webnovel

Black Rose

Berawal dari surat ancaman tanpa pengirim, Soojung terpaksa harus menjalin hubungan pura-pura dengan Jimin yang ternyata adalah seorang vampir. Namun, apa yang ada di balik surat tersebut perlahan mulai menghancurkan keyakinannya. Ia tidak tahu, siapa kawan yang harus diwaspadai, atau lawan yang harus dipercaya. Semua seolah sama saja. Bahkan dia juga tidak tahu, kepada siapa kesetiaannya harus diberikan. Kaum kekasihnya, ataukah organisasi sahabatnya?

Astralian · Fantasy
Not enough ratings
31 Chs

I don't Know Him

"Siapa Park Jimin ini, Inbi?" tanya Soojung, menuntut jawaban.

Inbi sungguh ingin menjitak dahi sahabatnya agar dia berhenti bercanda. Namun melihat ketidaktahuan dan rasa penasaran yang terpancar dari wajah Soojung, membuatnya berpikir bahwa dia pastilah tidak sedang mengerjainya. Jika memang Soojung sama sekali tidak mengenal Park Jimin, lantas kenapa ada seseorang yang mengiriminya surat ancaman semacam itu?

Si gadis berambut ikal mendengus. Mengira bahwa temannya sedang latihan akting untuk syuting iklan atau apa. "Jangan berpura-pura bodoh, Soojung! Ini sangat tidak lucu!"

Dikatai seperti itu, ternyata sanggup membuat Baek muda ini naik pitam. "Aku tidak sedang melucu!" Lagi pula, sepenting apa Park Jimin ini hingga ia harus mengetahui tentang dirinya?

"Kupikir kita sahabat, tapi kau tidak pernah menceritakan tentang hubunganmu dengan Jimin ini sekali pun. Kau anggap aku apa, Soojung?" ujar Inbi yang terlihat sangat sedih dan terluka. Padahal ia selalu menceritakan apa pun pada Soojung. Namun kenapa sahabatnya malah main rahasia-rahasiaan seperti ini?

"Astaga, Inbi! Aku tidak memiliki hubungan apa pun dengan Park Jimin ini! Aku sama sekali tidak mengenalnya! Lagi pula, apa aku segila itu untuk merebut suami orang?" seru Soojung dengan kesal, tidak habis pikir dengan Inbi. Bagaimana bisa dia termakan kata-kata dalam surat ancaman itu begitu saja?

"Sudahlah, Soojung-ah. Berhentilah menyangkal!" Inbi bangkit dari sofa dan menghampiri temannya yang masih memeluk alat pel. "Aku mengerti perselingkuhan memang harus dirahasiakan. Namun aku adalah sahabatmu. Kau harus percaya padaku untuk menyimpan rahasia-rahasiamu." Kemudian ia menepuk bahu Soojung dengan serius. "Sekarang katakan sejujurnya, Soojung! Ceritakan padaku!" imbuhnya.

"Inbi, aku telah mengatakan kebenarannya! Aku tidak mengenal Park Jimin!" sahut Soojung penuh penekanan. "Kau yang harusnya percaya padaku!" lanjutnya sambil menunjuk wajah Inbi dengan telunjuknya.

Inbi menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Ini terlalu tidak masuk akal. Jika kau tidak mengenal Jimin, lantas kenapa ada seseorang yang repot-repot mengirimimu surat ancaman seperti ini?" tanyanya dengan bingung.

"Aku juga tidak tahu, Inbi. Sekarang katakan padaku siapa Park Jimin ini! Di mana dia tinggal? Agar aku bisa menemuinya dan membuat perhitungan dengan istri sialannya!" kata gadis yang lebih tinggi dengan marah. Refleks tangannya mengepal sekaligus membuat surat ancaman di tangannya teremat hingga kusut.

Inbi terkejut, "Kau... tidak tahu di mana rumah Jimin?"

Soojung semakin jengkel dengan pertanyaan Inbi. "Demi Tuhan, Inbi! Aku sama sekali tidak tahu seujung kuku pun tentang Park Jimin! Bagaimana mungkin aku tahu di mana rumahnya?" teriaknya frustasi. Kenapa sahabatnya ini tidak mau percaya padanya?

Inbi terdiam. Ia mulai merasa bimbang. Jika dilihat dari isi surat, Soojung sudah pasti telah lama berhubungan dengan Jimin. Namun sahabatnya ini mengatakan bahwa dia sama sekali tidak tahu tentang pria bermarga Park itu. Apa lagi Soojung hingga bersumpah atas nama Tuhannya. Artinya dia tidak berbohong, bukan? Jadi untuk mengetahui kebenarannya, Inbi memang harus mempertemukan Jimin dan Soojung. Ia akan lihat, apakah saat bertemu nanti mereka akan saling bermesraan, ataukah akan saling beradu mulut?

"Aku tidak tahu di mana dia tinggal. Yang kutahu, dia adalah salah satu dari tiga pemilik restoran mewah di ujung jalan sana," jawab Inbi akhirnya. Untuk sementara, anggap saja ia percaya bahwa sahabatnya ini memang tidak mengenal Park Jimin.

Tepat saat Inbi selesai menjawab, alat pel yang berada di pelukan Soojung jatuh dengan keras, membuatnya terlompat kaget. Si gadis rambut ikal sudah akan mengumpati pelaku yang membuatnya kaget, tapi Soojung sudah beranjak keluar dari tokonya dengan langkah menghentak-hentak. "Yaaa, Soojung-ah!" pekik Inbi dengan panik. "Kau mau ke mana?" teriaknya sambil mengejar teman karibnya.

Soojung tidak menghiraukannya. Ia terus saja berjalan menuju ke ujung jalan, membuat Inbi harus berlari untuk dapat menyusul Soojung. Untung saja Soojung belum jauh. "Yaaa!" si gadis berambut ikal menarik tangan Soojung agar sahabat bodohnya itu berhenti berjalan. "Kau mau ke mana?" tanyanya dengan napas tersenggal.

"Aku akan membuat perhitungan dengan Park Jimin dan istrinya itu," jawab Soojung bersungut-sungut. Bahkan matanya sama sekali tidak menatap Inbi. Pandangannya lurus ke ujung jalan dengan kilatan amarah. Seolah ingin membakar restoran mewah beserta pemiliknya yang bernama Park Jimin.

"Kau akan pergi ke restorannya? Astaga, restorannya hanya buka saat senja hingga tengah malam nanti," jelas Inbi.

Mendengar penjelasan Inbi, Soojung langsung merasa sangat malu. Ia pun segera berbalik untuk menyembunyikan rona merah di pipinya. Gengsinya tidak akan pernah membiarkan orang lain melihatnya merona malu, bahkan sahabatnya sekali pun. Kemudian gadis itu melangkah kembali ke tokonya tanpa mengatakan apa pun lagi, meninggalkan Inbi di pinggir jalan sendirian.

"Astaga, kau benar-benar tidak tahu apa pun tentang Park Jimin ini ya?" Inbi berlari kecil, kembali menyusul langkah Soojung.

"Sudah kukatakan, aku tidak tahu apa pun tentangnya, Inbi!" teriak Soojung. Kakinya yang menghentak-hentak menunjukkan seberapa kesalnya dia.

"Sekarang aku percaya kau benar-benar tidak mengenalnya," gumam Inbi sambil berjalan mengekori sahabatnya.

🌹 Black Rose 🌹

Jimin memasuki dapur restoran dan segera pergi ke wastafel untuk mencuci tangan. Terlihatlah sedikit aliran darah saat ia membasuh wajahnya. Oh dia bukannya terluka, tapi itu adalah sisa darah manusia yang baru saja dihisapnya. Jimin pun segera menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada Taehyung ataupun para koki yang menaruh curiga padanya. Kemudian ia membasuh wajahnya sekali lagi, agar tidak ada sisa darah di sekitar bibirnya.

Setelah mengeringkan tangan dan wajah, dia segera berjalan ke counter depan untuk membantu melayani para pembeli di sana. Jika tenggorokannya sudah teraliri darah seperti ini, dia pasti tidak akan tercekat saat membaui aroma darah dari pelanggan yang ia layani. Meskipun ia sangat pemilih atas makanannya, tapi dia tetaplah vampir yang pasti akan merasa tercekat saat membaui aroma darah segar.

"Kau sudah kembali, Hyung?" sapa Jungkook di depan mesin kasir. Jimin hanya mengangguk sambil menghampirinya untuk berdiri di balik counter pesanan. Pegawai yang awalnya berada di sana segera pamit undur diri ke bagian dapur. Membiarkan kedua pemilik restoran mengambil alih bagian pemesanan dan pembayaran.

Setelah celingak-celinguk memastikan tidak ada orang lain yang berada dalam jarak pendengaran, terutama Taehyung, Jungkook pun berbisik, "Tolong katakan bahwa kau tidak membunuh mangsamu!"

Iris mata Jimin berotasi. "Tenang saja. Aku juga tidak ingin berurusan dengan vampire hunter," jawabnya dengan malas. Mungkin hanya sedikit membuatnya anemia, lanjutnya dalam hati.

"Aku mendengarmu, Hyung!" desis Jungkook disertai lirikan tajam.

Namun hal itu malah membuat Jimin terkekeh geli "Setidaknya dia tidak mati," balasnya di akhir kekehan.

"Harusnya aku mengikutinya," gumam yang lebih muda pada diri sendiri, terdegar menyesali keputusannya.

Diam-diam Jimin tersenyum. Sejujurnya ia sangat berterima kasih karena memiliki partner seperti Jungkook dalam misi ini. Pemuda bermarga Jeon itu selalu mengingatkannya dan mengendalikannya jika ia sudah kelewat batas. Terutama jika berurusan dengan berburu darah manusia. Karena memiliki nafsu makan yang besar, Jimin sering kali kelewatan saat memangsa manusia. Sayangnya dia terlalu gengsi hanya untuk mengatakan terima kasih pada dongsaengnya.

"Selamat datang!" sapa Jimin sambil tersenyum saat mendengar suara gemerincing lonceng, pertanda ada pelanggan yang memasuki restorannya. Masuklah dua gadis cantik yang terlihat sedikit berdebat. Kemudian keduanya mengedarkan pandangan, seolah menilai interior restoran tersebut. Atau mencari seseorang?

Gadis yang bermata sipit menunjuk ke arah counter pesanan. Setidaknya itu yang Jimin pikir. Padahal dirinyalah objek yang dimaksud. Dengan langkah pasti dan tatapan yang terpaku pada Jimin, si gadis yang berperawakan bak model berjalan mendekat. Diikuti oleh gadis bermata sipit seperti ekornya.

Jimin pun langsung mengumbar senyum tampan saat dua orang pelanggannya berjalan menghampiri. Seperti biasa, ia menyapa dengan ramah, "Silahkan. Ingin pe-"

Plak! Sebuah tamparan keras tiba-tiba mendarat di pipi Jimin, bahkan sebelum ia menyelesaikan kata-katanya. Kepalanya sampai terlempar ke samping karena momentum dari tamparan tersebut. Tentu saja ia terkejut bukan main, mendapat hadiah panas dari orang yang sama sekali tak dikenalnya.

"Apa kau tidak sanggup menyekolahkan istrimu? Berani sekali dia mengataiku wanita murahan! Dia yang lebih murahan! Dasar gila! Aku bahkan tidak tahu apa pun tentangmu, Park Jimin!" marah si gadis model yang bersurai cokelat panjang, tanpa menunggu Jimin menatapnya. Karena ia yakin lelaki itu pasti mendengarnya.

"Astaga, Soojung! Kau tidak perlu menamparnya!" desis gadis bermata sipit sambil menarik lengan temannya. "Lihatlah bekas tangan jelekmu di pipi Jimin! Kau merusak wajah tampannya!" lanjutnya dengan nada kesal.

Gadis yang bernama Soojung sungguh tidak peduli dengan fakta itu. "Diam!" bentaknya pada temannya, meskipun matanya masih menatap Jimin dengan tajam.

Jimin berkedip bingung mendengarnya. Perlahan ia menatap gadis bermata bulat yang telah menamparnya, sambil memegangi pipinya yang panas. "Apa kau bilang? Istri?" tanyanya, merasa telah salah dengar.

"Ya," jawab Soojung, masih dengan nada marah yang sama.

Jimin refleks mengerutkan dahinya, "Kau mungkin salah orang. Karena aku belum menikah."

Soojung tertawa jengah mendengar perkataan lelaki tampan di hadapannya. "Hei, di sini jelas-jelas tertulis bahwa Park Jimin sudah memiliki seorang istri dan seorang bayi yang sangat kausayangi!" serunya sambil melempar sebuah surat kusut ke arah Jimin.

"Istri dengan seorang bayi?" ulang Jimin semakin bingung. Namun atensinya teralih oleh rasa penasarannya pada surat yang tak sengaja jatuh ke bawah counter pesanan. Ia pun menunduk untuk mengambilnya.

"Noona, kau mungkin memang salah orang. Karena temanku ini memang belum menikah," ucap seorang lelaki kelewat tampan yang tiba-tiba muncul di samping Jimin.

"Belum menikah, tapi memiliki kekasih dan sudah mempunyai anak. Itu sama saja!" sangkal Soojung sambil berkacak pinggang.

"Dia juga belum memiliki kekasih hingga saat ini," sahut teman Jimin yang satu lagi, yang sedari tadi berdiri di balik meja kasir. Entah kenapa, lelaki bergigi kelinci ini sukses membuat Inbi memekik tertahan.

Namun Soojung seolah sama sekali tidak terpengaruh dengan pesonanya. "Benarkah?" tanyanya dengan sangsi, yang langsung diangguki oleh kedua teman Jimin tersebut. Soojung menatap ketiga lelaki di hadapannya dengan dahi berkerut, "Lalu siapa yang mengirimiku surat ancaman itu?"

Sayangnya ketiga pria tampan di sana hanya bisa saling berpandangan dengan sama bingungnya. Kemudian Jimin kembali memperhatikan surat di tangannya. "Benar-benar tidak ada pengirimnya," gumamnya.

"Ah, kau pasti hanya pura-pura! Cepat panggil istrimu kemari, Park Jimin!" bentak Soojung, berpikir bahwa lelaki di hadapannya tersebut sangat berengsek hingga mempermainkannya.

Mulai merasa geram, Jimin balas membentak, "Sudah kubilang, aku belum menikah!" Kesabaran Jimin mulai menipis. Gadis sialan yang sayangnya cantik ini sukses membuatnya jengkel. Datang memasuki tokonya, kemudian tiba-tiba menamparnya dengan seenak jidat. Setelah itu marah-marah tidak jelas dengan mengatakan tentang istri dan seorang bayi. Hei, apakah wajahnya memang terlihat setua itu hingga dianggap sebagai papa muda?

Apa pula surat jelek yang dilemparkan gadis asing ini? Surat cinta? Jika memang ingin menyatakan perasaannya, kenapa sampai harus marah-marah dan menamparnya? Jimin sungguh tidak habis pikir.

To be continued...

Welcome to my imagination's world!

Astraliancreators' thoughts