2 2. Pikiran-

"dia sungguh menggemaskan" gumam Glen sebari menggelengkan kepala

Risa memukul pelan kepalanya. Dia tak bisa menahan hawa panas menerpa wajahnya. Dia sungguh malu tadi. Risa pikir bos Glen sedang pee atau poop lalu memintanya mengambil tisu. Ternyata dia hanya mau melap kotoran. Pikiran Risa terlalu jauh.

***

"Bos Glen, kau mau makan siang bersama?" wajah Risa menyembul dari balik pintu kaca membuat Glen sedikit terkejut. Gadis itu membawa box berisi menu makan siang

"Mungkin tak sesuai seleramu. Apa bos Glen ingin makan sesuatu?" tanya Risa sembari membuka box makan siang mereka. Nasi putih dengan potongan daging sapi yang dibumbu barbeque. Ada potongan salad buah warna warni berikut susu sebagai pelengkap. Bos Glen mengangguk melihat isi box bekal yang terlihat menggugah selera.

"Saya makan itu saja" tunjuknya sambil tersenyum kecil. Mata Risa membesar. Gadis itu takjub menyadari kliennya tak banyak menuntut.

"Baiklah. Bos akan makan disini atau di kantin bersama dengan.. ku" Risa merasa ragu saat menunjuk dirinya sendiri. Mereka belum terlalu dekat untuk makan siang bersama. Mau bagaimana lagi dia sudah mengucapkannya kan. Risa memasang senyuman lebar menutupi kikuknya.

"Kamu akan makan dimana?" Bos Glen balik bertanya

"Aku?" Tanya Risa sembari menaikkan alis. Kenapa pria ini malah bertanya sudah jelas aku akan makan siang dengan teman temanku. Bahkan mereka sudah menunggu di depan pintu ruangan kerjaku. Risa melirik keluar. Beberapa rekan kerja gadisnya sedang memasang senyum sumringah penuh arti. Apalagi. Wajah tampan bos Glen jelas membuat mereka ingin ikut menyapa dan masuk keruangan seperti yang dilakukan Risa.

"Kamu makan siang dengan saya ya" Pinta Glen membuat Risa terperanjat. Aku tak salah dengar. Padahal Risa ingin sekali bergosip di jam makan siang seperti ini. Gosip menambah nikmat menu santapan. Wajah Risa terlihat memelas. Dia tak bisa ikut nimbrung bersama rekan cerewetnya siang ini.

"Baik bos. Tapi.. saya harus bilang dengan yang lain dulu. Mereka sedang menunggu saya.. " Pinta Risa. Glen menoleh dan mendapati beberapa gadis memasang wajah aneh menatap ke arahnya. Mereka semua segera berpura pura cuek saat Glen mendapati tatapan ngiler mereka. Tapi itu terlambat. Glen sudah lebih dulu melihatnya.

"Baiklah"

Risa segera keluar ruangan bos Glen. Dia menghampiri rekannya yang langsung menyambut berisik.

"gila, ganteng banget"

"kemaren gue dapet klien orang Korea tapi ga kayak gitu. malah kaya komedian ish.."

"gue juga klien India boro mirip kritik yang ada kaya kang bombay tekstil di pasar minggu!"

Risa cekikikan mendengar protes teman-temannya. Risa melirik bos Glen sebentar. Ah benar seperti pendapat teman-temannya. Bos Glen sungguh tampan dan mempesona. Gayanya yang casual, badannya yang tinggi dan proporsional. Ah, Risa jadi salah tingkah sendiri.

"gue ga bisa maksi bareng. Bos Glen minta ditemenin" kalimat Risa disahut sorakan dari rekannya

"WOOOO!!!"

"gila, maksi bareng coy!" yang lain ikut tertawa

"rezeki orang cantik guys, mohon jangan iri!" seru yang lainnya yang disambut wajah merah Risa.

"Hei! kalian mau makan apa gosip!" suara tegas dari balik punggung keempat gadis yang memenuhi depan pintu kantor jelas mengejutkan. Siapa lagi kalau bukan suara Reza. Dia salah satu merchandiser laki-laki tak tulen disini.

"Lu pada ngomongin siapa sih?" tanya Reza kepo dengan mimik menggemaskannya. Semua kompak menoleh ke ruangan kaca bos Glen. Mata Reza seketika melotot

"oh em ji" serunya dengan suara pelan. Dia tak percaya melihat sosok tampan di luar sana.

"gila gans bingit. Gue sih ga butuh makan siang lagi. Cukup liat muka dia doang dah cukup" kalimat Reza membuat kumpulan gadis bubar. Mereka segera meninggalkan lokasi menuju kantin kantor. Risa kembali ke ruangan bos Glen dengan kotak makan siangnya.

"Woi tungguin eike dong.."

***

Risa mengambil dua botol air mineral dan membuka tutupnya. Dia sedikit kesulitan dengan segel tutup botol. Glen memperhatikan Risa. Telapak tangannya mengibas meminta Risa menyerahkan botol itu padanya. Dengan cepat Glen membuka tutup botol keduanya. Dia meletakkan kedua buah botol itu ke meja. disamping box makan siang mereka.

"Bos Glen prepare sendok atau sumpit?" Risa mengangkat pilihannya di kedua tangan. Glen memilih sumpit. Risa menggunakan sendok

"Ah sebentar" Risa meletakkan lagi sendoknya. Gadis itu beranjak menuju jendela besar di samping. Gadis itu membuka lebar jendela kaca. Dari atas sini terlihat jelas pemandangan taman pabrik dan di depan sana gedung produksi. Risa menekan remote AC. Dia mematikan pendingin ruangan.

"Saya takut ruangan bos Glen jadi bau" Kalimat Risa mendapat anggukan kepala Glen. Mereka memulai makan siang pertama bersama.

Bos Glen mencoba suapan pertamanya. Risa menanti reaksi kliennya itu. Mata bos Glen membesar. Melihat ekspresinya sepertinya pria itu menyukai menu makan siangnya.

"Yummy" Risa tertawa mendengar pendapat Glen. Pria itu melahap makanannya. Risa ikut senang. Mereka menyantap makan siang dengan lahap.

"Ini apa?" ujung sumpit Glen mencapit buah salak.

"Itu buah Salak" jelas Risa

"Salak?" Risa mengangguk cepat. Melihat wajah bingung Glen, Risa segera mengambil buah salak di kotak makannya. Gadis itu memperlihatkan cara membuka kulitnya dan mengambil satu bagian. Tangannya menunjukan potongan sedang salak di tangannya ke arah Glen.

"Isinya seperti ini. Di dalamnya ada biji. Rasanya.."

"Hap!"

Risa cuma bisa bengong melihat potongan salak di tangannya dikunyah oleh bos Glen. Gadis itu menelan ludah tak bisa melanjutkan lagi kalimatnya.

Deg.. deg.. deeg..

"Enak!" ujar Glen sambil menatap datar wajah Risa. Glen sedikit bingung melihat wajah tercengang Risa. Gadis itu segera menyadari tatapan Glen pada wajah terpaku nya. Dengan cepat Risa menarik tangannya yang sedikit lembab karena menyentuh bibir dalam bos Glen.

Bos Glen mencoba membuka salak nya sendiri. Risa mengambil satu bagian lagi dari sisa salak bagiannya. Baru saja dia hendak memakannya. Risa menatap wajah fokus bos Glen. Risa kembali menatap jarinya. Pria itu tadi makan dari jarinya. Risa ragu untuk menyuap salaknya dari jari bekas bibir Glen. Entahlah. Ada perasaan lain yang tiba-tiba datang. Risa merasa dadanya bergetar.

"Kamu sudah selesai?" tanya bos Glen. Risa mengangguk sambil merapikan box makanan mereka. Tangan bos Glen menyentuh punggung tangan Risa. Membuat dada Risa kian bergetar hebat

"sebentar" ujar Glen sambil meraih tisu. Glen menghapus sisa susu di sudut bibir Risa. Pria itu dengan lembut dan perlahan menghapus sisa susu. Risa hanya bisa mematung. Sentuhan gentle dari jari bos Glen yang beralas tisu. Wangi parfum yang menyeruak dari tubuh bos Glen. Wajah tampan pria itu yang kian mendekat. Risa menahan nafasnya. Pria ini membuat Risa tak berkutik.

Bos Glen memasang senyum lebar sambil menatap wajah Risa.

"sudah" ucapnya kemudian.

Risa segera merapikan meja dengan cepat. Entah karena Ac yang mati atau suasana hatinya seketika membuat wajahnya panas. Risa tak kuat jika harus lama lama disini berdua dengan bos Glen. Padahal ini bukan kali pertama Risa mengurus klien laki-laki. Bukan, bukan karena itu. Tapi lihatlah wajah tampan dan perlakuan pria ini. Gadis mana yang akan tahan.

***

Risa sedang merapikan tempat tidur. Gadis itu memasang seprai baru dan mengganti bunga di sudut ruangan. Semua sudah dirasa rapi. Risa mengelap keringatnya dengan punggung tangan. Kedua tangannya bertolak pinggang menahan nyeri punggung.

"Fiuuh.. bahkan sekarang aku juga mengurusi tempat tinggalnya" keluh Risa tak percaya. Mata gadis itu mengawasi ruangan. Sudah hampir dua jam dia berjibaku merapikan rumah kosong ini. Sebuah bangunan yang dipersiapkan untuk tamu perusahaan. Selama ini jarang sekali yang mau tinggal di rumah ini. Tamu lainnya lebih memilih hotel atau apartemen. Tapi bos Glen malah memilih rumah ini untuk tempat tinggalnya. Membuat pekerjaan Risa semakin bertambah berat. Risa menarik nafas berat.

Padahal ini hari sabtu. Harusnya Risa bisa rebahan di kasur sepanjang hari seperti akhir minggu biasanya. Berhubung hanya Risa yang tinggal di mess akhir minggu maka diminta lah dia untuk membantu bos Glen hari ini. Risa harus merapikan rumah tamu perusahaannya. Risa harus mempersiapkan semuanya karena tak sempat lagi jika harus mencari pelayan. Sementara bibi yang biasanya membersihkan mess dan rumah tinggal tamu sedang sakit.

Risa sungguh merasa letih. Ruangan ini lumayan luas. Ada dua kamar dengan fasilitas lengkap. Dapur juga lengkap sekali berikut kulkas dengan semua kebutuhan. Ruang makan dengan meja kaca. Ruang tamu dengan sofa kulit sintetis. Risa merebahkan badan ke atas sofa. Gadis itu menghela nafas panjang. Dia sudah disini sejak pukul tujuh pagi tadi. Dia bahkan belum sempat sarapan.

Tak beberapa lama kemudian. Risa sudah terlelap dengan berbantal pergelangan tangannya. Kepala menyender pada sisi ujung sofa.

Bos Glen mengeluarkan koper dari bagasi mobilnya. Matanya cukup puas melihat bangunan bergaya Indonesia kuno. Khas bangunan rumah di era jaman Belanda. Glen menyukai nya. Dia segera memutar handle pintu dan menarik kopernya perlahan. Matanya menyapu isi ruangan. Udara yang dihirupnya beraroma bunga segar. Dia merasa musim semi datang di saat musim panas. Cuaca hangat Indonesia, wangi bunga yang semerbak. Bibir Glen tersenyum. Dia menyukai semuanya.

Pria itu heran mendapati seorang gadis tertidur pulas dengan wajahnya yang tenang. Glen segera bertumpu pada salah satu lututnya. Pria itu seperti sedang berlutut pada pacarnya yang hendak dilamar. Tapi bukan. Glen tertawa kecil dan berusaha menahan suara tawa gelinya. Dia mendapati gadis ini di akhir minggu.

"Kamu sedang apa?" bisik Glen. Dia bertanya tentang keberadaan Risa tapi dia tak mau suaranya membangunkan tidur gadis ini. Glen menatap Risa lama. Matanya terus menatap dalam. Wajah Risa yang tenang dan lelap. Gadis itu cukup kelelahan. Glen menatap terus wajah cantik di hadapannya. Pria itu tak berusaha memalingkan pandangan. Dia enggan berkedip walau hanya sedetik.

"yepoo" gumamnya pelan. Dia berbicara bahasanya. Dia kagum akan gadis di hadapannya kini. Di dalam mata Glen, meski baru sehari dia merasa Risa gadis yang hangat dan menyenangkan. Glen menggigit ujung kuku jempolnya. Sesuatu mengganggu perasaannya.

avataravatar
Next chapter