yang justru tampak begitu kusut.

"Ya elah, lo ngagetin gue aja sih!" semprot Asti yang memang cukup terkejut saat Endra membuka pintu area lantai dua dan langsung memanggil Asti seperti anak kecil.

Area kerja Asti memang yang paling dekat dengan pintu masuk ruangan. Meskipun para pegawai yang lain tetap bisa mendengar suara Endra tadi, karena teriakannya benar-benar nyaring. Namun mereka akan langsung paham kalau Endra akan curhat tentang Sarah pada Asti. Jadi mereka akan langsung mengabaikannya.

Endra bergegas duduk di salah satu kursi di dekat Asti dan bersiap untuk bercerita.

"Hari ini gue udah bikin kesalahan besar, As," ratap Endra dengan wajah gelisah.

Asti yang pekerjaannya sudah mulai longgar, langsung antusias mendengar ucapan Endra. "Ada apa emang?" tanyanya sembari menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

Endra lantas menceritakan kejadian lengkapnya pada Asti. Bahkan saat akhirnya Sarah terus saja mendiamkannya selama perjalanan ke ujung kota maupun saat menemui Bu Rianty.

"Emangnya gue belum pernah bilang ya?" tanya Asti saat Endra sudah selesai bercerita.

"Bilang apaan?"

Asti membuang napas panjang. "Bu Sarah itu punya phobia yang aneh kalau sampai bersentuhan sama laki-laki."

"Ha?" Endra dibuat melongo.

"Iya, jadi tangan Bu Sarah akan langsung berkeringat banyak banget, terus dia juga bakal kelihatan kayak nggak tenang gitu. Dan yang lebih parah dari itu ... Bu Sarah bisa langsung jatuh pingsan," jelas Asti yang membuat Endra terperangah tidak percaya.

"Emang pernah kejadian, As?" tanya Endra masih dengan ekspresi tidak percayanya.

Asti mengangguk. "Udah lama banget sih kejadiannya." Asti menerawang ke langit-langit ruangan. "Waktu itu gue masih kuliah. Ceritanya gue udah kerja sambilan di kantor ini. Yah, walaupun tugasnya masih belum sebanyak sekarang."

Endra menegakkan badannya, bahkan menggeser posisi kursinya untuk lebih dekat dengan Asti.

"Nggak usah deket-deket kali. Lo juga masih bisa denger walaupun cuma dari situ," protes Asti yang keberatan dengan tindakan Endra yang kelewat berlebihan.

Endra pun mengembalikan posisi kursinya ke tempat semula. Namun raut wajahnya menunjukkan ketidaksabaran untuk segera mengetahui kelanjutan ceritanya.

Asti membuang napas sebentar sebelum memutuskan kembali bercerita. "Pas jam makan siang, Bu Sarah ngajak keluar karena mau beliin makanan buat para pegawai yang lain. Nah, pas itu Bu Sarah habis bayar makanannya di kasir, terus pas balik badan dia nubruk bapak-bapak gitu. Bapak-bapak itu langsung minta maaf sambil berusaha megang tangan Bu Sarah. Di situ Bu Sarah langsung syok, dan tau-tau aja pingsan."

Endra dibuat melongo. Dirinya sungguh tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya ini. Phobia Sarah, separah itukah?

Menyukai cerita ini? Silakan tambahkan ke daftar perpustakaan kalian.

- AdDina Khalim

AdDinaKhalimcreators' thoughts