webnovel

Black Death Operator

Hemlock, dokter termuda organisasi terlarang Manchineel mendapati bahwa temuannya telah digunakan sebagai alat perang biologis yang membawa penderitaan pada berjuta-juta jiwa. Tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya, ia menyusup masuk ke kota-kota, mengambil identitas Giotto, seorang dokter yang menghilang saat perang tengah berkecamuk.

Amethyst1984 · Fantasy
Not enough ratings
10 Chs

Chapter VI: Awal dari Kehancuran

"Yang Mulia, Kepala Pelayan, Alensky, serta Hemlock, sang pemenang kompetisi, meminta izin untuk menghadap."ujar seorang prajurit. "Persilahkan mereka masuk,"

Kepala Pelayan Alensky memberi tanda dan Hemlock, dikawal dengan dua orang prajurit di kanan dan kirinya berjalan memasuki ruang singgasana.

"Hormat kami pada Yang Mulia Raja,"kata pelayan sembari menunduk. "Saya telah membawa Hemlock, pemenang kompetisi, seperti yang Anda perintahkan."

"Kalian boleh pergi." Alensky dan kedua prajurit menghormat dan berjalan pergi.

"Hemlock dari Frauwt?" Hemlock berlutut, "Hormat saya, Yang Mulia." Yang Mulia tertawa sejenak, "Berdirilah, Hemlock." Hemlock berdiri dan memandang tajam kepada Yang Mulia. "Perlu kukatakan, proyek milikmu luar biasa. Aku bisa melihat kau benar-benar memikirkan kemenangan Eleanor ketika membuatnya."katanya sembari tersenyum.

"Dengan proyekmu dan kekuatan Eleanor, perang melawan Riff dan sekutunya akan berakhir dalam sekejap. Tidak, aku bahkan bisa melihat Riff ditinggalkan oleh para sekutunya. Hahahahaha!"

"Maaf sebelumnya, jika tindakan saya lancang. Saya minta izin untuk berbicara."ujar Hemlock tanpa keraguan. "Silahkan,"balas sang raja.

"Langsung saja, saya meminta Yang Mulia untuk membatalkan saya menjadi pemenang kompetisi ini dan mengembalikan Keres 4 beserta semua dokumen tentangnya kepada saya."

Sang raja menatapnya dengan bingung. "Kau yakin?"tanyanya, serius. "Yakin,"katanya tanpa keraguan. "Tunggu sebentar, biarkan aku berpikir."katanya sembari bersandar pada singgasana. "Kau sadar apa yang kau pilih?" Hemlock tetap mengangguk namun kali ini dengan tatapan bingung. "Kau baru saja memilih kematian!"Hemlock terkejut, tetapi ia berusaha untuk tetap terlihat tenang. "Apa maksud Anda?"

"Oleander tidak memberitahumu?"tanyanya dengan bingung. "Ketua cabang? Tidak,"jawabnya dengan jujur. "Pantas saja kau berani menatapku dengan tajam sejak awal."gumamnya pelan.

"Baiklah, Hemlock. Lupakan saja. Sampai dimana kita tadi? Ah, permintaanmu untuk membatalkan kemenangan. Semua itu akan dikabulkan, dengan syarat kau mau bekerja sama dalam perang."ujar sang raja.

"Keres 4 akan dikembalikan padamu setelah perang usai."sambung sang raja. "Tidak, aku memintanya sekarang."kata Hemlock. "Kau berani menentang titah raja?"tanya sang raja sembari tersenyum. "Anda tidak tahu dengan apa Anda bermain-main. Vaksin untuknya bahkan belum ada! Apa yang akan terjadi kalau wabah itu melebar ke Eleanor?"

"Kau hanya tinggal membuat vaksinnya bukan?"tanya sang raja dengan tenang. "Selama wabah itu disebar, kau akan membuat vaksinnya. Dan vaksin itu harus tersedia sebelum wabah itu menyerang Eleanor. Permasalahan selesai."

"Vaksin membutuhkan banyak waktu! Penelitian, percobaan, hingga uji coba pada manusia, semuanya memerlukan waktu yang tidak singkat!"ujar Hemlock dengan marah. "Kami tak pernah menebar racun sebelum mempunyai penawarnya. Spesimen ini hanyalah bom waktu yang akan mencelakai kita jika Anda tetap memaksa untuk menyebarkannya."

"Prajurit," Dua orang prajurit berjalan dan berdiri di samping kanan dan kiri Hemlock. "Bawa dia ke lab Mawg, lab khusus milikku dalam kastil istana. Tempatkan Oleander dan Brugmansia untuk menjaga dan memeriksa setiap barang yang masuk. Penjagaan tiga lapis dan 24 jam. Tak ada yang boleh keluar masuk lab itu tanpa sepengetahuanku."

"Jika kau kabur atau menghilang tanpa sepengetahuan mereka," Sang raja menatap Hemlock dengan tersenyum. "Mereka yang akan menanggung akibatnya."

"Bawa dia pergi,"ujar sang raja. Kedua prajurit mengangguk dan bersiap membawanya pergi. Sial! Sial! Sial! Apa yang harus ku lakukan? "Perlu Yang Mulia ketahui, aku tak peduli dengan apa yang terjadi pada mereka berdua,"katanya dengan tenang. "Benarkah? Kau kira aku tak tahu siapa Oleander sebenarnya?"

"Tak masalah bagiku jika Anda tahu,"balasnya dengan tenang. "Dia bukan siapa-siapa lagi bagiku semenjak ia menempatkanku di sini."ujarnya dingin. "Aku sudah menduga kau akan bicara seperti itu,"ujar sang raja sembari tertawa. "Tapi, apa kau tetap akan menolak," Ctak! Begitu sang raja menjentikkan jarinya, seorang tahanan dibawa masuk. Rantai terikat pada tangan dan kakinya dan tubuhnya penuh dengan luka yang parah. "Jika aku memperlihatkanmu, ini?"ujarnya sembari menyeringai.

Hemlock tersentak. Sekujur tubuhnya merinding. Ia tak mempercayai apa yang ada di hadapannya. Ia berlari, menuju ke arah sang tahanan, tetapi kedua penjaga berhasil mencegahnya.

Rambut coklat gelap memang menutupi wajahnya. Tetapi, Hemlock mengenali dengan jelas kalung hitam dengan liontin emas yang menggantung di lehernya.

"Ibu!"teriaknya dari jauh. "Singkirkan tangan kalian dariku!"teriaknya sembari meronta-ronta. "Kau! Apa yang kau lakukan pada ibuku?"teriaknya pada sang raja. "Hemlock! Dimana rasa hormatmu pada raja?"hardik seseorang yang muncul di balik tirai singgasana raja. Oleander dan Brugmansia memandanginya dari jauh.

"Rasa hormat?"tanya Hemlock dengan nada sinis. "Orang sepertinya tak pantas mendapatkan rasa hormatku!"katanya dengan tatapan benci. "Hemlock! Aku tidak mengajarkanmu untuk kurang ajar pada Yang Mulia!"

"Tepat, kau tidak mengajarkanku untuk kurang ajar padanya."kata Hemlock sembari tersenyum. "Karna sejak kapan kau peduli padaku, wahai KETUA CABANG?" Oleander terdiam, ia membuka mulutnya namun tak ada sedikitpun suara keluar dari mulutnya.

"Bawa dia sekarang!"titah sang raja. Empat orang prajurit membekuknya dan membawanya pergi. Oleander memandang putranya dengan keterkejutan. Anaknya yang selama ini selalu menuruti perintahnya, anaknya yang selama ini selalu membanggakan dirinya. "Semua ini demi kebaikanmu, nak."gumamnya pelan.

BUG! Seorang prajurit melempar Hemlock ke dalam ruangan. "Kau beruntung Yang Mulia masih membiarkanmu hidup."ujar salah satu prajurit. "Orang sepertimu seharusnya sudah mati di guillotine sekarang!"kata prajurit lain sembari menendangnya. "Sudahlah,"kata seorang prajurit, menghentikannya.

"Ha, ha, hahahaha!" Keempat prajurit itu berbalik, melihatnya dengan kengerian. "Perlu ku katakan, bahwa kau sungguh cerdas, tuan."katanya sembari tersenyum. "Kau, baru saja, memberikanku ide!"

"Ya, tidak ada yang tahu cara membuatnya dan tidak ada yang tahu darimana spesimen itu berasal."kata Hemlock pada dirinya sendiri. "Jadi,"katanya sembari menatap sang prajurit lekat-lekat. Sring. Ia mengambil pedang sang prajurit dari sarungnya dengan cepat. "Solusi dari masalah ini adalah kematianku, bukan begitu?"katanya sembari menghunuskan pedang ke jantungnya. Jleb!

Sret. Ia mengeluarkan pedang yang menusuk jantungnya. "Selamat tinggal,"ujarnya sembari tersenyum kepada empat orang prajurit tersebut. Trang! Pedang terjatuh dari genggamannya.

Keempat prajurit berlarian keluar ruangan, masing-masing tak ingin disalahkan. Namun, ketika sedikit lagi akhirnya mereka bisa keluar dari sana, seseorang muncul dan menghadang mereka.

"Wah, wah, wah. Kenapa kalian terburu-buru? Apakah terjadi sesuatu yang buruk?"tanya Brug pada mereka. "Ti...tidak terjadi apapun! Minggir!" Keempatnya terus berlari. Mereka bahkan akan menerjang Brug bila perlu. Tepat sebelum mereka bertabrakan, Brug menggeser posisinya, membiarkan mereka lewat. Prajurit yang paling belakang menengok dan melihat Brug melambai ke arah mereka berempat.

"Hei! Ini salah!"teriak prajurit yang paling belakang. "Lalu apa yang akan kau lakukan?"teriak prajurit yang paling depan. "Setidaknya, jika kita kabur, kita bisa mengatakan ia terbunuh karena terpeleset dan tertusuk atau kecelakaan kerja!"kata prajurit kedua. "Tak ada untungnya bagi kita untuk tetap di sana! Yang Mulia akan membunuh kita jika ia tahu sang peneliti meninggal!"teriak prajurit ketiga.

Sret. Cras! Cras! Cras! "Tepat." Brug mendarat tepat setelah memenggal kepala tiga orang prajurit terdepan. Prajurit keempat jatuh terduduk. Tubuhnya bergetar ketakutan. "Ampuni saya!"teriaknya sembari bersujud.

Brug memandangnya dengan tersenyum. "Jadi, kau bisa memberitahuku apa yang terjadi?"

"Bunuh diri! Dia mengambil pedang milik temanku, menghunusnya ke jantungnya dan menariknya keluar! Saya bersumpah kami tidak melakukan apapun yang mencelakakannya!"

Brug memandangnya dari atas. "Benarkah?"

"Benar! Kami tak menyentuhnya sama sekali!" "Ahahahahahaha!"

Cras! Brug menebas lehernya.

"Pembohong."katanya sembari tersenyum. "Mungkin kau tak menyentuhnya, tapi teman-temanmu mencelakainya dan kau tak melakukan apapun, menegur saja tidak."

"Matilah, kau tidak berguna bagi raja dan bagiku."