4 Bloody Valentine 4

Sean tercengang dengan pesan di layar laptopnya. Sejak kapan tulisan itu tiba-tiba muncul?

Siapa yang meminta tolong padanya? Apakah itu Claire?

Tanpa sadar, Sean menjambak rambutnya. Kebiasaannya apabila merasa gusar. Dirinya mulai merasa gila. 

Tulisan itu, apakah nyata? Atau hanya khayalannya semata? Kurang tidur, lelah, dan banyak pikiran yang mengganggunya, bisa membuatnya berhalusinasi.

Apakah jiwanya mulai terguncang, oleh kematian Claire? Apa perlu Sean ke psikiater?

Sean tiba-tiba tertawa terbahak. Menertawai dirinya. 

"Oh Claire, sungguh kau telah mempermainkan jiwaku. Kenapa kau tega meninggalkanku? Kenapa kau tidak mengatakan apapun soal kehamilanmu, Claire?" tutur Sean. Bicara sendiri.

MAAF

Tiba-tiba kata itu muncul di layar laptopnya. Membuat Sean segera menutup laptopnya. Dirinya mulai gila!

ooo

Dua hari kemudian, Sean kembali mengajar. Tampak lingkar hitam di bawah matanya. Selama dua malam kemarin, mimpi itu datang lagi. Selalu berulang dan berakhir pada hal yang sama. Namun, terkadang urutannya terbalik.

Sean mengajar agak kurang fokus hari ini, berulang kali mengucapkan kata atau kalimat yang sama, tidak pada tempatnya.

Merasa tidak berguna meneruskan pelajaran, Sean menghentikan kuliahnya, dan membebaskan para mahasiswanya keluar dari kelasnya.

Sean keluar kelas dan langsung menuju kantin. Kafein, ya, dia butuh itu. Segelas kopi pahit, mungkin bisa membuatnya terjaga di siang hari. 

ooo

"Mister ... mister Sean," terdengar suara wanita di dekatnya. Tubuhnya terasa berguncang. 

Setengah sadar, Sean melihat dua mahasiswanya berdiri di dekatnya.

"Apa mister baik-baik saja?" tanya salah satu mahasiswanya, yang kalau Sean tidak salah ingat bernama Dewi.

"Ya, aku hanya lelah dan kurang tidur," jawab Sean. Matanya masih terasa berat. 

"Ada apa, mister? Kalau kami boleh tau?" tanya mahasiswanya yang lain, Sean tidak ingat siapa namanya. Namun wanita ini selalu bersama-sama dengan Dewi. 

"Tidak ada. Apakah kalian tidak ada kelas?" jawab Sean mengalihkan pembicaraan.

"Satu jam lagi mister. Kan kelas mister tadi dibubarkan lebih awal," jawab Dewi. Sean mengangguk mendengar jawaban Dewi. Ia kemudian pamit kepada para mahasiswanya. Sebaiknya ia pulang sekarang, sebelum dirinya benar-benar tertidur lagi, seperti tadi.

Sean tiba di apartemennya tiga puluh menit kemudian, menggunakan sarana transportasi umum. Dalam kondisi psikisnya yang seperti ini, lelah, kurang tidur, bukan hal yang bijak jika memaksakan diri mengendarai kendaraan sendiri. Meski bisa memangkas waktu perjalanan.

Melihat sofa di depannya, membuat Sean segera mendaratkan tubuhnya di sana. Biarlah mimpi itu datang lagi, dirinya sudah tidak sanggup menahan kantuk.

ooo

"I love you, Claire, apakah kau mau menjadi kekasihku?" tanya Sean, di kencan mereka yang kesekian. Hari itu tepat ulang tahun Claire yang ke delapan belas.

Sean dan Claire sedang menghabiskan malam   di akhir pekannya di sebuah pasar malam. Sean mengajaknya menaiki bianglala.

Saat bianglala berada di puncaknya, dan pemandangan kota Jakarta terlihat begitu megah dan mengagumkan, dengan tugu monasnya yabg tegak berdiri, dengan lampu-lampu warna-warninya, yang menghiasi malam yang cerah.

Claire menatap lekat wajah Sean, melontarkan senyumnya. Membuat Sean gemas.

"Apa jawabanmu, hem?" tanya Sean menuntut. Disambut gerai tawa Claire yang renyah dan senyumnya yang menawan. Membuatnya tak bisa menahan diri untuk membungkam senyum gadis pujaannya.

Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara petasan kembang api. Langit malam yang cerah, semakin meriah.

Sean menjauhi wajahnya dari Claire, memberinya kesempatan untuk menikmati malam yang indah itu, bertabur bintang dan semburat cahaya dari pancaran kembang api. Ia akan menunggu jawaban Claire, kapanpun ia siap.

Claire pulang ke apartemennya dengan diantar Sean, menawarkannya untuk masuk. Tawaran yang menggoda. Namun, Sean menahan diri. Dia akan menunggu jawaban Claire terlebih dahulu. Sean pun pamit untuk pulang.

Dua hari setelah pernyataan cinta Sean kepada Claire, tiba-tiba di malam valentine Claire datang ke apartemennya. Mengetuk pintu apartemennya. Memberinya kejutan, dengan membawa sekantong plastik berisi bahan makanan dan minuman ringan.

"Aku akan memasak untukmu, bolehkah aku masuk?" tanya Claire sambil mengumbar senyum menawannya. Sean tak mungkin menolaknya, ia memberi jalan untuk Claire, agar bisa masuk ke dalam apartemennya.

Sean langsung membawa Claire ke dapurnya. Membantunya mengeluarkan semua isi belanjaannya. Menata minuman ringan ke dalam lemari pendingin, agar setelah makanan siap, minuman itu pun bisa mereka nikmati dalam keadaan dingin dan menyegarkan.

Claire mulai memilah, memotong, kemudian mencuci semua bahan makanan. Meracik bumbu, dan memanaskan wajan. Sean memperhatikannya, lebih tepatnya memandangnya. Terpesona. Tak disangkanya wanita muda ini ternyata bisa memasak. 

Usia Sean dan Claire memang terpaut delapan tahun, tapi itu tidak bisa mencegahnya untuk tidak jatuh cinta kepada Claire. Sikapnya yang ramah dan perhatian, membuat Sean nyaman bersamanya. Dan ingin memilikinya.

Di usianya sekarang, seharusnya Claire masih bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, tidak adanya biaya untuk itu, Claire memutuskan untuk bekerja penuh waktu di kedai kopi untuk membiayai hidupnya sehari-hari.

Tanpa terasa, masakan telah siap di hadapan Sean, Claire menyajikan cap cay dengan sapo tahu, serta omlet udang. Sean membantu, mengeluarkan minuman dari lemari pendingin, kemudian meletakkan minuman yang telah dingin di meja makannya.

Mereka menyantap hidangan sederhana itu dengan khusyuk. Sesekali terdengar gumaman dari mulut Sean, memuji masakan Claire yang lezat. Claire tersenyum menanggapi.

Selesai makan, Sean membantu Claire membereskan bekas makan mereka, mencucinya, dan menaruhnya kembali di tempatnya.

Claire mengajaknya untuk duduk di sofa. Ada sesuatu yang ingin Claire bicarakan pada Sean.

"Aku terima," ucap Claire, membuat Sean mengerutkan dahi.

"Jawaban atas pernyataanmu tempo hari," lanjut Claire, membuat Sean tersenyum bahagia.

"Sungguh?" Sean memastikan, Claire mengangguk memberikan jawaban. Senyumnya yang menawan kembali terukir di wajah Claire, menambah kecantikan parasnya. Dan membuat Sean makin mabuk kepayang dibuatnya.

Sean memeluknya, dan menyatukan bibir mereka.

Hari itu tepat tanggal empat belas Februari, di hari valentine, Sean dan Claire resmi menjadi sepasang kekasih.

Mereka menghabiskan malam dengan bercengkrama. Mengamati langit cerah yang bertabur bintang, dari atas balkon di apartemen Sean. Tidak ada yang berbicara, namun kehangatan yang terpancar dari keduanya, menunjuk, bahwa mereka saling mencintai.

Satu saat, Sean akan melamar Claire, saat dirinya dan Claire siap untuk melangkah lebih jauh. Sean akan menunggu, setidaknya hingga Claire berusia dua puluh tahun.

Hari-hari berikutnya mereka lalui dengan perasaan cinta. Claire mengundang Sean ke apartemennya, menghabiskan malam di sana. Kemudian Claire memberikan password apartemennya, untuk menunjukkan bahwa dirinya percaya pada Sean, begitu pula sebaliknya, bahwa Claire, tidak akan berselingkuh di belakangnya.

Setiap pulang mengajar, Sean tak pernah membuang-buang waktunya untuk bersegera menghampiri Claire, di kedai kopi Janji Daku. Melepas rindunya pada kekasihnya itu.

avataravatar
Next chapter