webnovel

Bahagia Dibalik Duka

Jam 8, Della telah sampai di rumah orang tuanya, seperti izinnya kepada Devan untuk pergi hari ini.

"Mamah," panggil Della seraya berjalan memasuki rumah.

"Mah."

"Diatas, Non."

Della menoleh dan mengernyit melihat wajah ART di sana yang menangis.

"Ada apa, Bi?"

"Bapak, Non."

"Bapak, Papah kenapa Bi?" tanya Della panik.

"Bapak .... Bapak kritis Non."

"Kritis, Papah kritis."

"Iya."

Della menggeleng dan langsung berlari menaiki tangga, Della harus tahu keadaan Galih di sana.

"Papah."

Della membuka pintu kamar dan melihat Veni di sana bersama dengan Andre adiknya Della, mereka sama-sama menangis menunggu dokter selesai memeriksa Galih.

Della berjalan menghampiri keduanya dan duduk, Veni langsung memeluk Della saat sadar kedatangannya.

"Sabar, Mah."

"Papah kamu, gak nafas."

Della menggeleng, jantungnya seketika bergemuruh dan air matanya menetes begitu saja, apa maksudnya kenapa Veni berkata seperti itu. 

"Mana suami kamu?"

"Mas Devan, sudah ke kantor, ada meeting pagi sehingga harus berangkat lebih awal."

"Kamu tidak katakan Papah sakit?"

"Sudah, tapi memang aku yang izinkan ke kantor, biarkan saja Mas Devan juga sedang malakukan tanggung jawabnya sekarang."

Veni tak mengatakan apa pun lagi, entahlah Veni tak ingin memikirkan itu sekarang, keadaan suaminya sangatlah penting untuk saat ini.

Dokter tampak berbalik dan menatap mereka semua, dengan kompak mereka bangkit dan menghampiri dokter.

"Bagaimana, Dok?" tanya Andre.

"Mohon maaf, Pak Galih terlambat mendapatkan penanganan, beliau tidak bisa diselamatkan."

"Enggak ...." jerit Veni.

Della kembali memeluk Veni dengan eratnya.

"Jangan bercanda, Dokter!" bentak Andre.

"Saya sudah berulang kali memeriksa dan hasilnya memang nol besar, Pak Galih sudah tidak ada lagi."

Andre menggeleng dan langsung memeluk tubuh tak berdaya itu, Andre menangis di sana.

"Yang sabar, Bu."

Della hanya melirik dokter sekilas, bagaimana caranya untuk mereka sabar, kepergian Galih tidak pernah mereka inginkan, dan kenapa harus secepat itu.

"Kalau gitu, saya permisi Bu."

"Terimakasih, Dokter." Ucap Della.

Dokter mengangguk dan berlalu meninggalkan mereka, Della menangis tampa melepaskan pelukannya dari Veni.

Apa yang harus difikirkannya sekarang, Della belum sempat bertemu dan berbincang dengan Galih, kenapa Galih sudah meninggalkannya begitu saja.

Menyesal sekali karena Della tidak datang sejak kemarin siang, Della lebih mementingkan urusan rumahnya dari pada datang menemui Galih setelah Veni menghubunginya.

"Maafkan Della, Pah." Ucap Della pelan.

Della tidak akan bisa menghilangkan penyesalannya itu, Della telah kehilangan waktu terakhirnya dengan Galih karena  pilihannya sendiri.

Della menunda kedatangannya ke rumah Galih kemarin, Della merasa tugasnya di rumah lebih penting saat itu sehingga memilih untuk menunda kepergiannya hingga hari ini.

Tapi sekarang, Della hanya bisa melihat jasad tak bernyawa, tanpa sempat berbincang satu kata pun dengan Galih, apa Della termasuk anak durhaka setelah semua kejadian itu.

"Papah," teriak Andre.

Keduanya menoleh bersamaan, Andre memang begitu dekat dengan Galih, setelah Della menikah dengan Devan, Andre jadi begitu disayang oleh Galih.

Veni berjalan dan memeluk suaminya itu setelah Andre melepaskan pelukannya, tak ada yang rela atas kepergian itu, mereka ingin menentangnya dan membawa Galih kembali pada meraka, tapi apa daya jika kuasa Tuhan lebih besar diatas segalanya.

Della mengusap air matanya dan berlalu keluar kamar, sepenting apa pun meeting Devan pagi ini, Galih tetaplah mertuanya.

Della mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Devan disana, tak dapat jawaban dipanggilan pertamanya, Della terus mengulangnya lagi dan lagi.

----

Dering ponsel itu seolah tak terdengar oleh Devan dan Tasya, mereka masih berada di rumah Tasya sejak kedatangan Devan tadi pagi.

Setelah cekcok yang sempat terjadi antara keduanya, semua berakhir dengan Devan yang hilang kontrol atas dirinya sendiri.

Godaan Tasya terhadapnya telah membuat Devan tidak waras, meeting yang akan berlangsung jam 9 pun telah terlupa dari schedule penting Devan hari ini.

Devan tengah menikmati tubuh molek Tasya dengan gairah yang memuncak, Devan tidak lemah dan Tasya telah membuktikannya.

Sampai saat ini Devan masih sangat bergairah menghentak tubuhnya, rasa sakit yang tadi sempat menyiksa Tasya kini tak lagi ada.

Semua telah berubah dengan rasa nikmat yang luar biasa, Devan hebat dan Tasya akui itu, rasanya sangat membuat Tasya melayang tanpa bisa menghindar.

Dering ponsel yang terus terdengar seolah irama tambahan dari desahan Tasya saat ini, tidak ada yang berubah karena keduanya tetap asyik dengan persetubuhan itu.

Keringat yang telah membasahi keduanya, tak lantas membuat mereka lelah, Devan terus menghentak dan memperlakukan tubuh itu sesuai gairahnya.

Tasya juga tak berontak, sentuhan dan hentakan tubuh Devan di luar dan dalam tubuhnya, telah membuat Tasya tak sadar dengan apa pun juga.

Yang ada hanya nikmat persetubuhan mereka berdua saja, Tasya tidak bisa menghindarinya karena ini kali pertama Tasya merasakannya, dan jujur Devan mampu membuatnya merasa gila atas permainannya saat ini.

"Dev .... lagi Dev .... sss aaa Devan."

Mendengar desahan hebat dari Tasya, Devan semakin mempercepat hentakannya, decakan dari keintiman mereka terdengar semakin keras dan membuat gila.

"Ssss aaa Sya ssss."

Devan juga merasa ada yang menerjang kuat di dalam sana, saat mendengar desahan panjang Tasya telah usai, Devan langsung mencabut miliknya dari dalam tubuh Tasya.

Bagaimana pun juga, benih itu hanya boleh ada di dalam tubuh Della, bukan yang lain, meski sekarang Devan bukan sedang menikmati tubuh Della tapi benih itu tetap hanya untuk Della.

Devan turut mengerang nikmat, dan membiarkan cairan itu menyembur bebas di perut Della, Devan memijat perlahan miliknya untuk memastikan semua keluar tak tersisa.

Dibabalik air mata kehancuran Della di rumah orang tuanya, dibalik kegelisahan Della yang terus mengulang panggilannya terhadap Devan.

Devan justru sedang menggila bersama Tasya di rumah Tasya sendiri, Devan telah benar-benar mengkhianati Della.

Padahal saat menikahi Della, kondisi Della juga masih perawan, dan seharusnya Devan tahu jika rasanya sama saja.

Devan ambruk menimpa tubuh Tasya, Devan melumat bibir itu dengan lembut seraya meremas payudaranya.

Tak peduli dengan menjijikannya basahan di perut Tasya, Devan masih saja bergerak mencumbu wanita itu.

----

"Kenapa kamu gak jawab, Mas?"

Della menutup panggilannya dan kembali memasuki kamar, sudah puluhan kali Della berusaha tapi tak mendapatkan hasil.

Della kembali menghampiri mamah dan adiknya di sana, Della juga hancur tapi Della harus berusaha lebih kuat dari mereka agar bisa sedikit menenangkan mereka.

Penyesalan Della saat ini tidak akan ada yang bisa mengerti, Della tak sempat mendengar suara Galih, mendapatkan tatapan dan sentuhan sayang darinya, tak sempat melihat senyuman terakhirnya.

Della hancur, dan semkain hancur saat Devan mengabaikan panggilannya.