webnovel

BRING ME HOME

"Bawa aku pulang." Yonaa seorang gadis cantik tak menyangka hidupnya akan berakhir tepat saat ia pertama kali mendapatkan tanggung jawab sebagai seorang CEO di sebuah perusahaan besar Jakarta. Ia meregang nyawa sebelum menyelesaikan tugasnya. Saat ia berpikir bahwa ia terbangun di alam akhirat, saat itulah ia sadar bahwa dirinya terjebak di antara dua alam. Arwahnya tak bisa langsung menuju alam keabadian tapi ia juga tak bisa kembali pada tubuh aslinya. Bagaimanakah Yonaa mencari jalan keluar dari situasinya jika tak ada satu manusiapun yang bisa menolongnya? Bagaimanakah Yonaa mencari tau pembunuh dirinya? "Bawa aku pulang ... " Ikuti kisahnya ya ... happy reading ...

Ro_Miyoung · Fantasy
Not enough ratings
12 Chs

Aku bisa gila

Yonaa mengendap-endap ke kamar bawah --kamar yang biasa ia pakai jika harus tidur bersama ibunya.

Yonaa menarik tuas pintu lalu mendorongnya perlahan. Saat pintu terbuka, nampak seorang wanita paruh baya berparas cantik tengah terbaring pulas di atas ranjang berukuran besar. Siapa lagi kalau bukan nyonya Carissa.

Yonaa dengan sangat hati-hati memasuki kamar tersebut. Ia tak ingin membangunkan ibunya.

Perlahan namun pasti, Yonaa mendekati ranjang dan bersiap untuk menjemput mimpi bersama ibunya.

Saat dirinya sudah sampai di tepi ranjang dan hendak menyusul merebahkan diri di samping nyonya Carissa. Tiba-tiba saja nyonya Carissa terbangun dari tidurnya.

"Yona!" serunya.

Yonaa tersentak kaget. Mamanya terbangun sambil menyerukan namanya.

"Astaga, Yonaa ... !" panggilnya sambil kemudian memeluk Yonaa dengan erat.

"Mama kenapa? Mama mimpi buruk?" tanya Yonaa.

Ia mengusap lembut punggung ibunya.

Perlahan pelukan mulai mengendur. Nyonya Carissa menatap netra Yonaa lekat. Satu bulir air mata jatuh dari pelupuk mata indahnya.

"Yonaa ... mama takut sekali ... mama mimpi buruk tentang kamu, Yonaa ... " lirihnya.

Yonaa mengusap lembut pipi nyonya Carissa yang basah oleh air mata.

"Mama takut kenapa? Mama tidak usah takut. Yonaa ada di sini," ujarnya berusaha menenangkan ibunda tercinta.

Nyonya Carissa terisak, tangisnya semakin deras.

"Ssshh ... mama jangan menangis. Itu hanya mimpi buruk. Semua baik-baik saja."

'Setelah kak Zico, kini mama juga mimpi buruk tentang aku. Mimpi apa sebenarnya!' batin Yonaa.

"Kita kembali tidur saja. Mama tidak usah memikirkan tentang mimpi buruk. Itu hanya bunga tidur. Tak usah dipikirkan lagi, ya?" ujar Yonaa.

Ia membantu merebahkan nyonya Carissa di sebelahnya. Bagitupun dirinya. Ia merebahkan diri di sebelah mamanya. Tak ada jeda bantal di antara mereka. Nyonya Carissa seolah sangat takut Yonaa pergi dari sisinya.

***

Cahaya matahari mengusik kelopak matanya yang masih terpejam. Tak hanya itu, cicit suara burung dari luar kamar terdengar riuh, membuat sang gadis terpaksa menyela mimpi indahnya.

Yonaa mengerjap-ngerjapkan mata. Netranya berusaha menangkap satu titik pusat pandangan setelah kelopaknya terbuka.

"Hmm ... sudah pagi," desis Yonaa sambil meregangkan otot tangannya ke udara.

Ia menoleh ke sisinya. Kosong. Mamanya pasti sudah bangun lebih awal.

"Jam berapa ini?" ujarnya sambil meraih ponsel milik nyonya Carissa yang ia pinjam semalam.

"Astaga! Sudah jam sembilan lebih! Aku terlambat!" pekiknya.

Dengan gerakan kilat, Yonaa bergegas turun dari ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi.

Tak sampai satu jam, Yonaa keluar dari kamar mandi dan dengan yang sama ia menyambar baju dari dalam lemari lalu berhias diri seadanya.

"Sudah selesai," ujarnya mematut diri di depan cermin.

Ia menatap pantulan bayangannya di dalam cermin. Tampilan gadis cantik nan anggun terpancar dari balik setelan jas dan rok selutut. Tampilan khas seorang CEO muda.

Yonaa berjalan menuju pintu kamar.

"Astaga!" pekiknya kaget.

Bagaimana tidak! Wajahnya hampir menabtak tubuh tegap Gibran saat pintu sudah ia buka.

"Maaf, nona. Saya pikir, nona belum bangun. Jadi, saya hendak membangunkan nona. Saya ke sini atas perintah nyonya Carissa. Maaf jika saya mengagetkan anda," ujar Gibran sopan seraya menundukkan kepala.

"Haish mama ... ya sudah aku keluar sekarang," sahut Yonaa.

Di ruang makan, tuan Tora dan nyonya Carisaa sudah duduk dengan nyamannya menyantap hidangan sarapan pagi khas keluarga Jatmiko. Roti tumpuk dengan di dalamnya lembaran daging kualitas nomer satu yang dibakar.

"Selamat pagi sayang ... " sapa nyonya Carissa sambil menyambut uluran pipi Yonaa lalu mengecupnya.

Yonaa lalu duduk di sebelahnya.

"Yonaa ... meskipun kau sebagai CEO di perusahna pusat, seharusnya kau tidak terlambat. Beruntung, Gibran bisa mengurus para klienmu yang menunggumu. Kau harus berterima kasih padanya," ujar tuan Tora sambil menandaskan irisan roti terakhirnya.

"Iya, ayah ... maafkan Yonaa. Kemarin malam, Yonaa tidur terlalu larut malam karena menerima telepon dari kak Zico," sahut Yonaa merasa bersalah.

"Lain kali, kau tak boleh tidur terlalu larut."

"Baik, ayah."

***

Gibran sekali lagi melirik ke arah pintu ruangan milik bosnya itu. Sudah lebih dari tiga puluh menit sejak mere atiba di kantor, bos cantiknya itu tak keluar juga. Padahal, waktu untuk pertemuan dengan para investor akan berlangsung lima belas menit lagi.

Gibran mendesah. Ia akhirnya mmebulatkan keberaniannya untuk mengetuk pintu ruangan Yonaa.

Tok ... tok ... tok ...

"Nona Yonaa ... " ujarnya pelan.

Tak ada respon. Akhirnya GIbran memberanikan menarik tuas pintu dan membukanya.

Mata Gibran dibuat membulat utuh ketika melihat pemandangan di hadapannya.

Yonaa tertidur di atas meja kerjanya. Ia melipat kedua tangannya sebagai bantalan kepalanya.

"Haish ... kupikir kau sedang membaca berkas yang akan ditampilkan saat pertemuan dengan klien. Kau malah tertidur pulas di sini, hmm ... "

Gibran menghembuskan nafas pelan. Ia mendekat pada Yonaa dengan tujuan untuk membangunkannya. Lamat-lamat ia menatap wajah cantik milik gadis di hadapannya itu.

Bulu mata yang lentik asli tanpa operasi ataupun hasil sulaman, hidung yang mancung, kulit putih mulus tanpa ada jerawat sedikitpun, hingga bibir mungil nan ranum dengan polesan pelembab bibir. Dioleskan tipis-tipis oleh si pemilik bibir.

"Mmm ... "

Jantung Gibran hampir copot ketika Yonaa menggeliat kecil dalam tidurnya.

"Nona ... bangun. Kita harus meeting hari ini," ujar Gibran sambil mengguncang kecil bahu Yonaa.

"Sebentar lagi kakak, Yonaa tidak mau sekolah hari ini," gumam Yonaa.

Yonaa menepis tangan Gibran.

"Haish ... nona, bangun. Aku bukan tuan Zico. Ayo bangun. Kita harus menghadiri rapat."

Sekali lagi Gibran mengguncang pundak Yonaa. Ia heran. Baru kali ini ia melihat Yonaa tertidur sangat lelap. Bahkan tadi pagi pun ia harus menyusul ke kamar untuk membangunkan Yonaa.

'Tak biasanya kau seperti ini, nona. Ada apa?' batin Gibran.

Gibran berniat hendak mengambil berkas yang ditindih oleh kepala Yonaa untuk dicek ulang sebelum rapat. Ia terpaksa memutuskan untuk menunda rapat jika Yonaa tak kunjung bangun.

Saat tangannya meraih perlahan berkas, tiba-tiba saja Yonaa menggeliat dan mengerjap kecil.

Posisi Gibran sangatlah dekat. Wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Yonaa. Mendengar suara geliat Yonaa, Gibran menoleh, seketika itu matanya langsung bersirobok dengan kelopak mata Yonaa yang lentik itu. Ternyata Yonaa kembali terpejam.

"Hisshh ... jantungku hampir!" rutuk Gibran.

Gibran kembali mencoba mengambil berkas itu. Tanpa diduga Yonaa merengkuh tangna Gibran yang tengah trejulur. Di dalam alam bawah sadar Yonaa, tangan Gibran adalah bantal guling miliknya.

Sontak bola mata Gibran membulat.

"Astaga, nona ... jangan seperti ini," desis Gibran. Sayangnya suara Gibran tak samapi memecah mimpi Yonaa.

Jarak sedekat itu membuat degupan jantung Gibran berpacu. Lamat-lamat ia memerhatikan wajah Yonaa.

"Kamu imut saat tidur, Yonaa ... " desis Gibran.

Entah mimpi apa semalam, imna Gibran sedang diuji. Jaraknya terlalu dekat, ia bahkan dapat mengendus aroma yang menguar dari rambut Yonaa.

"Astaga ... aku bisa gila seperti ini terus."