6 Uang Atau Pergi

"Cukup!" teriak Brian dengan nada tinggi, dia lalu menatap tajam ke arah Sandra yang masih menangis tersedu. "Kau mau uang atau pergi!" ancam Brian lalu menarik dagu Sandra kuat-kuat.

"Aku butuh uang!" teriak Sandra dengan tegas sambil menahan air matanya yang hampir jatuh membasahi pipinya yang memerah karena marah.

"Bagus, kalau begitu kembali ke dapur dan jangan ribut!"

Sandra menunduk kesal, dia tak menyangka jika Brianlah tersangka pembunuh ayahnya kini dan dengan semua bukti yang terdapat di tubuh pria tinggi besar ini, tak bisa lagi dia memungkiri tuduhan dari gadis malang ini.

"Brian!" bisik Sandra lalu menghapus air matanya yang tak tertahan lagi.

"Apa!"

"Apa benar kau yang menabrak seorang pria di dekat rumah sakit malam itu?" tanya Sandra lirih.

"Aku tak ingat, waktu itu aku mabuk! PUAS!"

Sandra mengangguk yakin. "Baiklah, aku boleh melakukan apapun padaku, terserah kau. Lakukan ini sebagai pembayaran atas apa yang kau lakukan pada ayahku!"

"Perduli apa aku pada pria yang sudah mati itu!" ketus Brian lalu berlalu dari hadapan Sandra.

"Kau harus membayarnya Brian, semakin kau mengelaknya itu berarti hutangmu akan berbunga dan terus berbunga!" ujar Sandra dalam hati lalu kembali ke kamarnya.

***

Kamar Sandra.

Sandra masih menangis malam itu, dia sebenarnya tak sanggup lagi tinggal di tempat ini tapi dia sangat membutuhkan uang dari Brian. Dia semakin yakini jika pria ini adalah pembunuh ayahnya.

Matanya yang terus menangis hingga membuat lingkar matanya menjadi sembab dan gelap.

Lelah menangis di kamarnya, Sandra bangkit dan berjalan keluar untuk sekedar mencari makanan yang sekiranya bisa mengganjal perutnya.

Baru saja langkahnya mengayun, Bani, pelayan senior di rumah ini segera menghampirinya. "Hey!"

"Ba-Bani! Kau mengagetkanku!" Sandra menoleh ke arah Bani dengan mata terbelalak.

"Oh, maaf kalau aku mengegetkanmu," Bani menangkat dagu Sandra lalu melihat dengan jelas lingkaran di mata Sandra yang tak biasa. "Kau kenapa?"

"Tidak!" Sandra menarik dagunya cepat lalu menunduk agar raut wajahnya tak nampak oleh Bani.

"Sayang, katakan padaku apa yang terjadi. Aku jadi merasa berdosa jika sampai kau mengalami hal buruk di rumah ini!"

Sandra kembali menangis membayangkan semua perkataan Brian beberapa waktu lalu, dia tak bisa lagi menahan air matanya dan Bani yang tau luka hati di tubuh Sandra mengaga begitu besar segara memeluknya sekedar menanangkannya.

"Ayahku meninggal beberapa minggu yang lalu, kini adikku terbaring sakit di ruang ICU. Aku merasa tak berdaya, Bani!" papar Sandra sambil menangis sejadinya.

"Iya, aku tau itu pasti berat. Tapi aku rasa kau harus tetap bertahan di sini, Sandra!"

"Harus?" Sandra mengangkat dagunya tinggi lalu mendekatkan wajanya ke arah pelayan senior itu. "Kenapa kau bilang aku harus bertahan di sini? Apa alasannya?"

"Sayang, aku tau jika Bria sebenarnya masih....," Bani menghentikan anak katanya lalu melirik kesekeliling ruangan.

"Masih apa?" tanya Sandra semakin penasaran.

"Sebenarnya Brain masih sangat mencintaimu!"

Deg!

Sandra membolakan matanya yang coklat lalu menggeleng berkali-kali. "Apa maksudmu? Aku tak mengerti! Jelas-jelas dia memiliki Widuri dalam hidupnya!"

"Dengar dulu!" potong Bani lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Sandra. "Mereka tak benar-benar saling mencintai. Mereka dekat hanya untuk kebutuhan perusahaan kedua orang tua. Dan cinta Brian hanya untukmu, Sayang!"

Sandra memundurkan wajahnya lalu menatap wajah Bani lekat-lekat. "Apa kau yakin?"

Bani mengangguk yakin. "Dia sering melamun dan berkata jika dulu dia memiliki seorang kekasih yang sangat baik dan tak seperti tunangannya yang ketus itu. Tapi dia tak mau meminta maaf kepadamu meski dia tau kau di mana!"

"Pengecut!" ketus Sandra lalu berdiri dari tempat duduknya.

"Sandra, jangan begitu!"

"Aku tak mau tau! Dia harusnya sudah meminta maaf bahkan sebelum kami berseteru!" teriak Sandra sambil mengenang semua kata-kata buruk Brian sejak jaman dahulu hingga kini.

"Dia itu pria yang lembut...," bisik Bani mencoba membela Brian.

"Hah! Lembut! Kau tau dia bahkan...," ketus Sandra dengan nada soprannya.

"Hey, kenapa kalian berteriak-teriak!" Widuri mengahampiri Bani dan Sandra lalu menarik tangan Sandra dengan kuat. "Kau ini, pelayan baru bisanya bikin masalah saja!"

"Maaf, Nona. Kami sedang..,"

"Jangan membelanya!" potong Widuri dengan ketus. "Apa sih hebatnya dia sampai kalian memilih pelayan sekasar ini bekerja di rumah Keluarga Diono!"

Bani memutar otak untuk membuat alasan yang paling tepat untuk bertahannya Sandra di rumah ini.

"Dia telah merusak barangku!" teriak Brian yang berdiri di belakang pintu lalu mendekat ke arah Sandra. "Dia belum boleh pergi sebelum semua barang yang dia rusak lunas dia ganti!"

"Iya, itu!" tegas Bani sambil mengangguk yakin.

"Dia sudah merusak barang? Barang apa?" Widuripun memutar badannya ke arah Brian dengan cepat.

"Ayo aku tunjukkan!" Brian mengulurkan tangannya agar Widuri meninggalkan Sandra yang wajahnya masih sembab karena menangis dan Bani yang belum selesai menceritakan kisah hidup Brian selama ini.

Setelah kedua majikannya pergi menjauh, Bani kemudian kembali meminta Sandra duduk di kursi makan untuk berbincang serius dengannya.

"Mari kita lanjutkan!"

"Tidak, sudah cukup. Aku terlalu muak mendengar kisah Brian Diono yang kaya tapi kasar itu."

"Sayang, aku juga punya satu rahasia lagi kenapa kau harus tetap bertahan di rumah ini!"

Sandra menatap tajam ke arah Bani yang sepertinya kali ini bersungguh-sungguh dengan ucapannya. "Apa!"

"Sebenarnya sebelum ayahmu adalah salah seorang penanam modal di perusahaan mebel milik ini!"

"Apa?! Bagaimana mungkin dia memiliki uang sebanyak itu?"

"Iya, keluarga ini dengan culas mencoba mengambilnya dari keluargamu. Malam itu, harusnya ayahmu pulang dengan membawa uang tapi keluarga ini mengatakan jika baiknya uang itu di transfer saja."

"Tunggu! Dari mana uang itu? Tak mungkin jika ayahku tiba-tiba punya uang dalam jumlah yang banyak!"

"Kabarnya dia menang judi dalam jumlah yang besar. Agar uang itu tak habis sia-sia dia menanamkan modal di perusahaan Diono secara bertahap!"

"Ya ampun. Ayah!"

"Dia ingin uangnya di transfer untuk membayar hutang-hutangnya. Namun malang sebelum uang itu dia terima, Brian menabraknya dan...,"

"Jadi benar Brian yang menabraknya!"

"Saat itu dia mabuk, jadi dia tak kontrol kendaraannya."

"Tuhan, apa ini!" Sandra kembali menangis tersedu. "Aku harus bagaimana sekarang!"

"Ambil uang ayahmu di keluarga ini, aku tak bisa diam saja!"

"Tapi kenapa kau baru mengatakannya sekarang?" tanya Sandra sambil terus menangis.

"Karena aku tak mau kau selalu jadi bulan-bulanan pria itu. Dia itu jahat!" geram Bani lalu memeluk Sandra yang masih juga belum bisa menenangkan dirinya.

"Tapi tentu itu tak akan mudah!"

"Kau harus kuat, aku akan membantumu mencari semua bukti tentang apa yang aku katakan tapi kau harus bertahan. Kau dengar?"

avataravatar
Next chapter