webnovel

Bosan? Isekai Aja!

Lazu adalah orang kaya muda yang dilanda kebosanan ekstrem sepeninggal Ayah dan Ibunya. Karena tak sanggup menahan beban tersebut, ia pun akhirnya memutuskan bunuh diri dan kembali dihidupkan sebagai petualang gembel yang sebatang kara.

Andrean_Lazuardi · Fantasy
Not enough ratings
15 Chs

#8 Lari!

"Lari! Lari! Lari!" Carlos tancap gas mendahuluiku dan Sena.

"Mereka semakin banyak!" kataku panik.

"Serahkan padaku." Sena berbalik ke belakang untuk menghadang pasukan jerangkong hitam itu. "Geronimo!" Kedua tangannya menyemburkan api.

Seisi ruang bawah tanah seketika membara. Aku harus menutupi mataku karena sinar yang menyilaukan. Sena benar-benar kuat. Kurasa ini akan berakhir mudah.

"Ayo, Lazu. Kita pergi dari sini," ajak gadis itu.

Aku masih sempat menengok ke belakang untuk memeriksa keadaan. Ternyata semburan api Sena belum mampu membasmi semua jerangkong. Lebih tepatnya, para jerangkong yang keluar dari peti harta karun palsu masih sangat banyak.

Kami terus berlari sekuat tenaga. Langit-langit ruang bawah tanah mulau berguguran saking banyaknya jerangkong hitam yang muncul. Mereka berdesak-desakan hingga menyerupai gelombang raksasa. Aku tak menyangka akan jadi semengerikan ini.

Sesaat keluar dari ruang bawah tanah, kami segera melintasi gerbang yang sudah tak dijaga. Beberapa detik setelahnya, para jerangkong hitam langsung merangsek pintu dan mengejar kami.

"Huffh! Huffh!" Aku mulai kelelahan membopong peti harta ini. Kakiku gemetaran.

"Geronimo!" Sekali lagi, Sena melempar bola api untuk mengulur waktu. "Kita harus pergi sejauh mungkin."

"Lazu, Amigos! Kau harus bawa kami menuju duniamu. Kita takkan bisa bertahan lama di sini," ujar Carlos.

Itu benar! Aku harus menemukan Veo. Batu besar tempat kami bersembunyi sebelumnya terletak tidak jauh dari sini. Kuharap marmut merah jambu itu tidak kabur duluan.

"Veo! Veo! Kau mendengarku?!" Aku berteriak sekiat tenaga.

"Lazu!" Veo ternyata masih ada di sana. "What the f—! Apa yang kau bawa ke sini, Bro?!" katanya kaget setengah mati melihat ribuan jerangkong hitam yang mengejar kami.

"Cepat hubungi Petit. Kita pulang!"

Tanah berdebam nyaring. Abu vulkanik beterbangan di udara. Derap kaki pasukan jerangkong telah menebar teror sebesar-besarnya. Mereka berteriak sambil mengangkat pedang-pedang mengilap, seolah hendak mencincang tubuh kami sekecil mungkin. Atau justru memang itu tujuan mereka?

Kami bersembunyi di balik batu besar untuk sementara. Sena menyemburkan apinya untuk membuat blokade di sekitar kami. Aku tidak tahu apakah itu membantu, tetapi setidaknya hanya ini yang bisa kami lakukan sekarang.

"Petit! Bro! Petit! Hey! Astaga! Bro, alat ini rusak! Manusia jerami itu tak mau menjawabku," gerutu Veo.

"Tidak mungkin! Hanya itu satu-satunya jalan kita kembali," timpalku cemas.

"Sepertinya dia memang berniat membuang kita di sini. Dasar manusia jerami gada akhlak!"

"Amigos! Kita harus cepat," tegur Carlos. "Mereka semakin dekat."

"Jerangkong itu teman barumu, Bro?"

"Kemarikan!" Aku merebut alat komunikasi dari tangan Veo. "Petit! Wina! Kalian di sana? Kami sudah selesaikan quest-nya. Bawa kami pulang sekarang! Kumohon! Jawablah!"

"KAU BERHASIL!?" Akhirnya Petit menjawab panggilanku.

"I-iya! Cepat buka portalnya!"

"KAU SERIUS? KAU BENAR-BENAR MENCURI HARTA KARUN RAJA JERANGKONG?"

"Iya! Sekarang kami dikejar oleh pasukan jerangkong. Ayolah, kumohon!"

"ASTAGA! PADAHAL AKU SUDAH BERTARUH KALIAN AKAN MATI. SIAL! AKU KALAH TARUHAN DENGAN DIRIKU SENDIRI."

"Lazu! Kenapa lama sekali?" tanya Sena yang sibuk membakar para jerangkong.

Tak seberapa lama, portal cahaya akhirnya terbuka di dekat kami. Para jerangkong hitam yang tak kuat melihat sinar seterang itu mulai terkikis menjadi debu. Kami selamat di saat-saat terakhir.

Veo dan Carlos bergegas masuk ke dalam portal tersebut, sementara aku masih menunggu Sena yang masih ngos-ngosan. Dia bertarung dengan sangat berani. Seandainya tak ada Sena, mungkin aku sudah menjadi bulan-bulanan Raja jerangkong.

"Ayo, Sena," panggilku.

"Baik." Ia berlari mendekati portal.

"SENA!" Seruan seram tiba-tiba menggelegar nyaring.

Dari barisan jerangkong yang masih tersisa, keluarlah sesosok jerangkong besar dengan zirah hitam dan tanduk spiral di jidat. Meski hanya tulang-belulang, tetapi ia kelihatannya sangat kuat. Bahkan, dari auranya saja sanggup membuat jantungku berdebar kencang.

"Ramses!" Sena mendesis.

"Apa yang dilakukan calon istriku di tempat ini? BERSAMA PRIA LAIN?!"

"Aku bukan calon istrimu dan aku nggak mau dijodohkan denganmu!"

"Kejam sekali." Jerangkong bernama Ramses itu meringis. "Apa kau lebih memilih bersama pencuri itu dibandingkan Panglima perang sepertiku?"

"Iya! Aku ingin bebas. Aku nggak mau hidup bersama orang yang kaku sepertimu." Sena meluapkan kekesalannya. "Ayo, Lazu. Kita pergi dari tempat jelek ini!"

Putri Raja jerangkong itu menarik tanganku hingga masuk ke dalam portal. Untungnya Ramses tidak mengejar kami. Ia cuma berdiri dengan tatapan sendu. Cahaya portal mulai lesap sedikit demi sedikit. Sesaat kami hendak menghilang total, Ramses sempat mendeklarasikan tekadnya.

"Aku pasti akan mencarimu, Pujaan hatiku! Ke mana pun kau pergi, aku pasti akan datang ke sana. Aku berjanji!"

ZHRINGG!

"KE MANA MEREKA? PORTALKU TIDAK BISA DIBUKA LAMA-LAMA!"

"Sabar, Petit. Mungkin mereka masih dalam perjalanan."

"LALU SIAPA JERANGKONG INI?! SIAPA YANG MEMBAWANYA KE SINI?!"

"Bro, chill. Kita tunggu Lazu dul—lihat! Mereka datang. Hey, Lazu! Kenapa kau lama sekali, Bro?"

"Masih ada beberapa hal yang perlu kuurus tadi," jawabku berkelit.

"NANI??!! ASTAGA! OH MY! WADIDAW! K-K-K-KENAPA KAU MEMBAWA PUTRI RAJA JERANGKONG KE SINI??!!!!!"

"Siapa? D-dia? Putri Raja jerangkong?! Oy, Bro! Kenapa kau membawanya?!" Veo ikut-ikutan protes.

"Tenang saja. Dia orang ba—"

"Aku memang Putri Raja jerangkong. Kalian ada masalah? Apa tempat ini terlalu elit untuk menampung orang terpenting nomor dua di dunia bawah?" Sena memotong omonganku.

"T-T-T-TIDAK." Petit langsung lemas saat gadis berkulit kelabu itu mencengkram kerah bajunya. "K-K-K-KAU BISA TINGGAL DI SINI."

"Bagus. Itu jawaban yang ingin kudengar." Sena tersenyum puas. "Dan kamu, Hamster gendut! Apa kamu juga keberatan denganku?!"

"T-tidak, Bro—ah, maaf! M-maksudku Sis." Veo langsung menggeleng-geleng ketakutan.

"Lihat! Aku sudah mendapatkan peti hartanya. Kalian pasti penasaran dengan isinya, 'kan?" Aku mencoba mencairkan suasana.

"Ya, Lazu. Aku juga penasaran," sahut Sena. "Aku ingin tahu apa yang disembunyikan ayahku di ruang bawah tanahnya."

"Baiklah." Aku menaruh peti tersebut ke lantai. "Mari kita buka. 1 ... 2 ... 3! Yuhu!" Aku pun membuka penutupnya yang memang tak dikunci.

"Wow!"

"SUGOIII!!!"

"Wah!"

"Hasta la vista!"

"Speechless, Bro!"

(Bersambung)