1 Kematian serta Kebangkitan Bos Mafia

Su Jin bernapas dengan berat, langkahnya terhuyung ke belakang dan jatuh menghempaskan diri di kursi kesayangannya. Matanya tidak sedikitpun beralih dari orang yang baru saja menusuknya. 'Ah, ini sangat dalam... banyak sekali darah yang keluar. tidak disangka kebenciannya sangat besar.'

"Kau bajingan tidak tahu diri! Kau pantas mati."

"Seperti yang kau inginkan," ucap Su Jin dengan senyumnya yang elegan seolah dia tidak keberatan apa yang baru dilakukan Luxiu.

Di dunia ini memangnya apa yang belum dia dapatkan lagipula, baginya tidak ada penyesalan mati sekarang. Hidupnya sejak lahir terlalu gemilang. terlahir dari keluarga kaya dan memanjakannya layaknya seperti pangeran. Apapun, yang dia inginkan akan dipenuhi begitu saja oleh orangtuanya juga orang-orang di sekitarnya ditambah dengan kemampuanya semua orang jadi mencintainya. Dengan IQ tinggi serta pesona diri, tidak ada yang tidak memujanya.

Di usia tujuh belas tahun adalah masa keemasan pertamanya banyak wanita menggandrunginya setelah, dirinya melangkah ke dunia model dan akan jadi artis papan atas termuda sesuatu terjadi pada kedua orangtuanya yang dibunuh. Inilah awalnya dia menjadi mafia untuk balas dendam tetapi, setelah membalaskannya dia menikmati hidupnya dalam kegelapan sampai akhirnya bosan dan menerima saja terbunuh ditangan sahabatnya, padahal, hal itu tidak mungkin terjadi jika dia tidak menginginkannya. Gemerlap kehidupan sudah dicicipinya, apalagi yang dia tidak punya adalah ketiadaan.

"Apa kau tidak takut mati?" Luxiu bertanya dengan mata merah dan tangan gemetar di mana pisau itu berada.

"Apa, aku pernah terlihat takut sesuatu?" Su Jin membalik pertanyaan itu.

"K-kau ..." Luxiu sepertinya tidak bisa berkata-kata. "Di mana kau sembunyikan Fea?"

Su Jin hanya memberikan senyumannya, yang semakin pucat. darah terus merembes keluar dari perutnya yang terluka. "Luxiu yang bodoh, kamu akan menemukannya jika aku ... uhuk! mati." mulutnya terbatuk mengeluarkan darah. 'Sepertinya aku akan mati kali ini, meninggalkan kehidupanku yang membosankan padahal, baru kemarin terpikir untuk mati tapi, Tuhan segera mengabulkannya.' Apa Tuhan terlalu mencintainya? Siapa tahu itu mungkin.

Luxiu tampak cemas, kini bukan hanya tangannya seluruh tubuhnya bergetar. Dia baru saja dengan mudahnya menusuk penjahat besar Kota Y yang dikenal kejam seantero negeri, penjahat itu jelas membiarkannya dengan mudah, pasti ada jebakan untuknya. "K-kau bangun? Kau akan menjebakku, kan?"

Hanya tawa kecil yang diberikan Su Jin.

"Bajingan, bangun! Bunuh saja aku tapi, katakan di mana kau sembunyikan Fea, kekasihku."

"Lu- sepertinya aku akan mati. Kau juga meracuniku, hm?" Su Jin melihat darahnya yang menghitam dan merasa kesadarannya semakin hilang kesadarannya

Mendengar apa yang dikatakan Su Jin, Lu xiu berubah semakin cemas. Yha, dia sudah melumuri pisaunya dengan racun karena dia tahu tidak mungkin dirinya semudah itu membunuh Su Jin, Bos Mafia dengan kemampuan bela diri tinggi tetapi setidaknya dia ingin bisa melukainnya tetapi, sekarang bajingan gila itu. Sudah seperti ayam mati, yang mudah sekali disembelih. Meskipun, begitu Lu xiu tidak menghilangkan kewaspadaanya. Dirinya berjalan perlahan dan melihat luka yang dibuatnya tubuh Su Jin, hatinya bergetar meskipun, tidak ada persahabatan dalam kejahatan setidaknya mereka pernah menjadi rekan atau dia hanya bawahannya yang bodoh. "Kau tidak bisa mati sebelum mengembalikan Fea. Katakan di mana dia sekarang?"

Uhuk! Su Jin terbatuk mengeluarkan darah dari mulutnya lagi, melihat sosok Luxiu dengan senyum menyeringai. "Apa hanya wanita itu yang penting bagimu? Apa kau tidak ingin duduk di tempatku?"

"Su Jin!"

"T-tidak usah berteriak. Wanita itu tidak berguna tapi, kau berbeda..."

"Aku tidak butuh kata-katamu. cepat katakan di mana kekasihku? Aku tidak akan memaafkanmu jika, kau membunuhnya."

"Dia Polisi, kau tahu?" Su Jin masih berbicara dengan terbata tetapi, dnegan kelopak mata yang mulai bergetar dan kehilangan pandnagannya. "K-kau diam seperti kamu tahu, itu. Luxiu terserah padamu kini. Uhuk! Terimakasih, sudah melakukan ini padaku. Kau bisa memiliki semuanya atau menghancurkannya jika, kau mau. Aku sudah merasa bosan berada di sini!"

"Kau bajingan! Apa yang kau katakan, hah?" Lu xiu merasa lebih marah, cengkeramannya semakin kuat. "Hanya katakan di mana Fea."

"Wanita tidak berguna itu."

"Sialan! Kau memang ingin mati." Luxiu kali ini menancapkan pisau berlumur racun itu tepat di dada Su Jin, yang seketika menghentikan jalan pernapasannya dan sebelum dia merasa lega pintu kantor itu terbuka dengan posisi membunuh. Wanita yang dicarinya berada di antara mereka yang datang berteriak memakinya dan bertanya kenapa dia membunuh Su Jin.

"Su Jin, bangun!" teriakan itu datang bersamaan dengan suara tamparan.

Kelopak mata Su jin kembali terbuka dengan napasnya sedikit berat, bukankah dia baru saja mati. Luxiu, rekannya itu baru saja membunuhnya hanya gara-gara seorang wanita, mata-mata itu huh?! ... atau bukan hanya karena itu? Luxiu pasti sudah membencinya lebih dari lama, mengumpulkan dendamnya dan memupuk keberaniannya untuk membunuhnya. Mengingat kematiannya sendiri Su Jin malah tersenyum, seolah kehilangan nyawa itu bukanlah masalah.

"Sepertinya dia sudah benar-benar gila. Ayah, Ibu lihat saja dia malah tersenyum."

"Dasar tidak berguna!" cemoohan itu keluar dari sang Kepala keluarga, dia duduk di kursi utama menatap anak sulung bodohnya dengan emosi memuncak.

Tidak tahan sang Ibu yang duduk berhadapan dengannya melemparkannya dengan sejumlah air. "Sadarlah, anak bodoh! Bagaimana kau malah tersenyum bahagia setelah melihat nilaimu yang jelek."

Su Jin mengusap wajahnya, baru saja dia membiarkan rekannya membunuhnya dan sekarang ada orang lain di depannya dan melemparkan air ke wajahnya. "Apa maksudnya ini?"

"Kamu masih bertanya maksudnya?" Suara tamparan di meja membuat suasana menjadi hening, itu jelas kemarahan besar. "Han Su Jin, apa kamu anak yang mati huh? Bagaimana ada anak bodoh terlahir di keluarga ini?"

Su Jin benar-benar tidak mengerti, baru saja dia membuka matanya dan kenapa ada orang-orang ini yang mencercanya. "Siapa kalian ini?"

Semua orang tertegun. Berhenti berkata-kata lalu, selanjutnya adalah tatapan kemarahan yang datang bersamaan dengan sebuah tamparan keras. seorang pria tua berdiri di depannya tidak cukup di sana pria itu juga masih melakukannya beberapa kali. Itu bukan apa-apa baginya meski, sakit Su Jin masih bisa menahannya hanya saja dia tidak mengerti apa yang dia lakukan diantara mereka ini. Sepertinya pria tua itu selesai dengan kegiatannya. 'Apa sekarang gilirannya?'

Su Jin berdiri sama tinggi atau mungkin lebih tinggi beberapa senti. "Apa giliranku menamparmu?" tanyanya dengan wajah datar. Sebagai seorang penjahat apa dia pernah berbelas kasih pada orang tua, tentu tidak. Semua orang selalu berada di bawah kakinya bahkan, saat Luxiu membunuhnya pun dialah yang mengizinkan pria itu menikamnya. "Tapi, aku harusnya sudah mati? Kenapa aku berada di sini?" tiba-tiba kata-kata yang berada dalam pikirannya terlontar membuat mereka yang takut meremangkan bulu kuduknya.

"Dia benar-benar gila."

"Kapan dia mati? Apa baru saja?"

"Lalu, siapa yang berdiri di sana itu?"

Han Su Fei, bergetar tangannya mendengar Han Su Jin, putra sulungnya melontarkan kata-kata itu. "Kapan kamu sudah mati, hah? Yang ada itu otakmu yang mati bagaimana nilaimu seburuk ini!" Akhirnya semua kembali ke nilai sekolahnya yang mendapat nilai tidak sempurna, dengan kekuatan yang besar Su Fei melemparkan lembaran kertas nilai itu ke wajah Su Jin dan berlalu pergi satu per satu meninggalkannya di ruangan yang seperti kantor tersebut.

Su Jin melihat kertas-kertas yang tertangkap tangan olehnya. "Bukannya aku ini orang mati? Harusnya aku betul-betul mati tapi kenapa aku berada di sini? Apa yang terjadi?" Su Jin memikirkanya sambil memerhatikan lembaran kertas yang berisi nilai merah.

"Nilai yang jelek dan apa-apaan orang tua tadi itu tapi, sepertinya aku menjadi makin sabar, aku tidak mengelak saat ditikam Luxiu dan baru saja aku diam saja saat disiram dan ditampar orang asing. Aku luar biasa sekarang," ucapnya dengan sedikit kebanggaan seolah apa yang baru saja dia lakukan adalah kebaikan yang berharga. "Tapi, di mana aku ini !?"

avataravatar
Next chapter