1 Chapter 01

Hari sudah terlampau malam, di mana kesunyian terjadi dan menentramkan orang-orang yang tidak senang akan gemuruh di siang hari. Tapi tidak semua orang melalui malam dengan ketenangan. Seorang wanita dengan Kedua kaki jenjangnya tanpa henti berlari-lari, celananya yang putih dan agak ketat beruntung tidak menjadi penghambat. Dia mengenakan jaket hitam sepaha, bergaris putih di sekitar resletingnya dan lekukan tubuhnya bisa terlihat secara mudah. Saking dinginnya suhu malam, meski berlarian memakai busana yang lumayan ketat, tak timbul setetes keringat di kulit-kulitnya. Rambut yang semerah tanah liat menjuntai-juntai, dan ia mengikatnya ke samping. Nafasnya terasa sangat cepat disertai dengan konsentrasi yang hampir sayup. Dia berakhir menabrak sebuah tempat sampah.

Seekor tikus yang mungkin sedang mengeruk-ngeruk makanan di dalamnya ketakutan, dan kabur kedalam celah got. Sampah-sampah berceceran, diantaranya plastik, dan bekas kaleng minuman yang isinya tumpah. Air dari sisa kaleng minuman menggenang dan menempel pada rambut, sehingga menyebabkan bau yang agak manis tak sedap. Ketika itu rasa takut lebih mendominasi isi kepala dibandingkan membersihkan penampilan. Dia sontak saja berdiri dengan ngos-ngosan dan berlari kembali.

Karena larut malam, jalan yang biasanya dikerumuni orang sekarang terlihat sunyi. Tidak ada cara untuk meminta tolong atau meloloskan diri dengan membaur dikeramaian. Wanita itu dalam posisi tersudut.

"Sialan, bisa-bisa aku tertangkap, " dia menggerutu.

Dadanya kembang kempis, perasaan ngeri terus saja mengalir di kepalanya. Jalan yang dia pilih malah agak gelap. banyak lampu penerang di tiang-tiang yang berdiri di sisi jalan, tetapi seluruhnya mati. Serta jendela-jendela di rumah tak terlihat nyala lampu atau pun bertirai, tembok-temboknya juga bernoda dan retak-retak.

Sementara dari tiap atap bangunan itu, seorang pemburu melompat-lompat, hinggap dari satu platform ke platform selanjutnya. Pemburu adalah orang yang menangkap penjahat atau burunan untuk ditukar dengan hadiah. Mereka juga dipanggil dengan sebutan Bounty Hunter. Pemburu itu memakai kostum seperti baju besi berwarna perak, berdesain khas kesatria. Ditambah lagi sebuah pedang yang melengkung bergelayut secara horizontal di bawah punggungnya memperkuat anggapan tersebut. kepalanya juga terbungkus helm dengan lubang sebesar butir telur dan memiliki garis sampai dagu yang memisahkan bahan logam di bagian pipi dan bibir.

Sebilah pedang keluar dari bagian atas masing-masing tangannya, kedua pedang itu sebelumnya tersembunyi dengan sangat baik di balik sarung lengan yang kokoh. Permukaan pedangnya berpendar, memantulkan cahaya malam. Di dua sisi bilahnya begitu tipis, seakan menunjukan betapa tajamnya benda itu. Si pemburu terus menempelkan pandangan di balik helmnya.

Dia mulai siaga untuk menyerang. Kakinya tertahan sebentar begitu ia hendak kembali melompat, atap dari bangunan kosong yang ia pijak berderak. Dia bersiap melompat jauh, mengambil ancang-ancang. Ujung kakinya menekan sekuat yang ia bisa, membuat retakan di atap bangunan memanjang hingga ke dinding, ia pun melompat seperti macan yang hendak menerkam mangsanya.

Wanita itu menengok. "Cih, keras kepala sekali, sampai segitunya ia mengejarku."

Namun, dia tidak sanggup berlari lebih cepat lagi, kedua betisnya sudah mencapai batas. si pemburu bersiap menyambar, dan begitu jarak mereka sudah terpaut dekat, wanita itu bisa melihatnya dengan jelas ke mana dia hendak menebas, bilah yang tirus itu menyambar ke arah tengkuk leher. Wanita itu mulai sempoyongan lalu terpontang-panting. Kedua kakinya diam membatu, lututnya menekuk, kepalanya memandang ke langit yang gelap membentang sementara tubuhnya condong ke depan.

"Kejutaaannnnn!!!!"

Si pemburu terhempas menahan serangan dari sabit yang besar. Dia terlempar berguling-guling beberapa meter. Sabit yang begitu mematikan, si pemburu sekalipun dibuatnya menghantam dinding yang bahkan dinding itu sendiri roboh tak kuasa menahan daya hancur yang kuat . Beruntung tubuhnya terlapisi zirah, benturan itu tak begitu berdampak. Ototnya yang lentur membuatnya sanggup melakukan rolling back untuk menyeimbangkan diri. Kini ia berdiri tegap seolah tak pernah mendapat serangan satupun.

"Kau lebih lemah dari yang ku kira, tuan pemburu hadiah." si wanita berbicara lantang seolah merasa unggul.

Sabit besarnya berada dipundak, dari tongkat bagian bawah sampai atas berupa besi hitam legam tapi, setengah bagian atasnya terdapat ukiran garis merah yang saling menyimpang hingga menyatu dengan warna penyangganya, sabitnya sendiri juga berwarna hitam. Dia tidak terlihat terbebani membawa benda itu. Nampak seringan tali ketika ia mengayun-ayunkannya dengan hanya satu tangan saja.

"Senjata itu?" ucap kaget si pemburu.

"Lo, kau bisa bicara rupanya." Sabit itu dihentakan ke lantai, wanita itu menyeringai.

Si pemburu tak melepaskan pandangannya terhadap sabit besar itu. "Sekarang tak heran kenapa aparat tak becus itu tidak pernah sanggup menangkapmu."

Setelah mengetahui senjata yang mangsanya gunakan. Gerak gerik si pemburu mulai menunjukan kehati-hatian. Instuisi semacam itu hanya terjadi bagi orang yang banyak menjumpai pertempuran. Wanita itu terheran apa dia harus sewaspada itu.

"Senjata ini tak berguna. Breaker hebat tak akan membutuhkannya. Reander bahkan menilai ini adalah sampah."

Rahangnya menjadi kaku, dia merasa enggan mengatakan hal tersebut. Sedangakan si pemburu tetap bergeming, tapi itu tak akan bisa menipu orang yang berpengalaman dalam duel. Pijakan di kakinya agak lebih kuat, yang berarti dia memasang sikap siap menyerang tanpa menghilangkan kehati-hatian. Pemburu itu berkata memastikan sesuatu,

"Mereka tak akan pernah bisa menghukummu benar kan?"

Kesan masam yang perempuan itu perlihatkan, dirubah dengan jawaban yang agak mengejek, "Setidaknya mereka cukup pintar untuk tidak mengejar orang sepertiku."

Si pemburu kembali mengeluarkan pedang yang tersembunyi di kedua lengannya. "Kalau begitu biarlah Tuhan yang menghukummu di akhirat sana."

Wanita itu mendelik, terus tanpa henti mengamati si pemburu. Serangan yang menusuk mencoba menghujamnya, meski hasilnya sayup juga karena dia buru-buru melompat ke belakang.

"Algojo Tuhan, aku harus--"

Ternyata serangan belum usai, itu tidaklah sebatas tusukan. Dari ujung pedangnya sebuah energi keluar, bentuknya runcing. Sontak, si wanita dengan sabit itu terperangah. Tangannya refleks mengayunkan sabit, menghadang laju serangan yang menyerupai jarum tersebut. Kakinya mendarat sempurna, serangan pun terhadang. Sayang Algojo Tuhan tak memiliki niatan untuk menurunkan tekanan. Dia berputar di udara, dengan pedang yang tirus, serangan itu mirip gasing yang siap mencingcang siapa pun yang mendekat. Mereka saling mengadu serangan. Tiap gesekannnya mengeluarkan percikan api, suaranya nyaring menggema berulang-ulang.

Diayunan terakhir, wanita itu mundur sedikit untuk melakukan serangan yang lebih kuat. Dia mengayunkan sabitnya menyamping seperti hendak memukul bola baseball. Si pemburu menyilangkan pedangnya, keluar sinar kuning yang membentuk perisai buatan secara transparan. Gelombang kejut yang dihasilkan dari sabit tersebut meluluh lantakan bangunan di sekitar. Dinding yang hancur bertumpukan, bangunan tersebut berdiri tinggal setengah. Si pemburu tidak melakukan kesalahan yang sama, tidak akan ada hantaman kedua. Dia berhasil menyeimbangkan diri.

"Hei Algojo Tuhan, apakah Tuhanmu itu bukanlah sosok yang pengampun?"

"Heh, tidak." Algojo Tuhan menahan pandangan. Ia bersiap kembali menyerang. "Kejahatanmu bukan sesuatu yang akan diampuni Tuhan. Yutani!"

Algojo Tuhan menyembunyikan kembali kedua pedangnya ke dalam sarung lengan. Tapi Yutani selalu memastikan diri untuk tidak teralihkan dan fokus. Sekarang Algojo Tuhan menarik sebuah karambit panjang yang sedari awal ia simpan. Ukurannya sebesar pedang, hanya saja melengkung, dari rupanya senjata itu dikhususkan dalam pertarungan yang membutuhkan kecepatan serta kelincahan pengguna.

"Kau tidak akan bisa lolos dari hukuman Tuhan."

Yutani menyeringai, dia pun berkata dengan santai. "Benarkah?"

Algojo Tuhan tiba-tiba tak nampak di mata perempuan tersebut, 'apakah dia tersapu angin?'pikirnya. Dari samping kiri atas, karambit menghunus ke arah leher Yutani. Perempuan itu terbalak saat tidak menyadari gerakan Algojo Tuhan yang cepat sekedipan mata. Tak ada celah bagi Yutani untuk melindungi diri dari sambaran Algojo Tuhan. Bila ia ingin menghindar maka menjauhkan tubuhnya sebisa mungkin juga tak akan sempat, karena dibutuhkan sedikit waktu untuk memijak. Alih-alih membiarkan kepalanya terputus, ia memilih untuk mengorbankan tangannya. Diayunkannya tangan kiri tersebut ke arah lengan Algojo Tuhan, gelombang kejut meledak seketika. Daya ledaknya kecil akan tetapi, cukup untuk mementalkan Algojo Tuhan dan membuat jarak aman bagi Yutani.

Yutani adalah Breaker Rank B, yang mana merupakan salah satu level tinggi. Terlebih lagi ia buronan dengan bounty diatas 1k Gil, tentu itu menunjukan betapa kuatnya ia. Cara biasa tidak akan membuatnya terbunuh, butuh usaha ekstra dan kelicikan tinggi untuk menumbangkannya. Sang Algojo Tuhan nyaris menyeret Yutani ke jurang kekalahan.

"Mari singkirkan basa basi ini!"

Air muka Yutani berubah, dia mulai bertarung dengan pertaruhan sebuah nyawa. Setelah menerima desakan yang tak main-main, dirinya sadar pemburu yang ia lawan tidaklah mengincar hadiah. Algojo Tuhan berada dalam suatu tugas yang ia nilai sesuatu yang suci, yaitu melenyapkan dirinya. Dihujamkan sabit merah itu pada Algojo Tuhan, dan dia menghadangnya dengan sebuah perisai yang dibuat dari tangan kirinya. Tapi, Hantaman itu keras menghempas Algojo Tuhan ke udara.

"Enyahlah sana pada Tuhanmu."

Dia tahu Algojo Tuhan memiliki teknik bertahan. Oleh karena itu, dari pada menyerang dengan tujuan melumpuhkan lebih baik ayunkan senjata itu untuk membuat dia terlempar.

Algojo Tuhan Sekonyong-konyong tersadar serangan yang hendak Yutani lakukan. "Bloodstream Reformation!!!"

Seketika Dia menjulurkan tangan ke depan, "Shield of the Lost." dia membuat sebuah perisai kecil, warnanya kuning menyala dan juga transparan. Perisai itu kemudian membesar hingga cukup bagi dia untuk berlindung di baliknya.

Yutani melaju, Sabit besarnya ia ayunkan dari bawah ke atas secara diagonal, bergantian ke arah kiri dan kanan. Tiap serangannya menimbulkan gelombang kejut dengan lebar yang tipis tetapi luar biasa berdaya ledak kuat. Algojo Tuhan yang berlindung dibalik jurus perisainya, terombang-ambing di udara.

5x pukulan, 10x pukulan,15x pukulan,20x pukulan. "

Perisai ini tak akan mampu lagi menahannya," ujar Algojo Tuhan.

30x pukulan. Hancur bagai cermin yang pecah, perisai lenyap tanpa sisa seperti debu yang tersapu angin. Beruntung serangan ke 30 adalah yang terakhir. Algojo Tuhan selamat, dia melayang jatuh di udara.

Yutani mengangkat sabit besarnya ke atas, bersiap memotong Algojo Tuhan. "Aku belum selesai anjing Tuhan."

avataravatar
Next chapter